KAIRO (Berita SuaraMedia) – Sabtu lalu, Presiden Mesir Hosni Mubarak yang didukung Amerika Serikat mengumumkan bahwa dirinya mengangkat Omar Suleiman, direktur Direktorat Intelijen Umum, sebagai wakil presidennya yang baru. Pengangkatan Suleiman untuk menempati jabatan yang telah sejak lama lowong itu menjadikannya di daftar teratas penerus jabatan presiden jika Mubarak mengundurkan diri.
Kabar tersebut disambut dengan cemoohan oleh para pengunjuk rasa Mesir yang menuntut diakhirinya kekuasaan Mubarak. Selain memiliki hubungan dekat dengan militer, Suleiman yang memimpin dinas intelijen Mesir sejak 1993 menjalin kerja sama dekat dengan Amerika Serikat dan Israel dalam menekan populasi Mesir dan wilayah keseluruhan.
Dalam sebuah dokumen yang dirilis WikiLeaks, Jumat, dilaporkan mengenai pertemuan antara Suleiman dan Kepala Gabungan Staf AS Laksamana Michael Mullen pada 21 April 2009.
Terungkapnya hal itu semakin mengungkapkan hubungan dekat antara AS, Suleiman, dan pemerintahan Mesir secara keseluruhan.
Pemerintahan Obama terus mendukung rezim Mubarak karena peranan penting yang ia mainkan dalam menjaga kepentingan-kepentingan AS di kawasan Timur Tengah.
Menurut memo tersebut, dalam pertemuan itu Suleiman menekankan bahwa tujuan regionalnya adalah "memerangi radikalisme, khususnya di Gaza, Iran, dan Sudan."
Ia menekankan dukungannya untuk meruntuhkan kendali Hamas di Jalur Gaza dan memulihkan kembali kekuasaan pemerintah Palestina, yang didukung AS dan Israel, di kawasan tersebut.
Suleiman mengatakan, "Gaza yang ada di tangan orang-orang radikal tidak akan pernah tenang."
Mengenai Iran, laporan itu menyatakan, "Suleiman mengatakan bahwa Mesir berhasil mencegah Iran menyalurkan bantuan keuangan kepada Hamas melalui Mesir. Suleiman berharap bahwa AS bisa mendorong Iran agar meninggalkan ambisi nuklirnya dan berhenti campur tangan dalam urusan regional. Tapi, ia memperingatkan bahwa Iran ‘harus membayar’ atas tindakan-tindakannya."
Secara domestik, dokumen itu melaporkan mengenai upaya-upaya pemerintah untuk mengakhiri tentangan dengan paksa.
"Suleiman mencatat bahwa hanya Ikhwanul Muslimin yang bertahan dan pemerintah Mesir terus mempersulit operasional mereka," demikian dinyatakan dalam dokumen tersebut.
Dokumen-dokumen lain yang dirilis WikiLeaks mengungkapkan keterlibatan AS dalam penyiksaan yang dilakukan Mesir terhadap orang-orang yang melawan rezim yang berkuasa.
Dalam sebuah artikel di New Yorker, Jane Mayer menuliskan, "Kefasihan Suleiman dalam berbahasa Inggris telah selama bertahun-tahun menjadi penghubung utama antara Amerika Serikat dan Mesir."
Sebagai kepala dinas intelijen, Suleiman adalah ujung tombak CIA di Mesir untuk program rahasia penculikan orang-orang yang dicurigai oleh CIA dari seluruh dunia dan dikirimkan ke Mesir serta lokasi-lokasi lain untuk diinterogasi, sering kali dalam keadaan yang brutal, tulis Mayer.
Mayer mengutip sejumlah materi dalam buku Ghost Plane tulisan Stephen Grey yang mendokumentasikan diskusi langsung antara CIA dan Suleiman.
Mayer menuliskan, "Edward S.Walker,Jr., seorang mantan duta besar AS untuk Mesir, menyebut Suleiman amat cerdas dan amat realistis. Ia menambahkan bahwa Suleiman mengetahui bahwa ada dampak buruk dari sejumlah hal negatif yang dilakukan Mesir mengenai penyiksaan dan seterusnya. Tapi, ia tidak pilih-pilih."
Kawat lain yang dipersiapkan Mei 2007 membahas kemungkinan Suleiman melanjutkan kekuasaan Mubarak sebagai presiden dan menempatkan Suleiman di urutan kedua setelah Gamal, putra Mubarak, dalam daftar kandidat. (dn/ws) www.suaramedia.com