Kepala Intelijen Mesir Mayor Jenderal Omar Sulaimen, mengatakan, bahwa pencalonannya sebagai presiden, bertujuan melindungi negara Mesir dari bahaya ancaman kaum Islamis. Omar Sulaiman mendapatkan dukungan jajaran militer Mesir, terutama Dewan Tertinggi Mesir (SCAF). Hal ini menunjukkan militer Mesir belum rela melepaskan kekuasaannya.
Omar Sulaiman menjadi tangan kanan Hosni Mubarak, dan menjalankan peran setrategis selama pemerintahan rezim Mubarak, dan mempunyai hubungan dekat dengan Mossad dan CIA.
Omar berkolaborasi (bekerjasama) dengan Zionis-Israel, ikut terlibat dan merancang invasi Israel ke Gaza tahun 2008, yang menghancurkan wilayah Palestina, yang merupakan tempat basis kekuatan Hamas. Omar Sulaiman mendapatkan mandat dari Hosni Mubarak membantu Zionis-Israel untuk menghancurkan secara total kekuatan Hamas. Dengan menggunakan tangan Zionis-Israel. Omar Sulaiman yang dibantu mantan kepala Mossad, Danny Yatom, melakukan penghancuran terhadap Hamas.
Tetapi, perubahan politik di seluruh dunia Arab dan Afrika Utara, yang tidak pernah diprediksi oleh Mossad dan CIA, yang menghasilkan perubahan, dan hengkangnya Marsekal Udara Hosni Mubarak dari kekuasaannya, sebuah mimpi buruk (nightmare) bagi Zionis-Israel dan Barat. Ditambah dengan kemenangan kekuakatan Gerakan Islam, seperti Ikhwanul Muslimin dan Salafi, yang sekarang ini mendominasi parlemen Mesir. Sementara itu, kekuatan sekuler seperti partai Wafd, dan kelompok sekuler lainnya hanya mendapatkan dukungan 7 persen dari pemilu lalu.
Pada kondisi yang dipandang sangat kritis bagi kepentingan para kroni rezim yang lama (Hosni Mubarak), para jenderal Mesir, kemudian memajukan Jenderal Omar Sulaimen, yang banyak berkecimpung di dunia intelijen itu, mencalonkan Omar sebagai calon presiden. Ini membuat situasi di Mesir semakin tidak menentu.
Mantan wakil presiden Mesir Omar Sulaiman di dukung oleh militer, di mana militer sekarang masih mengendalikan negara. Mereka berusaha dengan sangat keras agar kekuatan Islam tidak mengambil alih negara. Pencalonan Omar Sulaiman itu, sangat eksplisit bertujuan menghentikan bangkitnya kekuatan Islam di Mesir, seperti yang dikemukakan oleh Omar. Para kroni rezim Mubarak dan kaki tangan Zionis-Israel, tidak ingin Islam berkuasa di negeri Spinx.
Pemerintahan Barack Obama telah mengeluarkan dana jutaan dollar membantu kelompok-kelompok partai sekuler di Mesir, dan berusaha menghentikan kelompok-kelompok Islam, agar tidak menguasai parlemen Mesir.
Amerika melalui LSM-LSM lokal, dan menyusupkan sejumlah agennya di Mesir, menciptakan huru-hara di Mesir, dan terus berusaha menciptakan instabilitas, tetapi gagal. Termasuk terjadinya kekacauan saat berlangsung pertandingan sepapk bola, yang banyak menelan korban, beberapa waktu yang lalu.
Usai revolusi "Arab Spring" yang berlangsung di Tahrir Square yang sangat luar biasa itu, dilanjutkan dengan aksi melakukan pendudukan terhadap Kedutaan Israel di Cairo. Ribuan demonstran mendobrak pintu gerbang Kedutaan lsrael, masuk dan membakar sejumlah dokumen penting. Sesudah itu, Dubes Israel pulang ke Israel. Sampai sekarang ini Kedutaan Israel di Cairo dikosongkan.
Dampaknya, seperti dalam kunjungan Menteri Pertahanan Amerika Serikat ke Israel, Leon Panetta, yang bertemu dengan Perdana Menteri Israel, meminta Benyamin Netanyahu, agar memikirkan nasibnya di lingkungan negara-negara Arab yang sudah berubah.
Israel sudah tidak lagi memiliki sekutu yang dapat melindunginya sejak Mesir jatuh ke tangan kelompok Islam. Karena itu, mantan Kepala CIA, Panetta meminta kepada Israel mereposisi kebijakannya, dan melakuka dialog dengan Palestina mencapai perdamaian. Tidak ada jalan lain.
Sementara itu, sejumlah mantan anggota Partai Nasional Demokrat (NDP) yang sudah dibubarkan diantaranya para dewan lokal, dan mantan anggota parlemen mengadakan pertemuan di Daqahlia, Kamis. Mereka membahas bagaimana cara mendukung mantan Wakil Presiden dan calon presiden Omar Suleiman dalam "kampanye sengit" oleh rakyat Mesir, terutama oleh Ikhwanul Muslimin, yang menolak pencalonannya.
Para peserta pertemuan juga membahas bagaimana menghadapi keputusan parlemen Mesir, yang melarang para mantan pejabat di zaman Mubarak? Di mana parlemen Mesir telah memutuskan melarang para anggota rezim Mubarak selama sembilan tahun.
Yousry al-Moghazy, mantan anggota parlemen NDP dari daerah Belkas, mengatakan: "Kami semua bersatu ... dan kita sekarang mencari harga diri, yang lebih berharga dari apapun dan di atas segalanya. ini adalah sebuah kehormatan bagi kita bahwa kita adalah 'sisa-sisa', tapi 'sisa-sisa' yang terhormat. Kami tidak ingin kelompok tertentu (Islam) mengontrol penuh negara Mesir", tegasnya.
"Negara ini akan hancur berkeping-keping, jika kita tidak mengambil sikap, dan negara akan hilang," tambah Moghazy. Surat kabar Partai Wafd mengatakan dalam situsnya bahwa puluhan anggota mantan NDP dan pendukung di wilayah Ashmoun di Gubernuran Monufiya melakukan protes pada hari Jumat untuk mendukung run presiden Suleiman.
Para kaki tangan Mubarak dan Zionis-Israel, berusaha keras menghentikan kekuatan Islam, yang sekarang ini menguasai parlemen Mesir, dan mereka ikut dalam pemilihan presiden. Mereka tidak ingin Islam mendominasi arus politik di Mesir, dan ini sama dengan memotong tangan Zionis-Israel di dunia Arab, yang selama ini Zionis-Israel berkuasa penuh atas dunia Arab, akibat dukungan rezim-rezim Arab yang laknat. (af/amy)