View Full Version
Kamis, 24 Jun 2010

FUI Kembali Datangi Komnas HAM Untuk Tolak Rekayasa Terorisme

JAKARTA - Tak kenal lelah itu mungkin sebuah kalimat yang berada di benak para delegasi Forum Umat Islam (FUI) dalam memperjuangkan pembelaan mereka terhadap umat Islam. Dalam waktu kurang dari satu bulan ini saja FUI telah mendatangi beberapa instansi pemerintah. Jum’at 11 Juni 2010 yang lalu masa dari FUI mengadakan aksi demonstrasi di depan gedung Mabes Polri dan sekaligus delegasi FUI menemui Wakadiv Humas Zainuri Lubis untuk menyampaikan surat terbuka kepada Kapolri Jendral Pol. Bambang Hendarso Danuri. Kemudian Kamis 17 Juni 2010 FUI kembali mendatangi Komisi III DPR/MPR RI, dan dua hari berturut-turut yakni  Selasa 22 Juni 2010 delegasi FUI mendatangi Komnas HAM dan Rabu 23 Juni 2010 FUI kembali diterima KOMPOLNAS.

  1. Semua itu dilakukan oleh FUI demi menyuarakan apa yang disebut dengan “menolak rekayasa terorisme.”  

Dalam dua pertemuan di dua tempat yang berbeda yakni di Komnas HAM dan KOMPOLNAS, delegasi FUI yang dipimpin KH. Muhammad Al-Khaththath menguraikan berbagai hal penting diantaranya adalah berbagai macam indikasi rekayasa terorisme yang telah nyata mulai sejak bom Bali I. Menurut kesaksiannya seminggu sebelum meledaknya bom Bali telah ada briefing yang menyebut-nyebut adanya jaringan teroris di Indonesia dengan tokoh-tokoh Ust. Abu Bakar Ba’asyir, Hambali dan Imam Samudra. Briefing ini dilakukan di Mabes Polri oleh Kapolri Da’i Bachtiar dan Menkopolkam Susilo Bambang Yudhoyono pada waktu itu kepada tokoh ormas Islam dan pemuda.

“yang saya ingat dimana saya adalah salah seorang yang hadir di dalamnya, dalam briefing tersebut dengan menggunakan infocus menyebut tentang jaringan teroris di Indonesia dengan tokoh-tokoh KH. Abu Bakar Ba’asyir, Hambali dan Imam Samudra. Saya berfikir kalau seperti ini pasti akan terjadi apa-apa, ternyata persis setelah seminggu kemudian terjadi bom Bali. Dalam hal ini kami berfikir bahwa polisi sudah tahu sebenarnya, kenapa tidak melakukan pencegahan? Oleh karena itu wajarlah kalau KH. Abu Bakar Ba’asyir kemudian ditangkap dan diadili kemudian dihukum (karena sudah ada sekenario).” Jelas KH. Muhammad Al-Khathtahth.

Setelah Ust. Abu Bakar Ba’asyir ditangkap lantaran fitnah tersebut dan dipenjara selama 2,5 tahun sepertinya Amerika Serikat sebagai pengendali War on Terrorism  masih belum puas. Sebab jika kita melihat bagaimana “rekayasa pemberantasan terorisme” akhir-akhir ini seperti kasus Aceh, Pamulang, Pejaten (Penangkapan para aktivis JAT)  Solo dan berbagai tempat lainnya nantinya akan berujung pada penangkapan kembali Ust. Abu Bakar Ba’asyir dan orang-orang yang terkait dengannya. Dan metode rekayasa yang dilakukan ini yakni metode “pancing jaring” sama seperti kasus Komando Jihad (KOMJI) pada dekade 1970-an.

Al-Khaththath menuturkan; “Kami melihat Amerika tentu tidak suka dengan keputusan hukum tersebut, dan kita mendengar kalau KH. Abu Bakar Ba’asyir akan ditangkap kembali. Indikasinya bahwa ada perinstiwa yang cukup berantai dari kasus Aceh yang terkait dengan Pamulang, Pejaten dan Solo. Dan ternyata terkait dalam peristiwa tersebut adalah seorang yang bernama Sofyan Sauri. Ia mengaku desertir polisi dan bisnisnya adalah menjual soft gun (senjata mainan, bahkan mungkin juga senjata betulan). Sofyan Sauri ini menurut info yang saya dengar keluarganya sekarang diamankan oleh polisi. Tapi yang menarik adalah Sofyan Sauri ini pernah menawarkan uang 500 juta rupiah kepada salah seorang pimpinan pesantren di Jawa Tengah untuk melakukan jihad, dari mana ia dapat uangnya?”

Selanjutnya dalam surat terbuka tersebut FUI juga menyoroti sikap kepolisian khususnya Densus 88 yang gemar menangkapi bahkan membunuh para aktivis Islam ini telah bekerja tanpa berdasarkan data yang akurat. Ini terlihat dengan adanya kasus penembakan di Cawang dimana dua jenazah korban penembakan tersebut hingga dimakamkan tidak teridentifikasi. Dari mana polisi bisa menentukan kalau keduanya adalah teroris padahal nama, tempat tinggal dan aktivitasnya saja tidak diketahui.

Terakhir KH. Muhammad Al-Khaththath juga menyampaikan surat terbuka FUI kepada Komnas HAM dan KOMPOLNAS yang isinya menghimbau dan menyerukan untuk; pertama, Mensyukuri kemerdekaan yang merupakan rahmat Allah dengan menjadikan syari’at Allah  SWT sebagai sumber UUD/UU yang berlaku untuk seluruh warga Negara.

Kedua, menegur pandangan stereotif  sebagian kalangan petinggi Negara yang menganggap syari’at Islam tidak layak sebagai produk UU di Negara ini bahkan menjadikannya sebagai musuh bangsa dan Negara.

“Saya mendengar langsung kepala desk anti teror di PBNU pada Ramadhan tahun lalu bahwa syari’at Islam itu musuh Negara! Saya katakan padanya; ‘gampang kalau anda katakan bahwa syari’at Islam itu musuh Negara, silahkan buat saja pengumuman, bakar seluruh Al-Qur’an karena Al-Qur’an sumber syari’at Islam, bakar kitab-kitab hadits karena hadits merupakan sumber syari’at Islam, bakar kitab-kitab fiqih karena itu adalah sumber syari’at Islam.” Pungkas Al-Khaththath.

Ketiga, menolak dan menghentikan rekayasa terorisme yang mengorbankan anak bangsa terlebih seorang ulama seperti Ust. Abu Bakar Ba’asyir.

Keempat, mengontrol Kapolri dan seluruh jajaran kepolisian agar tetap dalam tracknya sebagai aparat keamanan yang digaji dengan uang rakyat sehingga mereka bekerja untuk rakyat bukan untuk elit politik apalagi untuk kepentingan asing.

Kelima, berkaitan dengan penyikasaan para aktivis Jama’ah Ansharut Tauhid (JAT), maka Komnas HAM dan KOMPOLNAS  diminta untuk menegur Kapolri agar menghentikan hal tersebut dan merehabilitasi para aktivis Islam yang direkayasa sebagai teroris sehingga mereka bisa beraktivitas seperti biasa.

Sungguh perjuangan yang dilakukan para delegasi FUI tentunya diharapkan terus dilakukan demi membela umat Islam yang kini sedang dilanda kedzaliman.

[muslimdaily.net]


latestnews

View Full Version