Oleh: Helmiyatul Hidayati
(Blogger Profesional)
Pada dasarnya, beauty pageant atau kontes kecantikan adalah kompetisi yang berfokus pada penilaian keindahan fisik. Meskipun sering menggabungkan kepribadian, bakat, advokasi dan jawaban atas pertanyaan juri sebagai bahan penilaian lainnya. Sebelum kontes kecantikan Miss America pada tahun 1921, kegiatan kontes kecantikan dianggap sebagai peristiwa ‘tidak terhormat’ (Wikipedia).
Namun 1 (satu) abad telah berlalu sejak saat itu, hari ini kontes kecantikan justru dianggap sebagai salah satu platform pemberdayaan wanita (women empowerment). Dimana masyarakat dunia menganggap bahwa agenda women empowerment ini adalah sesuatu yang sangat krusial.
Pemberdayaan wanita adalah salah satu cara bagi perempuan mendapatkan pengakuan dan kesadaran akan potensinya. Hal ini dianggap penting karena beberapa alasan yakni, mendorong wanita untuk bekerja; membangun kemandirian ekonomi; kesetaraan gender; dan menekan persebaran eksploitasi seksual dan kekerasan rumah tangga.
Selain itu, kontes kecantikan sangat erat kaitannya dengan berbagai industri yang berpeluang menghasilkan banyak keuntungan terutama bagi kapital, seperti industri kosmetik, entertaintment, fashion dll. Dengan iming-iming hadiah besar dan ketenaran menjadi wanita tercantik, peminat kontes kecantikan semakin meningkat dari waktu ke waktu.
Belum lama ini, di Indonesia sendiri telah berlangsung kontes kecantikan Miss Universe Indonesia, dimana pemenangnya akan berkompetisi lagi di tingkat internasional melawan wanita-wanita cantik dari berbagai negara. Miss Universe yang dianggap sebagai salah satu kontes kecantikan terbesar ternyata memiliki skandal yang mengikutinya, yakni adanya pelecehan seksual kepada para kontestan dengan kedok body checking (salah satu bentuk penilaian). Beberapa kontestan yang telah memberikan laporan ke Polda Metro Jaya memberi pengakuan bahwa mereka disuruh telanjang kemudian difoto, hingga diraba bagian intimnya. Dikatakan pula staff yang melakukan body checking tidak hanya perempuan, namun juga staff laki-laki.
Mengingat pada masa orde baru, kontes kecantikan sempat dilarang karena tidak sesuai dengan adat ketimuran Indonesia, hal ini membuat panik dan cemas para pageant lovers. Karena dengan adanya kasus ini, ditakutkan segala kegiatan kontes kecantikan akan dilarang atau justru dibubarkan. Ketakutan lainnya adalah apabila ada larangan bagi para muslimah mengikuti kontes kecantikan sebagaimana aturan yang ditetapkan di Malaysia.
Dalam beberapa hari kasus ini pun menjadi viral, sehingga membuat kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif bekerja sama dengan kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak membentuk tim khusus guna menyelidiki dugaan kasus pelecehan seksual ini.
Kenapa Pemuda-Pemudi Mencintai Kontes Kecantikan?
Indonesia termasuk negara yang industri kontes kecantikannya dari tahun ke tahun semakin banyak peminatnya. Kompetisi seperti ini lama-lama juga terbuka bagi para laki-laki bahkan waria dan transgender. Hingga kini tak terhitung berapa banyak kontes semacam ini. Biasanya sistem kontes berjalan dengan pembelian lisensi. Pembeli lisensi tingkat provinsi akan mengirimkan wakilnya untuk berkompetisi pada organisasi/perusahaan yang membeli lisensi tingkat nasional. Pemenang nasional nantinya akan dikirim ke tingkat internasional.
Tidak sedikit pemuda dan pemudi memiliki minat memenangkan suatu kontes kecantikan, demi memenuhi naluri eksistensi dirinya. Demi mendapat pengakuan luas sebagai orang yang tidak hanya rupawan namun juga berbakat dan memiliki kepintaran. Juga memiliki keinginan menjadi orang yang memiliki pengaruh atau inspirasi bagi orang lain. Karena pemenang kontes kecantikan akan menjadi simbol kesuksesan dan kerja kerasnya.
Menurut Syaikh Taqiyyudin An Nabhani dalam kitabnya Peraturan Hidup Dalam Islam, dijelaskan bahwa setiap manusia Allah ciptakan memiliki potensi kehidupan salah satunya adalah Naluri Baqa’ atau naluri eksistensi diri. Karena itu adalah wajar bagi setiap manusia bila ingin mendapatkan prestasi/pengakuan orang lain atas kerja kerasnya. Wajar bagi setiap orang ingin meraih posisi terbaik.
Namun yang banyak tidak dipahami oleh setiap hamba, bahwa Allah juga mengatur bagaimana menyalurkan potensi tersebut tanpa melanggar perintah-Nya. Kontes kecantikan memiliki banyak agenda yang bertentangan dengan syariat Islam, misalnya :
Pertama, mengusung ide kebebasan berpakaian. Jelas pakaian yang digunakan oleh kontestan suatu ajang kecantikan banyak menyalahi aturan berpakaian dalam Islam, dimana muslimah diwajibkan memakai khimar dan jilbab ketika keluar rumahnya. Aturan lain juga banyak dilanggar, misalnya seperti larangan bertabarruj, melenggak-lenggokkan badan, mendayu-dayukan suara dll. Semua ini adalah hal yang pasti ada dalam sebuah kontes kecantikan. Dengan kata lain kontes kecantikan menjadi wadah yang menumbuhsuburkan perbuatan-perbuatan maksiat dalam lingkup aturan yang mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri.
Kedua, khalwat dan ikhtilat yang tidak bisa dihindarkan. Karena laki-laki dan perempuan bercampur baur tanpa ada batas dengan alasan profesionalisme. Misalnya, kontestan wanita didandani oleh MUA (Make Up Artist) yang seorang pria, atau kontestan wanita dibantu memakai pakaian oleh desainer pria. Sehingga tidak heran bila hal ini bisa menjadi celah adanya skandal pelecehan seksual.
Ketiga, kontes kecantikan selalu mengusung ide-ide pemikiran barat yang tidak bersumber bahkan bertentangan dengan Islam. Misalnya ide kesetaraan gender atau dukungan terhadap LGBTQ+, bahkan hal ini makin gencar sejak Miss Universe Organization dibeli oleh seorang transgender kaya raya asal Thailand, membuat transgender (pria yang operasi kelamin menjadi wanita) juga bisa berkompetisi dengan mereka yang terlahir memang sebagai perempuan. Hal ini akan menjadi semakin rumit, bila ada perempuan asli menjadi teman sekamar seorang transgender. Serumit menempatkan perwakilan Rusia dan Ukraine dalam satu kamar, atau Israel dan palestina dalam satu kamar.
Keempat, dan yang paling penting, salah bila menganggap bahwa advokasi-advokasi yang dibawa oleh para beauty queen mampu menyelesaikan problematika kehidupan. Setiap beauty Queen membawa advokasi atau misi yang berbeda-beda dari tiap negara setiap tahunnya. Ada yang mengangkat isu peduli lingkungan, pendidikan, kesejahteraan ibu dan anak, hentikan perang, dukungan pada komunitas LGBTQ+ dll. Namun berpuluh-puluh tahun dunia kontes kecantikan berlangsung dan dipenuhi dengan para ratu-ratu cantik dari seluruh dunia dengan misi mulia yang berbeda-beda, namun perubahan dunia bukannya semakin membaik, malah semakin kacau balau.
Hal ini membuktikan bahwa membawa perdamaian dunia tidak bisa diwujudkan dengan aturan-aturan yang datang dari keinginan dan pemikiran manusia. Karena manusia yang memproduksi aturan adalah makhluk lemah, terbatas dan bergantung. Maka aturan yang tercipta pun pasti memiliki kelemahan yang tidak bisa bertanggung jawab menciptakan perdamaian manusia. Manusia akan terus mengalami masalah, konflik dan kemunduran peradaban jika tidak kembali pada aturan-aturan sempurna yang diciptakan oleh Allah SWT, Sang Maha Segala-galanya.
Allah telah mengatur cara menyalurkan naluri baqa’ yang sesuai dengan syariat yakni dengan cara beramal shalih dan saling nasihat dan menasihati dalam kebenaran dan kesabaran (QS. AL Ashr). Seorang hamba Allah menyadari bahwa FINAL SHOW sesungguhnya bukan seperti malam pertunjukan kontes kecantikan dimana salah seorang kontestan akan dinobatkan sebagai pemenang dan diberi mahkota dan hadiah melimpah. Namun Final Show sesungguhnya adalah hari dimana akan ditentukan tempat kita berpulang selamanya, yakni apakah menetap ke surga ataukah tinggal di neraka. Pada saat itu yang menjadi juri bukanlah para pengusaha, fashion expert, ratu kecantikan dll seperti pada kontes kecantikan pada umumnya. Namun penilaian kita akan berdasar pada apakah kita menaati ketentuan-ketentuan yang berlaku selama hidup di dunia atau tidak. Dan pemberi keputusan tertinggi adalah THE ONE AND ONLY, Allah SWT.
Dengan begitu, tidak hanya kontes kecantikan membawa kemudharatan di dunia bagi para wanita, yang seharusnya menjadi rahim peradaban dan penggerak perubahan. Namun disulap tak lebih menjadi objek eksploitasi kapitalistik di zaman sekarang. Sudah sewajibnya sebagai wanita dengan tegas mengatakan bahwa wanita tidak membutuhkan kontes kecantikan! Wallahu a’lam bis showab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google