MARJAH, Afghanistan - Beberapa pasukan Amerika dan Afghanistan mengeluh serangan terbaru yang mereka laksanakan di Afghanistan berada dibawah aturan ketat yang merugikan dan kadang-kadang memaksa mereka secara rutin menahan tembakan. Aturan tersebut melarang tentara menembak orang yang tidak bersenjata.
Meskipun secara rinci aturan tersebut bertujuan untuk menjaga mereka dari perlawanan dan intaian kelompok Taliban, pasukan AS mengatakan justru Taliban sangat menyadari aturan tersebut dan menggunakannya sebagai taktik.
"Saya memahami alasan di balik itu, tapi begitu sulit mengadakan peperangan seperti ini" kata Travis Anderson, 20 dari Altoona, Iowa. "Mereka menggunakan aturan tersebut untuk melawan kita," katanya seraya menambahkan bahwa pletonnya telah berulang kali melihat laki-laki menjatuhkan senjata mereka ke dalam parit dan berjalan pergi untuk berbaur dengan warga sipil.
Jika seorang pria muncul dari tempat persembunyian Taliban setelah sebuah penembakan terjadi, pasukan AS mengatakan mereka tidak bisa menembak kalau ia tidak terlihat membawa senjata atau jika mereka tidak secara pribadi melihatnya menembakkan peluru.
Itu artinya pasukan Taliban dapat bergerak secara bebas, menyerang kemudian membuang senjatanya dan berjalan dengan bebas keluar dari suatu tempat, dan mungkin mengambil senjata di lokasi lain. Tidak begitu jelas seberapa sering hal ini terjadi. Contoh lainnya saat marinir ditembaki oleh berondongan peluru musuh, sedangkan saat itu mereka tidak bisa mengandalkan dukungan udara secara cepat karena butuh waktu untuk mengidentifikasi secara pasti para penembak tersebut.
"Ini sulit," kata Michael Andrejczuk, 20, dari Knoxville, Tenn, pada hari Senin kemarin. "Kami dilatih untuk melenyapkan sesuatu ketika sudah mendapatinya. Tapi di sini, kita harus melihat mereka dan ketika kita memeriksa, ternyata mereka tidak memiliki senjata."
Pejabat militer NATO dan Afghanistan mengatakan bahwa memberantas Taliban bukanlah tujuan dari serangan yang sudah memasuki hari ke-3 ini. Serangan tersebut sebenarnya untuk menguasai benteng Taliban di Afghanistan selatan. Dan yang Lebih penting adalah untuk memenangkan dukungan publik.
Mereka mengakui bahwa aturan perang yang ada saat ini berisiko untuk pasukannya, tapi aturan tersebut tetap dipertahankan karena jatuhnya korban sipil atau kerusakan properti dapat mengasingkan penduduk dan menyebabkan lebih banyak perlawanan, perekrutan Taliban, pembuatan bom-bom rakitan dan konflik yang berkepanjangan.
Tapi di pihak lain, pasukan gabungan tetap mengeluh ketatnya aturan perang memperlambat gerak mereka ke kota Marjah di provinsi Helmand , daerah yang dijadikan titik utama dari operasi yang melibatkan 15.000 tentara.
"Masalahnya adalah kami harus mengisolasi dimana musuh berada" kata Kapten Joshua Winfrey, seorang komandan kompi Marinir dari Stillwater, Oklahoma. "Kami tidak boleh menyerang di tempat terbuka."
Sebelumnya, memang banyak kesalahan yang dilakukan oleh pasukan gabungan selama serangan di Marjah, ketika dua roket AS menghantam sebuah rumah dan menewaskan 12 warga sipil Afghanistan . Pada hari Senin kemarin, serangan udara dari pasukan gabungan NATO tidak sengaja membunuh lima warga sipil dan melukai dua orang yang lain.
Kesalahan tersebut memicu kemarahan publik di Afghanistan atas kematian warga sipil mereka, walaupun tahun lalu sebenarnya Jenderal Amerika Serikat Stanley McChrystal telah memperketat peraturan, termasuk penggunaan Serangan udara dan persenjataan lain yang beresiko di tengah-tengah warga sipil.
Kematian warga sipil Afghanistan tahun lalu melonjak ke angka 2.412 orang. Angka tersebut menurut laporan PBB adalah angka tertinggi selama kurun 8 tahun peperangan. Tetapi kematian warga sipil yang selalu dikaitkan dengan pasukan gabungan menurut laporan tersebut turun hampir 30 persen sebagai hasil dari aturan baru McChrystal.
Tapi Brigadir Jenderal Sher Mohammad Zazai, komandan pasukan militer Afghanistan di selatan, mengatakan tidak ada rencana untuk merevisi peraturan tersebut.
[muslimdaily.net/newsyahoo]