Oleh : Euis Hamidah
Setiap tanggal 12 November, rakyat Indonesia memperingatinya sebagai hari Ayah atau dengan kata lain, Hari Ayah Nasional. Ayah adalah sosok laki-laki yang menyebabkan seorang individu lahir ke dunia. Seperti halnya seorang Ibu, ayah pun punya peran yang sangat besar bagi perkembangan ananda tercintanya.
Indonesia menjadi negera tiga terbesar yang kehilangan figur Ayah dalam pengasuhan anak atau dalam istilah lain disebut sebagai fatherless. Fatherless atau hilangnya figur ayah dalam pengasuhan ini dapat bermakna ganda. Fatherless dapat bermakna asli yaitu, tidak adanya sosok ayah dalam keluarga karena sudah kembali kepada Sang Mahakuasa, atau bermakna semu yaitu, tidak adanya kontribusi sosok ayah dalam pengasuhan anak.
Fenomena Fatherless yang bermakna semu biasanya terjadi karena sosok ayah sudah terlalu lelah berinteraksi di luar rumah seharian. Ayah begitu giat mencari kerja di luar untuk memenuhi segala kebutuhan yang diperlukan di rumah, belum lagi jika ayah merupakan sosok yang harus menanggung pula kebutuhan kedua orangtuanya. Hal ini menyebabkan sosok ayah bekerja sangat ekstra di luar sehingga ketika anak bermain di rumah, ayah sudah merasa keletihan dan enggan untuk bermain dengan anak. Atau yang lebih parahnya karena hubungan orang tua anak sudah selesai (bercerai) anak yang terkena imbasnya, yaitu kehilangan sosok ayah dalam hidupnya.
Fenomena fatherless ini sudah sepatutnya kita hindari sebagai seorang muslim. Karena dalam Islam, yang bertanggung jawab atas pendidikan dan pengasuhan anak bukan hanya Ibu, namun juga ayah. Jika ibu dipandang sebagai al umm madrasatul ulaa atau ibu sebagai madrasah (sekolah) pertama bagi anaknya, maka perlu digaris bawahi bahwa seorang guru bekerja dan diawasi oleh seorang kepala sekolah. Dalam hal ini, ayah merupakan sosok kepala sekolahnya. Layaknya sekolah, maka pendidikan anak di rumah harus dirancang dengan sedemikian rupa dengan menghadirkan sosok kepala sekolah dan guru yang bersama-sama menetapkan arah dan tujuan pendidikan yang akan diterapkan di rumah. Sayangnya, pada saat ini tidak semua orang tua atau sosok ayah faham akan perannya sebagai kepala sekolah.
Peran seorang ayah dalam mendidik anak sangat begitu besar pengaruhnya. Dalam tinjauan psikologis, menurut Grimm- Wassil dalam Sri Muliati Abdullah (Universitas Mercu Buana Yogyakarta) mengatakan bahwa ayah mempunyai pengaruh dalam beberapa khusus area perkembangan anak, yaitu :
Selain itu, dampak pengasuhan ayah terhadap anaknya juga berbeda. Sebagaimana yang dilansir dalam HaiBunda.com terdapat 7 dampak psikologis anak laki-laki dan perempuan yang dekat dengan ayahnya. Dampak psikologis anak laki-laki dekat dengan ayah diantarnya :
Dampak psikologis anak perempuan dekat dengan ayahnya diantaranya :
Selain peran ayah yang ditinjau dari segi psikologis, sebagai seorang muslim tentu saja kita harus memahami peran ayah dalam segi Islam. Sebagaimana yang dipaparkan oleh Airifin dalam sebuah Tesis yang berjudul “Peran Ayah Dalam Pendidikan Anak (Studi Analisis Dalam Buku “Ayahku” Karya Hamka)” karya Annas Nur Fahmi menyatakan bahwa peran ayah dalam segi Islam adalah sebagai berikut :
Maa syaa Allah, begitu banyaknya peran seorang ayah bagi perkembangan anak kedepannya. Tahukah kamu? Meskipun Rasulullah SAW sudah kehilangan sosok ayahnya secara fisik sejak usia dalam kandungan, tetapi laki-laki dewasa sekitarnya tetap menjalankan peran ayah dalam mendidik Rasulullah SAW dimulai dari kakeknya, Abdul Muthalib hingga pamannya, Abu Thalib. Jadi, meskipun Rasulullah SAW menjadi seorang yatim sejak lahir, tetapi tugas dan peran seorang ayah tetap hadir dalam pengasuhan Muhammad kecil. Sehingga ketika dewasa, Rasulullah sudah sangat siap diangkat menjadi seorang Nabi dan Rasul terakhir.
So, yuk para ayah! Kita dampingi ananda tercinta dalam setiap masa perkembangannya. Sesibuk apapun kegiatanmu di luar, selelah apapun dirimu ketika pulang ke rumah, tetaplah luangkan waktu untuk bermain sekaligus memberikan tadrib kepada anak walaupun hanya sebentar saja. Semua ini bukan hanya tentang panjangnya waktu yang di luangkan bagi anak, tetapi juga tentang seberapa bermaknanya proses interaksi antara ayah dan anak agar kelak anak menjadi sosok yang sholih dan sholiha sesuai harapan kedua orang tua. Wallahu a’lam bishshowab. (rf/voa-islam.com)