Tidak setiap hari Anda bisa bertemu dengan seorang pria yang digambarkan sebagai orangtua asuh untuk Taliban.
Adalah pensiunan Brigadir Amir Sultan Tarar, lebih umum dikenal dengan nama alias Kolonel Imam, ia adalah sosok yang dihormati di Pakistan.
Dia pernah menjadi seorang teman Amerika Serikat yang dilatih di Fort Bragg - markas dari Pasukan Khusus AS. Sekarang ia adalah musuh yang dianggap Washington sebagai teroris.
Mantan perwira militer Pakistan ini dilatih dan direkrut oleh kelompok perlawanan Afghanistan dalam perang melawan Soviet.
Mereka termasuk pemimpin Taliban Mullah Mohammad Omar dan mantan komandan mujahidin Gulbuddin Hekmatyar dan Jalaluddin Haqqani, yang saat ini telah bergabung dengan kelompok perlawanan Taliban di Afghanistan.
"Aku melatih semua orang," katanya di Pakistan.
Kolonel Imam adalah seorang perwira tinggi mata-mata utama agen Pakistan, Inter-Services Intelligence (ISI).
Dia tinggal di Afghanistan selama 18 tahun dan telah dituduh membantu Taliban setelah mereka digulingkan dari kekuasaan dalam invasi pimpinan Amerika pada tahun 2001.
Dia membantah memberi mereka bantuan dan mengatakan ia meninggalkan Afghanistan setelah serangan 11 September, ketika Pakistan terpaksa menarik dukungan untuk Taliban.
Kolonel Imam mengatakan ia pertama kali bertemu Mullah Omar pada tahun 1985 sebelum ia menjadi pemimpin Taliban.
"Aku tahu ketika dia masih sangat muda. [Ia adalah] orang yang polos ketika ia datang untuk pelatihan," kata Kolonel Imam.
Ia mengatakan Mullah Omar adalah satu-satunya pemimpin Afghanistan yang dapat membawa stabilitas negara itu, ia menggemakan pandangan militer Pakistan, yang ingin melihat pemerintah yang ramah di Kabul.
"Semua pemimpin yang mantan jihad, mantan pejuang perang suci, mereka benar-benar berada di mata publik. Mullah Omar adalah satu-satunya orang yang mayoritas dihormati orang Afghan," katanya.
Taliban Harus Memimpin
Namun tidak semua setuju dengan penilaian itu.
Dr Abdullah Abdullah, pemimpin oposisi Afghanistan mengatakan sebagian besar warga Afghanistan tidak mau Taliban kembali.
Kolonel Imam menolak rencana yang disokong AS untuk membayar rendah pejuang Taliban yang mau meletakkan senjata mereka dan mengundang tokoh-tokoh Taliban moderat untuk bergabung dengan pemerintah Afghanistan sebagai sebuah "trik kotor".
"Amerika harus datang dengan rencana yang tulus, tidak seperti menyuap orang dan memecah belah mereka. Anda ingin perang saudara di sana?" katanya.
Dia percaya hanya ada perdamaian di Afghanistan jika Mullah Omar terlibat dalam proses, dan ia mengatakan pemimpin Taliban tersebut akan berbicara ke Amerika Serikat.
"Mullah Umar ingin melindungi negara dan membebaskan negaranya," kata Kolonel Imam.
AS sebelumnya menolak berbicara dengan Mullah Omar dan sekarang mengatakan hanya akan berunding jika ia menolak Al-Qaida.
Kolonel Imam mengatakan Taliban siap untuk melakukan itu.
"Tentu saja. Mereka akan mendengarkan usulan Amerika itu," katanya.
"Mereka ingin damai karena keluarga mereka menderita, anak-anak mereka menderita. Mereka ingin damai tetapi bukan perdamaian yang dibayar demi kehormatan mereka."
Dia memperingatkan bahwa jika Barat tidak mau bernegosiasi, makan akan ada pemimpin yang lebih muda, lebih kejam yang akan muncul.
Mantan perwira militer ini mengakui kekerasan yang disebabkan oleh jaringan Jalaluddin Haqqani , yang saat ini dipimpin oleh putra sulungnya, Sirajuddin Haqqani, telah terlalu jauh.
Tapi Kolonel Imam mengatakan Sirajuddin Haqqani adalah seperti anak baginya.
"Hari ini mereka disebut buruk, mereka melebihi batas, tetapi Amerika lebih jauh lebih buruk," katanya.
Taliban menuntut pasukan asing meninggalkan Afganistan. Tapi Kolonel Imam mengatakan Amerika harus membangun kembali negara ini sebelum menarik diri.
"Kita bisa mengubah situasi ini dan akan jauh lebih sedikit uang yang dikeluarkan."
Pertemuan di Pakistan
Kolonel Imam, 65 tahun ia tinggi, mempunyai jenggot panjang berwarna abu-abu. Dia memakai turban dan pakaian tradisional Pakistan, shalwar kameez, dirangkap dengan jaket biru tua.
Kolonel Imam mengatakan Taliban ingin membentuk pemerintahan moderat, pemerintah Islam di negara ini, yang akan bisa mencari hubungan luar negeri yang bagus.
Kolonel Imam mengatakan Mullah Omar dahulu menutup sekolah untuk gadis-gadis karena kurangnya keamanan di negara ini dan ia membela pemakaian burqa tradisional sebagai bagian dari budaya Afghanistan.
"Mereka tidak ekstremis. Tiga puluh tahun mereka dalam perang. Apa yang Anda harapkan dari mereka? memberi mereka ketangguhan, pergilah kepada mereka dan ulurkan tangan," katanya.
"Mereka akan menjadi, Aku berkata kepadamu, lebih liberal daripada Anda."
Kolonel Imam baik lisan dan matanya berbinar saat ia menggambarkan kehidupan di medan perang.
Dia mengatakan bahwa dia hanya mengambil cuti sekali selama 10 tahun perang dengan Soviet, dan bekerja 18 jam sehari.
Setelah mengusir Soviet pada tahun 1989, Kolonel Imam diundang ke Washington di mana ia diberi potongan Tembok Berlin oleh Presiden George Bush senior. Ia dianggap kawan dari Amerika.
Tapi setelah 11 September, AS ingin ia dinyatakan sebagai teroris oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Langkah Amerika ini dihalangi oleh Cina.
Kolonel Imam mengatakan AS harus memberikan jutaan dolar dalam bentuk bantuan setelah Soviet mundur jika ingin membuat pemerintah pro-Barat.
Apakah akan ada perdamaian di Afghanistan? Kolonel Imam menjawab hanya akan ada kedamaian jika pasukan NATO pergi.
"Ada akan perang, perang yang sangat berdarah, karena sekarang mereka merencanakan perang itu," katanya.
"Akan ada lebih banyak korban. Dan pada akhirnya mereka akan lelah."
Lalu terdengar Adzan dan Kolonel Imam mengatakan dia harus pergi untuk sholat.
"Allah Mahakuasa memanggil saya," katanya. Menutup wawancara pertemuan dengan kolonel Imam.
[muslimdaily.net/ABC]