View Full Version
Senin, 21 Aug 2023

Pernikahan Beda Agama, Keluarga Mau Dibawa Kemana?

 

Oleh: Naila Dhofarina Noor

 

Pernikahan adalah janji suci sepasang insan dihadapan Sang Pencipta Pemilik Kehidupan. Sebagai muslimah , ibadah separuh dien ini, akan menjadikan ia diposisi taat pada suami sebagai imam dalam keluarga. Sebagai muslim, jabat tangan akad nikah yang ia lakukan, akan menjadikan ia wajib bertanggung jawab atas kepemimpinannya terhadap keluarganya. Oleh karenanya, meniscayakan bagi muslim muslimah untuk memasang kriteria pasangan yang bisa membimbing/ dibimbing menuju surga dan bisa menjadi ayah/ibu teladan bagi anak-anaknya.

Sayangnya, disaat pernikahan tidak terjaga dalam bingkai agama dan sebatas cinta nafsu, akan melemahkan bahkan meruntuhkan benteng keyakinan dalam keluarga. Terlebih dengan kebolehan pencatatan perkawinan beda agama di negeri mayoritas muslim ini, semakin membuka jalan pemurtadan.

Fakta terbaru, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) telah mengizinkan pernikahan beda agama di antara dua pasangan kekasih Islam dan Kristen. "Heterogenitas penduduk Indonesia dan bermacam agama yang diakui secara sah keberadaannya di Indonesia, maka sangat ironis bilamana perkawinan beda agama di Indonesia tidak diperbolehkan karena tidak diatur dalam suatu undang-undang," ucap hakim Bintang AL dari pertimbangan penetapannya sebagaimana dikutip detikcom, Minggu (25/6/2023).

Bertentangan

Jika kita analisis mendalam, putusan tersebut, bertentangan dengan beberapa hal. Diantaranya, UU no.1 tahun 1974, putusan MK, fatwa MUI, kitab Nasrani, dan yang utama bertentangan dengan AlQur'an.

Pertama, UU no.1 tahun 1974 pasal 2 ayat1 tentang Perkawinan jelas menegaskan bahwa pernikahan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu . Selain itu terdapat instruksi presiden RI nomor 1 tahun 1991 tentang KHI (Kompilasi Hukum Islam) pasal 44 yang menyebutkan, "Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan pernikahan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam".

Kedua, saat ada upaya mengubah UU tersebut, MK menolak. Hal tersebut diungkapkan oleh Hakim Konstitusi Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih saat membacakan pertimbangan hukum MK dalam Putusan Nomor 24/PUU-XX/2022, perkara pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) . Permohonan diajukan oleh E. Ramos Petege yang merupakan seorang pemeluk agama Katolik yang hendak menikah dengan perempuan beragama Islam. Sidang pengucapan putusan digelar di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (31/1/2023). Dalam amar putusan, MK menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya. “Amar putusan, mengadili, menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” kata  Ketua MK Anwar Usman yang membacakan Amar Putusan dengan didampingi delapan Hakim Konstitusi lainnya di Ruang Sidang MK. (mkri.go.id.,31/01/2023)

Ketiga, MUI telah mengeluarkan fatwa no.4/NMUNASVII/MUI/8/2005 tentang hukum larangan pernikahan beda agama sebagai berikut: (1) perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah; (2) Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita ahli kitab menurut qaul mu'tamad (pendapat yang diunggulkan) adalah haram dan tidak sah.

Dalam tinjauan fikih perihak ahli kitab pada QS.AlMaidah ayat 5, ulama beda pendapat. Madzhab syafi'i menjelaskan bahwa ahli kitab tersebut sebelum mengalami penyimpangan. Sementara mazhab lainnya yakni Hanafi, Maliki, Hanbali, ahli kitab tersebut mutlak.

"Karena melihat konteks dari budaya Indonesia, dimana anak lebih dekat kepada Ibu. Misal pendidikannya, mulai kecil tarbiyahnya lebih dekat pada Ibu. Jadi, fatwa kita tetap mengharamkan. Ini menjadi panduan bagi masyarakat.," tutur KH.Miftahul Huda, sekretaris komisi fatwa MUI. (republika.comid,26/6/2023)

Keempat, dalam perjanjian alam, kitab ulangan 7:3, umat nasrani dilarang untuk menikah dengan yang berbeda agama.

Kelima, mengenai haramnya pernikahan beda agama dalil qath'i dalam AlQur'an diantaranya Albaqarah: 221 dan AlMumtahanah :10.

Meski demikian bertentangannya, masih saja ada upaya-upaya meluaskan pernikahan beda agama. Gagal melalui jalan pengubahan UU perkawinan, mereka berusaha mendapatkan legitimasi dari Pengadilan Negeri. Sebelum di Jakpus, putusan serupa juga muncul di PN Surabaya, Yogyakarta, Tangerang, dan Jaksel.

Liberalisme

Inilah salah satu fakta yang terjadi karena sekulerisme yang melahirkan liberalisme. Liberalisme sendiri adalah paham kebebasan yang mengesampingkan fungsi agama sebagai pedoman hidup manusia. Didalamnya terkandung prinsip hidup: setiap individu bebas melalukan apapun sesuai keinginannya. Tidak peduli bertentangan dengan agama atau tidak.

Lebih jauh lagi, bahaya dari pernikahan beda agama ini adalah masa depan anak-anaknya. Mereka tumbuh menjadi generasi yang juga sekuler, cenderung tidak mau ambil pusing mendalami agama, sehingga menjadi generasi apatis. Bahkan kerap pindah-pindah agama karena labil kepribadiannya. Disisi lain, hubungan dari pasangan beda agama terhukumi perzinahan yang sangat berat dosanya dihadapan Allah. Banyak wanita muslimah yang berpotensi tercabut keimanannya karena penekanan suami yang beda agama. Ini sangat membahayakan keluarga muslim khususnya, padahal keluarga adalah benteng peradaban Islam.

Oleh karenanya, butuh upaya kesadaran bersama untuk mendasari pernikahan dengan keimanan dan sesuai dengan tuntunan Islam. Jika kita diam dengan penyimpangan ini, dan akhirnya benar-benar dibiarkan tidak ada upaya pergerakan menghentikannya. Wallahu alam. (rf/voaa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version