View Full Version
Senin, 25 Mar 2013

Kerusuhan dan Pembakaran Masjid Terus Meluas di Myanmar

RANGON, muslimdaily.net, - Dalam eskalasi kekerasan sektarian di Burma yang terus meluas, sejumlah masjid dan rumah-rumah Muslim telah dibakar di lingkungan Muslim oleh massa Buddha.

"Sebagian besar rumah-rumah milik Muslim," kata seorang pejabat yang tidak mau disebutkan namanya di lingkungan kota Yamethin dekat ibukota Naypyidaw, 130 km selatan Maiktila kepada Agence France-Presse (AFP) sebagaimana dilansir onislam.net, Ahad 24 Maret. Meiktila adalah kota pertama terjadi kerusuhan terbaru di Myanmar atau Burma.

"Kasus seperti ini belum pernah terjadi di sini."

Lebih dari 40 masjid dan rumah-rumah Muslim dibakar Sabtu malam, 23 Maret, di daerah Yamethin dalam kekerasan  anti-Muslim yang meluas di Burma. Sebelumnya, kerusuhan terjadi pada hari Rabu di kota Meiktila, 130 kilometer (80 mil) utara dari Naypyidaw, menewaskan setidaknya 32 orang tewas dan menghancurkan lebih dari 9.000 rumah.

"Peristiwa ini terjadi begitu cepat," kata seorang wanita di Yamethin.

"Beberapa orang yang menghancurkan rumah-rumah. Kami tidak tahu siapa. Kami sangat menyesal. Kami tidak ingin hal-hal seperti ini terjadi."

Kekerasan itu terjadi beberapa jam setelah utusan PBB mengunjungi puing-puing di jalanan Meiktila dan bertemu dengan beberapa pengungsi Muslim dan Buddha. Vijay Nambiar, penasihat khusus PBB untuk Myanmar, menyatakan kesedihan atas kematian dan kehancuran namun mengatakan warga ingin membangun kembali kehidupan mereka yang hancur.

Kerusuhan ini mengingatkan kembali ketegangan antara Muslim dan Buddha di Burma yang telah memanas sejak kekerasan sektarian tahun lalu di negara bagian Rakhine barat, yang membuat ribuan  Muslim menjadi pengungsi.

Burma Muslim - sebagian besar dari India, Cina dan keturunan Bangladesh - mencapai sekitar empat juta dari 60 juta penduduk Burma/Myanmar.

Muslim memasuki Burma secara massal untuk pertama kalinya sebagai kerja paksa dari India maupun Bangladesh selama pemerintahan kolonial Inggris, yang berakhir pada tahun 1948. Namun meski telah lama, mereka tidak diakui sebagai warga Myanmar.

ketidakpercayaan antar suku

"Ketidakpercayaan begitu tinggi bahwa setiap etnis siaga dengan senjata di tangan mereka," kata Hkun Htun Oo, mantan tahanan politik yang memimpin partai politik dari kelompok etnis Shan, kepada The New York Times.

"Ini sangat tidak mungkin bahwa mereka akan mempercayai etnis Burma dengan mudah lagi," katanya dari etnis minoritas.

Para pemimpin etnis mengatakan bahwa kekerasan mencerminkan kegagalan pemerintah untuk menyelesaikan perbedaan antara masyarakat melalui dialog politik.

"Pemerintah sedang berbicara perdamaian, tetapi tentara berperang," kata Hkun Htun Oo.

Burma sekitar 90 persennya  adalah penganut Buddha dan mayoritasnya adalah etnis Burma, sisanya adalah berasal dari ratusan etnis dan agama minoritas lain. Buddha diakui sebagai agama resmi negara dan identitas nasional. [har]


latestnews

View Full Version