Oleh: Sunarti
"Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang penggalah," peribahasa yang sudah tidak berlaku lagi saat ini. Naluri mulia sesosok ibu telah luntur dan hampir tiada. Naluri manusia yang sejatinya tidak pernah tergantikan oleh kasih sayang dari siapapun. Sayangnya, di alam sekuler saat ini, naluri dasar pun telah tergeser oleh kesenangan duniawi yang melenakan. Bahkan tega meninggalkan anak kandung yang masih bayi hingga menemui ajal demi mengejar kesenangan semata.
Kasus yang baru saja terjadi menunjuk betapa naluri keibuan telah bergeser jauh dari lubuk hati sosok mulia perempuan. Sebut saja kasus tewasnya bayi Jailyn yang berusia 16 bulan setelah ditinggal liburan ibunya selama 10 hari. Dikutip dari CNN Indonesia.com, seorang bayi di Ohio Amerika Serikat yang meninggal dunia akibat ditelantarkan oleh ibunya. Jailyn ditinggalkan sendirian di dalam box tempat tidurnya tanpa makanan dan minuman. Sementara ibunya Kristel Candelario (32) pergi liburan ke Puerto Rico selama 10 hari. Saat dia kembali ke rumah, anak bernama Jailyn dalam kondisi tidak responsif, tubuhnya dipenuhi kotorannya sendiri.
Kasus viral ini membuktikan bahwa dunia ibu tidak sedang baik-baik saja. Bagaimana bisa seorang ibu lebih memilih menyenangkan dirinya sendiri dibandingkan dengan anaknya yang masih bayi dan pastinya masih membutuhkan campur tangan ibu untuk memenuhi kebutuhan hajat dan kebutuhan lainnya.
Bergesernya Naluri Kasih Sayang
Saat ini kehidupan kapitalistik telah jauh merubah sifat alami manusia. Contohnya kebebasan berperilaku yang telah membuat manusia meninggalkan kodrat aslinya. Kasus Jailyn bukan satu saja, tapi banyak. Bahkan tega menghilangkan nyawa anak kandungnya sendiri. Tentunya ini terjadi juga karena banyak faktor. Selain faktor ekonomi, faktor lain juga tak kalah penting untuk diperhatikan.
Contohnya faktor standar dalam kehidupan. Saat ini standar kebahagiaan manusia bukan lagi menganut aturan Tuhan (baca Allah). Akan tetapi standar kebahagiaan adalah banyaknya harta. Banyak harta dianggap bisa bahagia karena bisa menggunakan harta untuk urusan apapun, termasuk hal-hal yang tidak penting. Sebut saja jalan-jalan atau liburan, healing atau pariwisata dan kesenangan-kesenangan yang lain yang dianggap penting dalam sistem sekular-liberal saat ini. Karena merasa bahagia sehingga abai akan urusan atau apa yang diamanahkan padanya. Kasus Jailyn adalah salah satu contohnya.
Inilah mengapa naluri kasih sayang bergeser dengan naluri mengeksistensikan dirinya. Tak heran jika anak yang seharusnya diperhatikan dan diasuh sesuai kebutuhan usianya, serta limpahan kasih sayang, justru menjadi korban kehidupan hedonis ibunya. Jailyn hanya salah satu tumbal dari sekian korban kapitalisme di dunia ini.
Penyaluran Naluri yang Sesuai dengan Tempatnya
Secara alami Tuhan (Allah) memberikan naluri dan kebutuhan hajat kepada setiap manusia. Naluri manusia diberikan dengan tiga hal pokok, yaitu naluri ketuhanan (mengagungkan kebesaran atau naluri ta'dayun), naluri mempertahankan diri (gharizah baqa') dan naluri kebutuhan biologis atau kasih sayang (gharizah nau').
Ketiga naluri ini jika disalurkan tidak pada tempatnya maka yang terjadi adalah kerusakan. Naluri ketuhanan misalnya, jika tidak ada tuntutan dalam penyembahan, maka manusia akan menyembah sesuatu yang dia anggap besar dan menguasai kehidupan dia. Atau tanpa sadar manusia akan mengagungkan sesuatu tanpa disadarinya. Seperti mengagungkan ideologi.
Naluri mempertahankan diri jika disalurkan tidak dengan tuntutan dari Sang Pencipta maka dia akan seenak akalnya saja melampiaskan. Dia akan bersikap congkak, tinggi hati hingga menolak kebenaran.
Kemudian naluri seksual atau naluri kebutuhan biologis akan disalurkan sesuai kesenangan manusia jika tidak diatur dengan tuntutan dari Allah SWT. Ini membuat kehidupan yang serba bebas pada manusia, termasuk bebas melampiaskan nafsu seksualnya.
Penjagaan Penyaluran Naluri Manusia
Dalam kehidupan manusia sejatinya Allah memberikan aturan yang lengkap untuk seluruh aktivitasnya. Mulai dari urusan rumah hingga urusan pemerintah. Manusianya saja yang enggan mentaati aturan Allah.
Dalam sistem Islam penyembahan kepada Sang Pencipta diajarkan dan dikuatkan sejak usia dini. Sehingga keimanan dan ketaatan kepada Allah akan terjaga. Yang lalai akan kewajibannya akan diingatkan bahkan akan dikenakan sanksi bagi yang melanggarnya.
Pun dalam urusan pemenuhan kebutuhan dasar yaitu pangan, sandang dan papan telah disertakan dalam Al Qur'an maupun as Sunnah. Di tiap-tiap cara pemenuhannya ada aturan yang komplit. Ada aturan standar yang sama yaitu halal dan haram.
Dari itu semua ada hal dan kewajiban manusia. Hak untuk hidup sejahtera dan kewajiban untuk taat kepada setiap aturan Sang Pencipta. Sehingga kehidupan yang harmonis dan sejahtera bisa terwujudkan. Ini didukung dengan sebuah ideologi yang sempurna yang di dalamnya ada aturan Allah sebagai sumber hukum. Sehingga standar bahagia dan standar perilaku masyarakatnya sama yaitu bahagia ketika mendapat ridha dari Allah SWT. dan halal-haram sebagai standar perilaku. Tentunya ini tidak bisa terlaksana jika tanpa ada institusi negara yang menerapkan sistem Islam yang sempurna.
Khatimah
Kasus Jailyn bukan sekedar kelalaian seorang ibu, tapi telah lunturnya naluri manusia dalam menyalurkan gharizah nau', gharizah baqa' dan gharizah tadayun.
Manusia dalam sistem sekular-liberal sekarang telah menempatkan ketiga naluri tersebut secara tumpang tindih. Akibatnya kerusakan yang terjadi. Butuh aturan yang tegas untuk memberikan efek jera bagi seorang ibu maupun warga lain jika melakukan hal di luar perikemanusiaan dan hal tersebut termasuk dalam kategori menghilangkan nyawa seseorang yang sangat tegas dilarang.
Dalam firman Allah SWT. yang ada dalam QS. Alhamdulillah Isra' ayat 33, yang artinya:
"Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar."
Wallahu alam bisawab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google