View Full Version
Rabu, 03 Jan 2024

Aborsi Marak di Kalangan Muda, Gejala Apakah?

 

Oleh: Rima Septiani, S.Pd

Aborsi menjadi salah satu isu klasik yang kembali mengemuka. Baru-baru ini, kasus aborsi  ilegal kembali mencuat ke permukaan dengan tangkapan lima perempuan terduga pelaku di sebuah klinik yang berlokasi di salah satu apartemen Kelapa Gading, Jakarta Utara. Polisi menemukan janin bayi dibuang ke septic tank saat mengungkap praktik aborsi ilegal tersebut. Ironisnya, di antara pelaku diberitakan hanya lulusan SMA dan SMP, tanpa latar belakang medis.

Berdasarkan hasil penyelidikan sementara, praktik aborsi tersebut diakui sudah 20 kali dilakukan selama dua bulan terakhir. Tarif yang ditetapkan untuk masing-masing pasien berbeda-beda,  berkisar Rp. 10 juta sampai Rp. 12 juta.(rri.co.id/21/12/2023)

Mengapa Aborsi Makin Marak?

Praktik aborsi merupakan hal yang menjadi perhatian. Kompleksitas persoalan aborsi tak pernah menemui ujungnya. Mencuatnya kasus aborsi dan penemuan klinik aborsi ilegal di tengah masyarakat mengindikasikan bahwa pergaulan bebas di Indonesia makin hari keadaannya makin mengkhawatirkan. Tak bisa dipungkiri, penyebab dominan terjadinya aborsi ilegal ini disebabkan karena pergaulan bebas yang berkembang pesat.  

Salah satu jenis pergaulan bebas yang banyak diminati generasi muda selain merokok, narkoba dan tawuran adalah seks bebas. BKKBN mencatat bahwa pada remaja usia 16 - 17 tahun ada sebanyak 60 persen remaja yang melakukan hubungan seksual, usia 14 - 15 tahun ada sebanyak 20 persen, dan pada usia 19 - 20 sebanyak 20 persen.(news.solopos.com)

Kita tak bisa menutup mata,  bahwa gaya hidup bebas dan cenderung hedonisme  seperti hura-hura sudah menjadi bagian yang diminati di kalangan remaja. Kurangnya pegangan hidup remaja terhadap aturan agama menjadikan mereka justru bablas tak terkendali.

Ungkapan “masa remaja adalah masa abu-abu, labil, emosional dan ekspresif” pada akhirnya menjerumuskan  remaja  pada seks bebas. Mereka menganggap  perilaku tersebut sudah dianggap biasa di kalangan sebayanya. Ditambah dengan tanggapan yang salah dari ungkapan “masa SMA adalah masa yang paling menyenangkan dan harus dinikmati”

Semua ini didukung dengan pandangan HAM (Hak Asasi Manusia) yang mengkategorikan pergaulan merupakan salah satu hak manusia yang perlu dibebaskan, sehingga manusia tidak boleh dibatasi dalam pergaulan. Pandangan inilah yang pada akhirnya menjadikan para generasi bebas berekspresi dan bebas memilih jalan hidup tanpa aturan agama.

Larangan khalwat, ikhtilat, tabaruj, hingga pacaran, tidak lagi menjadi perhatian penting para generasi muda. Perempuan saat ini tidak lagi memikirkan kehormatan dan kemuliaan dirinya. Disentuh laki-laki sudah menjadi biasa. Berduaan menjadi hal yang lumrah terjadi saat ini. Kebablasan dalam berinteraksi dengan lawan jenis sudah bukan hal tabu lagi, budaya pacaran menjadi kebiasaan. Padahal inilah yang menjadi pintu terjadinya perzinahan yang mengakibatkan kasus aborsi ilegal semakin menjamur.

Hal ini diperparah dengan kemudahan akses  situs-situs pornografi yang sangat diminati oleh generasi muda. Tontonan yang membangkitkan syahwat justru dibiarkan tayang. Tayangan unfaedah dan nihil edukasi justru mendapatkan tempat.  Tontonan salah  justru menjadi tuntunan. Perbuatan maksiat justru mendapatkan panggung.

Pengaruh negatif atas kemajuan teknologi informasi  justru banyak terjadi pada generasi. Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (Kemen PPPA) mengungkapkan bahwa 66,6 persen anak laki-laki dan 62,3 persen anak perempuan di Indonesia menyaksikan kegiatan seksual pornografi melalui media daring. Maka wajar jika Indonesia pernah dijuluki sebagai pengakses pornografi kedua di dunia, tahun 2018. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan.

Di sisi yang lain, rapuhnya ketahanan keluarga membuat generasi muda mengalami dekadensi moral, sehingga mereka terjerumus pada pergaulan bebas. Kerusakan seorang anak kebanyakan berawal dari rumah. Sebab, rumah tidak lagi menjadi tempat nyaman untuk dekat dengan orangtua. Anak-anak  kehilangan figur terbaik di rumahnya.

Banyak anak yang justru mengalami kekecewaan terhadap orang tuanya, pola pendidikan yang otoriter membuat anak merasa bahwa orang tua adalah ancaman. Kurangnya komunikasi intens antara  anak dan orang tua menjadi penyebab anak merasa tidak mempunyai tempat pelarian untuk melepas penat.

Akibat Sekularisme

Merebaknya praktik aborsi di tengah masyarakat merupakan dampak diterapkannya kehidupan yang berasaskan sekularisme. Kehidupan yang terbentuk akibat paham sekularisme menjadikan  pergaulan bebas semakin menjadi. Merebak dari di kota metropolitan hingga ke daerah pelosok. Pelakunya  pun banyak dijumpai dari kalangan remaja dan anak-anak usia sekolah.  Tentu kondisi ini sangat memprihatinkan sebab moral generasi semakin rusak.

Kita harus mengakui, bahwa tingginya angka praktik aborsi ilegal adalah sebuah fakta yang memprihatinkan. Beragamnya data statistik yang dikeluarkan oleh beberapa lembaga mengenai frekuensi tindakan aborsi, mengindikasikan realitas aborsi sebagai fenomena gunung es.

Data yang dilansir adalah data yang tampak dan terekam di atas permukaan, sementara realitas  yang sesungguhnya terjadi justru jauh lebih banyak  dari yang terdata. Angka ini terus meningkat, meskipun lagi-lagi angka yang muncul bukanlah angka yang sesungguhnya. Karena fakta yang terjadi di lapangan,  aborsi ilegal seringkali ditutupi, diketahui hanya pada saat polisi mengungkap praktiknya.

Indonesia sebenarnya  negara yang menentang praktik aborsi ilegal, sebab dikategorikan sebagai kejahatan pidana. Namun regulasi hukum yang diharapkan mampu meminimalisir tindak aborsi ilegal nyatanya belum memecahkan akar masalah.

Untuk itu, perlu adanya  upaya dari  negara yang lebih kuat lagi untuk menghentikan masalah aborsi ilegal yang terus menjamur.  Negara diharapkan mampu menutup rapat kran aktivitas ilegal dengan cara  melakukan pembinaan individu, perbaikan masyarakat, hingga mekanisme pelaksanaan  hukum oleh negara haruslah tegas nan jera terhadap layanan aborsi ilegal.

Pandangan Islam

Sebagai muslim, menyikapi masalah aborsi ini hendaknya dengan kacamata Islam. Kita harus pahami bahwa kerusakan generasi dan masyarakat saat ini terjadi karena masyarakat hidup bukan berlandaskan akidah Islam. Potret kehidupan yang tegak sangat jauh dari aturan  agama. Sehingga wajar jika akidah sekuler membentuk manusia-manusia minus iman dan bertingkah laku tanpa memperhatikan halal haram.

Untuk itu, Islam hadir membawa seperangkat aturan yang akan mnyelesaikan akar masalah terjadinya seks bebas hingga aborsi. Dengan jaminan  sistem pendidikan berbasis akidah Islam, negara  akan memberikan pendidikan yang baik pada generasi. Umat akan terbina dengan ilmu agama, sehingga masyarakat pun  akan melakukan  pengawasan terhadap perilaku maksiat. Masyarakat pada akhirnya melakukan amar makruf nahi mungkar.

Penerapan sistem sanksi yang tegas akan memberikan efek jera bagi pelaku maksiat. Angka kriminalitas dipastikan akan menurun drastis  jika negara memberikan sanksi jera bagi pelaku maksiat, seperti hukuman cambuk bagi zina ghairu muhshan dan rajam bagi zina. Negara harus mencegah merajalelanya  tayangan-tayangan remaja yang menyajikan tontonan yang erat kaitannya dengan pergaulan bebas.

Islam secara tegas melarang praktik aborsi. Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah satu dosa yang besar .” (TQS Al-Isra : 31)

Semua itu membutuhkan peran negara untuk menutup ruang kemaksiatan secara menyeluruh. Negara tidak akan membiarkan terbukanya peluang bisnis haram seperti klinik aborsi.  Sebab negara memiliki perangkat hukum komprehensif dalam mencegah maksiat dan menindak pelaku berdasarkan syariat islam. Dengan penerapan Islam yang sempurna, generasi akan terlindungi, masyarakat juga akan mengawasi dan negara mengurusi. Wallahu alam bi ash shawwab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google

 


latestnews

View Full Version