Oleh Lathifah Musa
Dalam sebuah perbincangan eksklusif TV One tanggal 27 April 2011 dengan Imam Supriyanto Mantan Menteri NII KW9, mantan menteri ini mengatakan bahwa dalam sebulan ia dulu bisa menyetor 10 M ke pusat. Reporter menanyakan, pusatnya dimana. Yang ditanya menjawab, ya ke Al Zaytun sebagai pusatnya. Uang ini bisa didapat melalui upaya mencuri dari orang tua atau majikan, yang dianggap sebagai harta Fai. Namun Sang Mantan Menteri akhirnya menyadari bahwa apa yang dilakukannya sangat jauh dari perjuangan Islam. Kemudian terkuaklah bahwa istilah negara Islam dalam kasus NII yang diisukan sebagai KW9 ini hanya untuk mengumpulkan uang. Entah, uangnya digunakan untuk apa oleh pimpinan mereka.
Al Chaidar, pengamat Islam Radikal juga mempertanyakan, mengapa polisi tidak mengusut bukti-bukti yang sudah mengarah kepada NII KW6 dan Al Zaytun, sebuah lembaga pesantren di Indramayu. Menurutnya, kalau bicara Al Zaytun, berarti mengarah kepada AM Hendropriyono. Karena ia adalah pelindung lembaga ini. Untuk itu kredibilitas Hendropriyono dalam mengomentari kasus-kasus terorisme kini mulai dipertanyakan publik. Mengapa, belum-belum sudah menyebut-nyebut Islam, negara Islam dan Khilafah dalam setiap kejadian terorisme? Padahal kenyataannya ada benang merah antara Hendropriyono dengan NII sendiri. Apakah isu NII yang saat ini mencuat, sebagai sebuah faksi yang mengumpulkan uang dengan membolehkan anggotanya merampok atau mencuri (namun tak peduli apakah anggota-anggotanya ini menjalankan syariat Islam atau tidak), memang hanya ditujukan untuk memojokkan umat Islam yang murni memperjuangkan syariat Islam?
Dalam sebuah acara Debat di TV One (27/04/2011), Al Chaidar mensinyalir bahwa NII KW9 (dan berbeda dengan NII yang sebenarnya) adalah bagian dari strategi defense Polri. Hal ini dimaksudkan agar orang-orang yang terperangkap dalam gerakan NII KW9 ini menjadi kapok dan jera sehingga resisten terhadap gerakan-gerakan Islam yang memang memperjuangkan penegakan syariat Islam.
Sebagaimana pengakuan Letjen (Purn) TB Hasanuddin yang pernah terlibat penertiban NII dan saat ini menjadi anggota DPR, dalam sebuah wawancara di Metro TV (28/04/2011), mengatakan bahwa NII terbagi menjadi beberapa wilayah (sampai KW7) yang pada sejarahnya terbukti telah mempertahankan keutuhan negara Indonesia pada awal kemerdekaannya. Kalau pada akhirnya ada sempalan-sempalan yang mengalami penyimpangan arah, maka muncullah analisis-analisis sebagaimana yang dikemukakan Al Chaidar.
Dengan demikian sebenarnya benang merah telah begitu jelas, siapa yang berada di balik NII -KW9 yang selama ini meresahkan masyarakat. Masyarakat mulai bisa membaca secara jelas bahwa ada rekayasa politik dari pemerintah sendiri. Kasus teror bom saat ini beriringan dengan bergulirnya pembahasan RUU Intelijen di DPR. Seperti maling teriak maling yang menginginkan adanya aturan yang semakin memudahkan perbuatan maling.
Kebohongan-kebohongan di balik isu teror bom yang selalu digunakan untuk mendiskreditkan umat Islam kini mulai terkuak. Terkadang isu terror bom ini pun membawa korban kalangan umat Islam sendiri yang terjebak sehingga melakukan tindakan-tindakan anarkis yang justru bertentangan dengan syariat Islam. Belum lagi kasus mahasiswa hilang dan kembali dengan sikap yang seperti kehilangan akal sehat dan kesadaran. Sudah banyak kalangan yang menuntut pemerintah mulai terbuka dalam masalah ini. Untuk itu mengapa tidak dibuka saja secara transparan, sebelum masyarakat kehilangan kesabarannya? [mediaislamnet.com]