View Full Version
Senin, 17 May 2010

Abdullah Sonata Serukan Alumni Mujahid Bersatu Lawan Densus 88

Teroris paling diburu oleh Densus 88 Mabes Polri saat ini, Abdullah Sonata, menyatakan tak mau menyerah. Sonata justru memotivasi para eks narapidana teroris yang sudah bebas untuk kembali ke medan jihad. Selain itu, pria yang diduga polisi menggantikan peran Dulmatin itu mengajak seluruh alumni Afghanistan, Moro-Mindanao (Filipina), dan konflik Poso untuk bergabung.

''Ana (aku) bukanlah orang yang alim dan terbaik dari antum (kalian) semua. Tetapi, risalah ini ana buat dalam pelarian DPO sebagai bentuk tanashuh (nasihat) dan tadzkirah (pengingat) bagi kita semua,'' ujar Sonata melalui naskah yang di-posting di beberapa blog ''projihad''. Blog-blog itu, antara lain, beralamat di http://azzamalqitall.wordpress.com dan situs 7ihadmedia.wordpress.com.

Posting itu tertanggal 3 Mei 2010. namun, di akhir suratnya, Sonata yang menggunakan nama alias Abu Ikrimah Al Bassam Al Mathlubi itu mencantumkan tanggal 29 April 2010. Hingga tadi malam pukul 20.00, situs itu masih bisa diakses.

Nama Abdullah Sonata disebut langsung oleh Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri dalam jumpa pers Jumat lalu (14/5). Menurut Kapolri, Sonata adalah figur yang berbahaya karena militan dan pintar merekrut anggota baru. Polisi juga menduga, setelah Dulmatin tewas, Sonata menggantikan dia sebagai amir, pemimpin.

Sonata adalah teroris residivis. Dia lahir di Bambu Apus, Jakarta Timur, 4 Oktober 1978. Dia disegani setelah menjadi komandan Laskar Mujahidin Kompak (Komite Penanggulangan Krisis) di Ambon pada konflik bernuansa SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan) pada 1999. Saat itu laskarnya beranggota sekitar 500 orang.

Polisi juga menuduh dia menyabot gudang senjata Brimob Polri di Tantui, Ambon, pada 2000. Di Poso, Sulawesi Tengah, dia memimpin kelompok Kompak Kayamanya.

Pada 2002, setelah bom Bali I, Sonata bertemu dengan Dulmatin dan Umar Patek di Jakarta. Sonata dan Maulana (tewas di Cawang, Red) membantu membuka kamp pelatihan di Mindanao, Filipina, sekaligus memasok dana dari Timur Tengah.

Pada April 2004, Sonata membangun kamp pelatihan Olas, Seram Barat, untuk konflik di Ambon. Dia tertangkap 6 Juli 2005 dan disidang Mei 2006.

Dalam naskahnya yang dipenuhi ilustrasi ayat Alquran, Sonata meminta para alumni daerah konflik bersatu dan bergabung bersamanya melawan Densus 88. ''Ya akhi (Hai saudaraku), jangan antum merasa cukup karena pernah berjihad di Afghanistan, Moro, Ambon, Poso, dan tempat lainnya. Jangan antum merasa cukup karena sudah bergelar alumni, kemudian sekarang antum diam dan mundur ke belakang,'' tulisnya.

Sonata juga mengatakan, selama dipenjara dirinya tetap berkoordinasi dengan rekan-rekannya sesama napi teroris. ''Di Cipinang dulu, dalam kajian via HP, Ust Mukhlash (terpidana mati bom Bali, sudah dieksekusi, Red) pernah menasihati kita agar istiqamah,'' kata Sonata.

Dia mengkritik para mantan narapidana terorisme yang setelah keluar dari penjara justru membantu polisi. ''Mereka telah menjadi ansharu thaghut (penolong setan). Bahkan, ada di antaranya yang sadar atau tidak sadar telah menjadi Bani Abas, anak buah Nasir Abas,'' tulis Sonata.

Nasir Abas adalah mantan ketua mantiqi JI (Jamaah Islamiyah) yang sekarang bersama Densus 88 aktif memerangi terorisme. Sonata berusaha membangkitkan masa lalu mereka. ''Masih ingatkah antum ketika kita amaliyah bersama di front jihad Ambon, di Poso, dan tempat lainnya? Masih ingatkah antum ketika kita terombang-ambing di lautan dan kelelahan melintasi pegunungan dalam rangka menyongsong kematian?'' tulis Sonata.

Tampaknya, teroris berusia 32 tahun itu juga tak ingin tertangkap hidup-hidup. ''Tidak mungkin kita bisa meraih keutamaan ini tanpa amal jihad fii sabiilillah, tidak mungkin kita meraih kemenangan tanpa terbunuh di jalan Allah, tidak mungkin Allah memberikan rezeki sebagai syahid kalau kita cuma duduk-duduk saja,'' tulisnya.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Edward Aritonang menegaskan, perburuan terhadap Sonata masih berlanjut. ''Semua nama DPO, termasuk Sonata, kita harap bisa segera tertangkap oleh tim yang tak kenal lelah di lapangan,'' katanya sebagaimana dikutip dari Jawapos.

Mantan juru bicara kasus bom Bali I itu meminta bantuan masyarakat jika memperoleh informasi tentang para buron polisi, termasuk Abdullah Sonata, untuk menginformasikan kepada aparat. ''Kerja memberantas terorisme tak bisa ditanggung sendiri oleh polisi, harus ada bantuan dari warga,'' katanya.

Edward meminta ketua RT dan RW meningkatkan kewaspadaan jika ada laporan dari warga tentang aktivitas yang mencurigakan. ''Bisa melalui polisi sektor atau aparat setempat di sekitar tempat tinggal,'' ujarnya.

Secara terpisah, pengamat terorisme Rakyan Adibrata SH menilai, surat Sonata di website sengaja dibiarkan oleh Densus 88 Mabes Polri. ''Tujuannya agar bisa dilacak siapa saja simpatisan mereka, misalnya yang posting atau yang mengakses,'' kata dia.

Peneliti dari Research Center for Terrorism and Security itu menjelaskan, internet protocol (IP) address bisa digunakan sebagai dasar Unit Cybercrime Densus 88 untuk melacak jejak Sonata. ''Tapi, jangan disamaratakan seolah-olah semua yang mengakses website itu teroris,'' tuturnya.

Alumnus Fakultas Hukum UII itu yakin, kemampuan Korps Burung Hantu (Densus 88) sangat memadai dalam melacak situs di dunia maya. ''Mereka dilatih langsung oleh agen NSA (National Security Agency, Red) dalam kursus-kursus yang rutin dilakukan,'' kata Rakyan.

Sebenarnya di mana posisi Sonata sekarang? Sumber Jawa Pos di lingkungan antiteror menyebutkan, posisi Sonata sudah terdeteksi. ''Dia susah lari jauh karena semua simpatisannya sekarang tiarap,'' kata dia.

Peran Sonata dalam jaringan teror baru yang menggelar tadrib asykari (latihan militer) di Aceh sangat signifikan. ''Dia menggantikan peran Dulmatin yang tertembak di Pamulang,'' ucapnya.

Sebuah regu khusus Densus 88 Mabes Polri sekarang membawa dua tersangka yang ditangkap sebelumnya untuk mengendus lokasi persembunyian Abdullah Sonata.

[dikutip dari Jawa Pos]


latestnews

View Full Version