View Full Version
Selasa, 07 Jun 2011

Jangan Ada Dusta Diantara Kita dong Pak Polisi

Lagunya Broery Marantika yang berjudul “Jangan Ada Dusta Diantara Kita” sangat cocok untuk dinyanyikan ulang dihadapan Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Polri Kombes Pol Boy Rafli Amar. Pasalnya pada siaran pers pada hari Minggu dia mengatakan bahwa para pelaku penembakan polisi di Palu adalah anggota Jamaah Anshorut Tauhid pimpinan Ustadz Abu Bakar Baasyir tanpa memberikan bukti-bukti kuat yang mendukung pernyataannya itu.

Hal tersebut dibantah oleh jubir JAT, Ustadz Abdul Rohim yang dilansir oleh MuslimDaily.net (05-06-2011). Beliau menilai pernyataan Polisi terlalu mengada-ada karena JAT sendiri tidak punya cabang di daerah Sulawesi dan peryataan itu terkesan tendensius  untuk mengaitkan Ustadz Abu Bakar Baasyir dengan tindakan terorisme dan mengiring masyarakat untuk menghakimi bahwa JAT dan Ustadz Abu Bakar Basyir adalah jaringan teroris.

Ini adalah bumerang bagi Kepolisian yang mengusung diri sebagai pelayan masyarakat. Seharusnya pihak Kepolisian berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan kepada publik agar tidak timbul rasa saling curiga diantara masyarakat sendiri. Jangan sampai Kepolisian menjadi pihak yang malah memperkeruh suasana dan menjadi corong adu domba di masyarakat.

Hancurnya Citra Kepolisian

Bila pihak kepolisian selalu berbicara kepada publik dengan tergesa-gesa tanpa bukti yang kuat dan terkesan menghakimi hanya akan mengurangi rasa percaya publik kepada lembaga kepolisian yang telah hancur. Seperti yang dikutip dari kompas.com (29/5/2011).

The Indonesian Human Rights Monitor (Imparsial) menilai, reformasi kepolisian yang berjalan hampir 13 tahun tidak cukup memadai dalam mewujudkan polisi yang profesional. Direktur Program Imparsial Al A'raf mengatakan, reformasi kepolisian hanya bersifat kosmetika belaka dan belum dilakukan secara utuh.

"Berbagai kasus penyimpangan yang dilakukan aparat kepolisian terus terjadi hingga saat ini," kata Al A'raf dalam jumpa pers di kantor Imparsial, Jakarta, Minggu (29/5/2011).

 

Hingga saat ini, lanjutnya, sejumlah aparat kepolisian diduga terlibat dalam beragam kasus kekerasan. Aparat kepolisian juga diduga terlibat dalam kasus korupsi. "Misalnya makelar kasus, keterlibatan dalam pembalakan kayu liar, skandal penyuapan, politisasi polisi dalam politik, pembiaran dalam kasus kekerasan beragama dan berkeyakinan, keterlibatan dalam kasus kriminal, kekerasan perempuan, penyiksaan, penangkapan," papar Al A'raf.

Berdasarkan catatan Imparsial, sepanjang 2005-2010, kasus brutalitas yang melibatkan aparat kepolisian berjumlah 135 kasus, dengan jenis kekerasan seperti pemukulan, penyerangan terhadap warga, perampokan, pemerasan, pemerkosaan, dan kekerasan berlebihan dalam menangani pengunjuk rasa. Sementara kasus salah tangkap oleh Polri berjumlah 154 kasus.

"Terorisme 70 kasus, pencurian 30 kasus, narkoba 24 kasus, pembunuhan 18 kasus, lain-lain 12 kasus," kata Al A'Raf. Untuk kasus korupsi, berdasarkan survei Transparency International yang dikutip Imparsial, kepolisian ditempatkan sebagai institusi terkorup. Indeks suap di kepolisian pada tahun 2008 mencapai 48 persen.

Kepolisian, lanjutnya, juga lamban menyelesaikan kasus-kasus korupsi.

"Berdasarkan catatan ICW (Indonesia Corruption Watch), terdapat 145 tunggakan kasus korupsi yang harus diselesaikan kepolisian pada 2010," kata Al A'raf.

Peneliti Imparsial, Gufron Mabruri, menambahkan, hal yang mencolok dari kinerja Polri selama reformasi adalah kegagalan Polri mencegah terjadi kekerasan berlatar belakang agama. "Atau kekerasan lain yang bersifat horizontal, seperti kekerasan antarpreman," katanya.

Umumnya, lanjut Gufron, kepolisian melakukan pembiaran terhadap pelaku dalam kasus-kasus tersebut. "Tidak ada proses terhadap pelaku kekerasan dalam konteks kebebasan agama," ucapnya.

 

Jadi hendaknya kedepan pihak Polisi agar lebih hati-hati dalam memberikan pernyataan yang berdampak kepada masyarakat, harus ada bukti dan saksi yang menguatkan hal tersebut. Dan lebih professional lagi dalam bertugas dan menghormati Hak Asasi Manusia.

 

Abdullah di Jakarta,


latestnews

View Full Version