View Full Version
Ahad, 10 Nov 2024

Pernikahan Bukanlah Akhir bagi Perempuan

 

Oleh: Nur Ameena

Bagi kebanyakan orang saat ini, khususnya di Indonesia, pernikahan bagi perempuan adalah akhir dari segalanya. Kalau ada perempuan yang menikah muda, mereka langsung menyayangkan hal itu. Mereka berpikir sayang sekali, padahal masih muda, masih banyak hal yang bisa dilakukan, masih bisa belajar ke perguruan tinggi, mencari uang, mengejar karir, menjelajah dunia, tapi malah memilih untuk menikah. Bahkan ada yang merasa bahwa ketika perempuan sudah menikah, maka dia tidak akan memiliki kesempatan yang sama dengan perempuan-perempuan yang belum menikah dalam mengejar itu semua. Pernikahan dianggap sebagai sebuah penjara bagi perempuan.

Padahal, hal itu sama sekali tidak benar. Ada banyak sekali perempuan yang justru sukses ketika dia sudah menikah. Karirnya bagus, pendidikannya tinggi, mandiri, berdikari, menghasilkan banyak sekali uang. Itu membuktikan bahwa pernikahan bukanlah penjara yang akan mengakhiri segalanya. Bukan berarti dengan menikah, perempuan tersebut jadi tidak memiliki kesempatan yang sama dengan yang belum menikah sebagaimana yang dianggap orang-orang selama ini.

Pernikahan yang orang lain anggap sebagai status yang dapat mengakhiri segala mimpi perempuan dan hidupnya justru bisa menjadi permulaan yang baik. Ada suami yang mendukung dan memotivasi agar lebih semangat dalam menggapai cita-cita, atau jika sudah punya anak, maka anak yang menjadi penguat untuk berusaha bertahan dan menjadi lebih baik. Maka dari itu penting sekali memilihh lelaki yang tepat, yang sesuai dengan visi misi hidup kita kedepannya, agar tidak saling berbenturan.

“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah, Dia yang menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu kemudian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih serta rasa sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi para kaum yang berpikir.” (Ar-Ruum: 21)

Anggapan semacam itu sangat-sangat bisa dimengerti mengingat di Indonesia ini, menikah itu bukan dijadikan sebagai landasan untuk beribadah dan menggapai ridhaNya, tapi banyak yang menikah dengan tujuan agar dinafkahi dan asa meneruskan hidup saja. Tidak ada motivasi khusus atau tujuan yang mulia di dalamnya. Yang penting ada yang menafkahi, yang melayani, kebutuhan biologis terpenuhi, punya anak, bisa makan. Sehingga pernikahan terlihat seperti sesuatu yang suram dan mencekik bagi para wanita di zaman ini.

Pernikahan digambarkan sebagai sesuatu yang menjerat wanita untuk jauh dari mimpi, cita-cita dan ambisi mereka, dan terperangkap dengan keseharian yang monoton dan melelahkan. Mencuci baju, mengurus anak, megurus rumah, mengurus suami, begitu terus, mau memikirkan lanjut sekolah atau mengejar karir pun sudah tidak sanggup saking sudah lelahnya. Padahal seharusnya tidak begitu aslinya.

Allah mengatur pernikahan agar manusia bisa meningkatkan ibadah, memperoleh keturunan, dan terhindar dari zina. Bukan untuk memenjarakan hambaNya, khususnya bagi perempuan.

Contoh, menuntut ilmu itu bagian dari hak manusia, termasuk perempuan. Maka tidak pernah ada larangan bagi perempuan untuk menuntut ilmu.

Pernikahan harusnya menjadi hal yang disyukuri, bukan ditakuti sehingga dijauhi. Budaya masyarakat yang tidak sehatlah yang membuatnya jadi tampak mengerikan. Padahal ia indah.

Ada banyak wanita yang justru memulai hidupnya setelah menikah. Ada yang membangun bisnis, ada yang masih terus belajar sampai strata 3, dan lain sebagainya. Tentukan tujuan kita ketika hendak menikah, lalu pilih pasangan yang sesuai dengan tujuan kita itu. Maka insyaa Allah, anggapan bahwa menikah itu bagaikan penjara bagi perempuan itu tidak akan terjadi pada kita. Wallahua’lam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version