Oleh: Yauma Bunga Yusyananda
( Anggota Kesatria Aksara Kota Bandung )
Awal tahun dibuka dengan kabar tentang kasus pelecehan terhadap anak. Di Pekanbaru, seorang anak laki-laki yang masih duduk di bangku TK mengalami pelecehan. Hal ini dilakukan oleh teman sekelasnya sendiri ketika guru sedang tidak ada. Dia diancam jika tidak melakukan apa yang disuruh maka tidak akan ditemani.
Dampaknya anak ini menjadi sering menggosokkan penisnya ke ibunya dengan posisi yang tidak baik. Dia mengatakan hal ini diajarkan oleh temannya saat tidak ada guru. Pelaku yang masih anak-anak juga mengakui bahwa dia pernah melihat hal tersebut di handphone bapaknya.
Sikap sekolah merasa itu hanya bermain-main saja walau sudah mengarah ke arah yang tidak baik. Anak dianggap belum memahami dan mengerti dengan perbuatan yang dilakukannya. Anak yang mengajarkan hal tersebut juga sudah pindah sekolah dan orang tua dari pelaku juga tidak ada niatan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Orang tua korban hanya bisa berkeluh kesah dan bingung dengan hal ini meski sudah dilaporkan ke pihak yang berwajib.
Sebagai orang tua dan pemerhati generasi, Islam mengajarkan pendekatan yang tidak membuat anak menjadi manja. Anak perlu diberikan hak-hak dan tanggung jawab sesuai usia mereka, seperti membereskan mainan sendiri atau membantu pekerjaan rumah sesuai usia mereka. Pendidikan sebagai orang tua memerlukan pengukuran yang tepat dalam memgevaluasi anak-anak kita.
Penting untuk mengajarkan seksualitas sesuai gendernya dengan pendekatan yang tepat juga. Anak harus diyakinkan tentang jenis kelaminnya dan dibimbing oleh orang tua sesuai peran masing-masing, anak perempuan melalui ibunya dan begitupun anak laki-laki bisa melalui ayah mereka.
Saudara - saudara yang memiliki gender sama bisa menjadi opsi referensi selanjutnya jika peran orangtua mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan anak-anak, seperti ditinggal wafat ataupun karena bekerja yang tidak memungkinkan. Melatih toilet training juga dapat diajarkan sejak dini, dan penting untuk menjelaskan proses-proses dengan nilai-nilai kebersihan yang diajarkan oleh Islam.
Kita sebagai orangtua harus membuka ruang komunikasi dengan anak agar dapat mencegah anak mendapatkan informasi negatif. Evaluasi setiap informasi yang diterima oleh anak, agar kita sebagai orangtua dapat membentuk nilai-nilai positif serta hal yang baik yang harus dilakukan oleh anak-anak kita.
Maka penting juga bagi kita serta anak untuk menghindari pengaruh negatif, kita juga perlu mengajarkan anak membedakan baik-buruk, dan menjaga diri dari pengaruh lingkungan yang tidak aman. Dengan belajar Islam yang aplikatif serta menyeluruh dalam kehidupan insyaa Allah penjagaan diri bisa dilakukan dengan baik serta optimal.
Sejujurnya, perlu juga bagi kita semua bekerjasama dengan negara untuk memblokir situs-situs tidak baik. Sebagai orangtua jika kita menyayangi anak-anak kita maka memang diperlukan pengawasan pemakaian dan kontrol penggunaan gadget, bukan seolah banyaj aturan, namun karena negara belum bisa memberhentikan situs-situs tidak baik, maka tetap diperlukan peran kita didalamnya.
Semoga ada jalan solusi bagi kita semua, terutama bagi negara ini untuk berani memblock kanal-kanal yang tidak baik yang berpengaruh pada kehidupan generasi selanjutnya.
Dan tugas kita para orangtua serta pemerhati generasi, semoga kita segera mampu menginstall pada diri kita, pada diri anak-anak agar memiliki benteng diri yang kuat yaitu agama dengan menjadikan Islam sebagai poros kehidupan dalam segala perbuatan.
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.” (Q.S. al-Nisa’/4:9). Wallohu’alam bi ash showab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google