Uskup Agung Canterbury Rowan Williams menyesalkan upaya oleh pemerintah Eropa yang telah melarang perempuan Muslim dari mengenakan jilbab tertutup penuh di muka umum.
"Pemerintah harus memiliki hal lebih penting untuk dilakukan daripada memberlakukan larangan burka," kata Williams, pemimpin Komuni Gereja Anglikan seluruh dunia dalam pertemuan antara agama di Dewan Nasional Gereja di markas besar mereka di India, Nagpur.
Mahkamah konstitusi Perancis pada 7 Oktober menyetujui undang-undang yang melarang pemakaian kerudung bercadar di muka umum, hal ini juga sekaligus mencegah wanita dari mengenakan pakaian seperti burka.
Anggota parlemen Belgia memutuskan untuk menyetujui langkah serupa pada bulan Maret untuk melarang seseorang memakai pakaian atau tabir yang tidak memungkinkan pemakai untuk sepenuhnya diidentifikasi. Pemerintah Belanda yang juga baru terbentuk telah mengenalkan rencana untuk memperkenalkan langkah-langkah untuk juga melarang pemakaian kerudung dengan cadar.
"Saya percaya bahwa seharusnya negara tidak menangani masalah seperti ini. Sebaliknya, kekhawatiran terhadap suatu komunitas agama harus ditinggalkan," kata Williamg pada Kamis 14 Oktober, ia menjelaskan bahwa larangan di Perancis sebagai suata "sinyal yang terlalu cemas"
Lebih dari 100 pemimpin gereja menghadiri pertemuan bersama Muslim, Sikh dan pemimpin Hindu.
"Kami senang bahwa uskup agung berbicara dengan jelas tentang kontroversi burka. Dia sangat objektif dan menghormati agama lain," kata A Majid Parekh, seorang pemimpin Muslim di Nagpur, kepada ENInews sehabis pidato tersebut.
Williams mengatakan kepada ENInews, bahwa kontroversi yang dihasilkan dari larangan burka, surban Sikh dan salib Kristen di beberapa negara Eropa "menunjukkan perluasan sekulerisme terlalu jauh."
"Ini harus dilawan. Masyarakat harus memiliki hak untuk memutuskan isu-isu tersebut," katanya.
Dia mengatakan serangan terhadap para imigran di Eropa yang terjadi beberapa waktu terakhir ini bukan hasil dari prasangka orang Kristen terhadap non-Kristen, tetapi itu adalah sebuah "prasangka nasionalis kasar terhadap imigran dari luar." [muslimdaily.net/RNS/ENInews]