Lembaga pengawas HAM mengkritik pemerintahan Belgia yang merencanakan pelarangan pada pemakain cadar, dan mengatakan hal itu melanggar hak-hak dasar kebebasan beragama.
Parlemen Belgia direncanakan menetapkan pelarangan pemakaian cadar di tempat umum, pada hari Kamis.
Komisi urusan dalam negeri parlemen Belgia telah sepakat mendukung larangan pemakaian cadar bulan lalu.
"Larangan seperti ini mengarah pada situasi tidak menguntungkan," ujar peneliti senior di Human Rights Watch Eropa Barat, Judith Sunderland hari Rabu lalu.
"Mereka melanggar hak-hak mereka yang memilih untuk mengenakan jilbab," tambahnya.
20 dari 589 kota di Belgia telah melarang pemakaian jilbab penuh atau cadar di publik. Pelarangan secara lokal serupa juga ada di beberapa daerah di Italia dan Belanda.
Persetujuan larangan cadar oleh parlemen Belgia akan membuat Belgia sebagai negara pertama di Eropa yang mengadopsi larangan secara nasional.
Prancis Juga Merencanakan Larangan Cadar Secara Penuh
Pemerintah Perancis juga mempertimbangkan rancangan undang-undang kontroversial yang melarang perempuan Muslim mengenakan cadar atau burqa, di tempat umum.
Meskipun ada peringatan bahwa rancangan UU itu bertentangan dengan konstitusi, menteri-mentri terkait di Prancis berencana mengajukannya pada bulan Mei.
Presiden Nicolas Sarkozy menyatakan dukungannya di terhadap RUU pada Rabu dengan mengatakan bahwa adanya burqa "merusak martabat perempuan dan tidak diterima dalam masyarakat Perancis," kata juru bicara pemerintah Luc Chatel kepada Reuters.
Prancis adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar di antara 27 negara anggota Uni Eropa. Hampir 10 persen dari 62 juta penduduk Perancis adalah muslim.
Menurut data pemerintah Prancis, 2.000 muslimah di Prancis adalah pemakai cadar.
Siswa Dusir Karena Berjilbab
Sebuah sekolah milik pemerintah di Madrid telah mengusir seorang gadis remaja karena menolak untuk melepas jilbab Islam-nya.
Najwa Malha, 16 tahun, dikeluarkan dari sekolah Camilo Jose Cela, dekat Madrid, karena dianggap 'melanggar' aturan berpakaian.
Malha mengatakan ia sangat merasa didiskriminasikan. Malha, lahir di Spanyol dari orangtua yang merupakan imigran Maroko, mulai mengenakan jilbab dua bulan yang lalu untuk menunjukkan ketaatannya dalam keyakinan agamanya.
Asosiasi Pekerja dan imigran Maroko di Spanyol telah mengutuk pengusiran itu. Organisasi itu mengatakan keputusan sekolah telah melanggar hak Malha mendapatkan pendidikan.
[muslimdaily.net/ptv]