Diposting Selasa, 12-02-2013 | 09:22:46 WIB
TEXAS, muslimdaily.net, - Kekurangan imam semakin meresahkan masyarakat Muslim di Amerika Serikat, terutama kekurangan ahli agama yang dengan mudah dapat berhubungan dengan generasi muda muslim kelahiran Amerika.
"Aku sudah punya kesempatan untuk melakukan perjalanan kiara-kira 150 masjid di seluruh Amerika. Dan sebagian besar dari mereka pada faktanya tidak memiliki imam yang dapat bekerja full-time," ujar Nouman Ali Khan, yang menjadi kepada di Institut Bayyinah, lembaga pendidikan bahasa Arab di Dallas yang mendidik para pemuda untuk menjadi imam di masa depan, kepada US National Public Radio (NPR) sebagaimana dilansir onislam.net, Senin 11 Februari.
Karena jumlah umat Islam di Amerika Serikat terus tumbuh, jumlah masjid juga telah melonjak 74 persen selama satu dekade terakhir. Namun, terdapat kekurangan kebutuhan imam yang dapat bekerja full-time untuk memenuhi kebutuhan keagamaan jamaah. Terutama imam dari kalangan muslim kelahiran Amerika yang dianggap dapat berdakwah dengan baik pada generasi muda.
Sebuah survei terbaru oleh Masyarakat Islam Amerika Utara (Islamic Society of North America/ISNA) menunjukkan bahwa hanya 44 persen dari imam yanga ada di Ameria digaji dan bekerja secara full-time. Sisanya adalah para sukarelawan.
Empat dari lima imam di Amerika Serikat lahir dan dididik di luar negeri, sebagian besar dari Mesir, Arab Saudi dan India. Dibesarkan dalam budaya yang berbeda dari orang tua mereka, generasi ketiga Muslim Amerika merasa terasing dari masjid dan dari budaya religius sama sekali. Oleh karena itu, masjid di AS tidak hanya perlu imam yang terlatih, tetapi juga perlu tokoh agama yang memiliki kemampuan bahasa Inggris yang baik dan pemahaman budaya Amerika.
"Anda mungkin memiliki imam yang memiliki ilmu yang dapat berbicara dengan jemaat yang lebih tua, tapi dia tidak dapat berhubungan dengan kaum pemuda," kata Ali Khan.
Imam Kelahiran Amerika
Masjid di Colleyville, Texas, adalah salah satu masjid yang beruntung memiliki imam yang dapat bekerja full-time.
"Saya adalah seorang skater yang memiliki sponsor pada usia 10 dan setelah tanganku patah, nenek saya mengatakan saya harus meninggalkannya," Yahya Jaekoma, pemuda berbadan subur berusia23 tahun keturunan Thailand dan Afghanistan, yang lahir di San Diego mengatakan.
"Jadi dia mengirim saya ke sebuah madrasah, yang merupakan lembaga untuk mempelajari Al-Quran, pada usia 14."
Pada usia 18, Jaekoma telah hafal Al-Qur'an dan mengabdikan seluruh hidupnya untuk belajar agama. Pengalamannya menjadi seorang skater dapat membantunya dalam berkomunikasi dengan remaja muslim.
"Saya menceritakan kisah hidup saya. Saya memberitahu mereka di mana saya datang dan saya memberitahu mereka apa yang telah saya lakukan." [har]