View Full Version
Jum'at, 27 Oct 2023

Pilih Ibu atau Istri? Laki-laki Harus Tahu Ilmunya

 

Oleh: Ameena N

Lebih utama ibu atau istri? Gara-gara tersebarnya video pertanyaan dari salah satu jama’ah Ustad Hanan Attaki mengenai suaminya yang menceraikannya demi ibunya tersebut, banyak sekali yang ikut menanyakan hal serupa, antara ibu dan istri, mana yang lebih utama?

Sebenarnya pertanyaan ini membingungkan karena beberapa ulama berpendapat bahwa keduanya sama penting dan sama sekali tidak bisa dipilih atau dibanding-bandingkan. Ibarat disuruh memilih makan atau minum, kita mana bisa memilih salah satunya saja jika ingin bertahan hidup. Sama dengan hal ini, demi meraih ridha Allah, mana bisa kita memilih dari salah satunya saja.

Amanah untuk memperlakukan ibu dan istri dapat dijalankan sekaligus tanpa mengorbankan salah satunya. Kedua dalil ini dapat menggambarkan betapa penting kedua kewajiban tersebut untuk dilaksanakan:

“Kami memerintahkan manusia (untuk berbuat baik) kepada kedua orangtuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah kepayahan dan menyapihnya pada dua tahun. ‘Bersyukurlah kepada-Ku dan kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu.’” (QS. Luqman: 14)

“Takutlah kepada Allah perihal perempuan karena kalian mengambil mereka dengan amanat Allah dan menghalalkan farji mereka dengan kalimat-Nya... Kalian berkewajiban memberi makan dan pakaian secara baik.” (HR. Muslim, Abu Dawud, dan Ibnu Majah).

Jika berbicara mengenai nafkah, kewajiban suami terhadap istri yang harus didahulukan adalah tentang nafkah. Suami harus menafkahi istrinya walau pun istrinya kaya atau bahkan memiliki gaji alias bisa menafkahi dirinya sendiri karena memberi nafkah pada istri itu hukumnya wajib. Sedangkan, menafkahi orang tua itu hukumnya sunnah. Akan tetapi, menafkahi orang tua hukumnya baru akan berubah menjadi wajib, jika mencakup dua syarat, yaitu orang tua yang miskin, dan anak yang kaya dan memiliki kelebihan nafkah setelah nafkah yang bisa ia berikan kepada istri dan anaknya.

Namun, dalam kasus jama’ah yang diceraikan suami demi ibu mertuanya ini sedikit kompleks.  Karena kita tidak tahu detail masalahnya bagaimana. Apakah karena nafkah, perhatian, atau masalah lain, kita tidak tahu. Dan Ustad Hanan Attaki pun menjawab persoalan ini sebagai sebuah musibah dan ujian bagi jama’ah yang bertanya ini dan menyuruhnya untuk bersabar dan mengembalikan, menyerahkan semua ini pada Allah.

Seorang mertua seharusnya menjadi penengah, penasehat, dan pendukung bagi kehidupan rumah tangga anaknya. Bukan sebaliknya, malah membebaninya dengan menggunakan dalil ‘berbakti kepada ibu itu harus bagi seorang anak laki-laki walau ia sudah menikah’. Seorang ibu harus sadar bahwa bahwa anaknya sudah menikah dan memiliki tanggung jawab lain selain dirinya sehingga janganlah menyulitkan anaknya dengan berbagai tuntutan yang memberatkan

Begitu pun seorang istri, ia juga harus menjadi sosok yang bisa mendukung suaminya agar bisa berbakti pada ibunya. Karena memang benar jika yang paling berhak terhadap seorang laki-laki adalah ibunya sebagaimana dengan hadits Rasulullah berikut,

“Siapakah yang berhak terhadap seorang wanita?” Rasulullah menjawab: “Suaminya” (apabila sudah menikah). Kemudian Aisyah Radhiyallahu’anhu bertanya lagi: “Siapakah yang berhak terhadap seorang laki-laki?” Rasulullah menjawab: “Ibunya.” (HR. Muslim).

Intinya, kedua perempuan ini juga harus saling mendukung juga saling mengalah demi meraih ridha Allah. Jadi beban pria yang sedang memegang amanah ini lebih ringan dengan adanya dukungan dari dua orang yang menjadi tanggung jawabnya itu. Berbakti pada ibu itu harus, tapi jangan sampai mengabaikan atau bahkan sampai menyakiti istri, begitu pula sebaliknya. Memenuhi tanggung jawab terhadap istri itu harus, tapi jangan sampai mengabaikan atau bahkan sampai menyakiti ibu. Wallahua’lam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version