Oleh: Emil Apriani, S.Kom
(Pemerhati Sosial dan Generasi)
Keluarga muslim adalah keluarga yang bahagia, sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah subhanahu wata’ala melalui firman-Nya dalam Al-Qur’an :
“Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir” (QS. Ar-Rum: 21).
Dalam Islam, pernikahan menjadi tangga utama dalam membangun sebuah keluarga yang merupakan rumah dan lingkungan pertama bagi seseorang. Pernikahan menjadikan seorang suami merasa tentram dan damai di sisi isterinya, begitu juga sebaliknya. Suami-isteri akan saling cenderung satu sama lain dan bukannya saling menjauhi.
Dasar dari kehidupan suami-isteri adalah ketentraman dan kedamaian, dan kedua hal ini merupakan awal dari suasana bahagia dalam keluarga. Mustahil, kebahagiaan keluarga akan diraih jika diliputi perselisihan diantara anggota keluarganya. Kebahagiaan ini terwujud dengan interaksi yang baik dan intens dengan seluruh anggota keluarga, dengan menjadikan syariat Islam sebagai pedoman dan pijakannya agar ridho Allah bisa diraih.
Sebagai agama yang benar dan sempurna, Islam tidak hanya memberikan gambaran kebahagiaan tapi juga menjelaskan upaya untuk meraihnya melalui penetapan syari’at yang harus dilaksanakan oleh suami maupun isteri dalam meraih kehidupan keluarga bahagia. Sebagaimana, Allah subhanahu wata’ala telah memerintahkan agar suami bergaul dengan istrinya dengan makruf, atas sebab sesuatu yang menjadi karakter kewanitaan dan segala kekurangannya.
“Dan bergaulah dengan mereka secara patut. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS An-Nisa’: 19).
Gambaran indah sosok suami yang memenuhi hak isterinya secara makruf bukanlah khayalan. Namun, sudah ada wujud nyata dalam kehidupan Rasulullah SAW. Bagaimana Rasulullah begitu pengertian dan memahami sifat isteri-isterinya, menjadi pemimpin dalam rumah tangga, memberikan nafkah yang layak kepada isteri-isteri dan anak-anaknya.
Perhatian Islam kepada keluarga tidak hanya mencakup hukum dalam keluarga seperti nikah, talak, waris dan wasiat. Namun Islam juga memperhatikan adab-adab dalam keluarga, diantaranya bagaimana pergaulan yang baik antara suami dan isteri. Adapun pergaulan yang baik antara suami-isteri yang dijelaskan dalam kitab ‘Adab Keluarga dalam Islam’ (Adabu al-Islami fii Nidzhomi al-Asroti) meliputi,
Adab suami terhadap Isteri :
Adapun adab isteri terhadap suami :
Pergaulan antara suami dan isteri dalam keluarga muslim laksana hubungan persahabatan yang saling menghormati, saling memperhatikan, saling membantu, dan saling menjaga dalam bingkai ketakwaan. Anak-anak yang sholih/sholihah tidak akan lahir begitu saja, perlu proses pendidikan dan pembinaan yang baik, perlu peran ayah dan ibu yang saling bekerjasama mendidik dengan ajaran Islam. Dalam suasana persahabatan yang diliputi rasa kasih sayang diantara suami dan isteri, insyaa Allah anak pun akan tumbuh dan berkembang menjadi sosok qurrota a’yun.
Sungguh, kebahagiaan dalam keluarga hanya bisa diraih dalam keluarga yang menerapkan aturan Islam. Islam tidak hanya menjelaskan lahirnya kasih sayang dan kebahagiaan dalam keluarga tapi juga menciptakan sarana-sarana yang akan melahirkan pergaulan suami-isteri, yang mengokohkan istana cinta antara anggota keluarga. Keluarga yang terikat syari’at Islam dalam menjalani biduk rumah tangganya akan menjadi keluarga muslim yang bahagia, pembangun peradaban Islam yang mulia. Wallahu’alam bishshowab. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google