

Ulil mengatakan, fatwa MUI tentang pluralisme agama salah sasaran. Sebab menurutnya, fatwa MUI itu sebenarnya diarahkan kepada relativisme kebenaran, bukan pluralisme agama.
“Saya dan aktivis pluralisme lainnya, 99,9% menolak relativisme,” katanya. Karena salah sasaran, maka menurut Ulil, fatwa MUI itu statusnya hanya sekadar kritik saja, bukan fatwa, apalagi harus dipatuhi.
Benarkah  Ulil memahami pluralisme agama tanpa meyakini relativisme? Dalam  Bunga Rampai Surat-Surat Tersiar, Ulil Abshar Abdalla mengatakan,”saya  sangat mencintai Islam karena itulah agama yang “membuka” mata saya  pada dunia. Itulah agama yang mengajarkan tentang baik dan buruk, tentang  keadilan, tentang cinta, tentang hormat, tentang do unto others what  you wish others do unto you, ajaran baru saya ketahui ternyata ada  dalam semua agama dan karena itu Bung, kemudian saya berpandangan bahwa  pada intinya semua agama itu sama.Sekali lagi pada intinya, bukan pernak-perniknya.” 
Kemudian  masih dalam buku itu, Ulil melanjutkan,”Islam tidak pernah membatalkan  kebenaran agama lain, entah agama yang ada di lingkungan tradisi semitik,  atau di luarnya. Islam memandang dirinya sebagai bagian dari keluarga  besar “wahyu ketuhanan” yang turun kepada semua agama di muka bumi.  Dalam wawasan semacam ini, saya hendak menempatkan Islam sebagai agama  yang benar diantara agama-agama lain yang juga benar…”ujarnya. Jadi,  pernyataan Ulil dalam buku di YLBHI kemarin, bertolak belakang dengan  apa yang ia tulis dalam bukunya. 
Dalam diskusi  yang dihadiri oleh Frans Magnis Suseno, Ihsan Ali Fauzi (Paramadina),  dan Yuniarti Chuzaifah (Komnas Perempuan), Ulil yang belakangan hati-hati  mengeluarkan pernyataan karena dirinya ingin mencalonkan diri sebagai  kandidat Ketua PBNU, mengatakan bahwa sudah saatnya para pengusung paham  pluralisme agama untuk tidak bertindak defensif, tetapi bergerak maju  untuk memasarkan ide-ide pluralisme. Ulil menyatakan, kelompok fundamentalisme  saat ini terus melakukan serangan ofensif untuk membendung gagasan pluralisme  agama. “Karena itu saya menghimbau perlu ada tokoh yang berwibawa,  yang kharismatis untuk berada di belakang ide-ide pluralisme ini, agar  wacana pluralisme agama bisa valid, legitimate, otoritatif dan tidak  bertentangan dengan ortodoksi agama,”himbau Ulil. 
Dalam bedah buku itu, Ulil beberapa kali menyebut kelompok fundamentalisme agama sebagai orang-orang yang anti dengan dialog. Karena itu kata Ulil,”hadirnya buku ini bisa menjadi penguat argument soal pluralisme agama. Kalau mereka tidak paham pluralisme agama, suruh baca buku ini. Atau kalau tidak, lempar saja dengan buku ini,” katanya disambut tawa hadirin. (Arta/voa-Islam.com)
Ada ingin mengejar 'isi otak' Ulil, di sini : http://gusulil.wordpress.com/