View Full Version
Senin, 07 May 2012

Tumbangnya Pilar Kekuatan Kebathilan Eropa

Presiden Nicolas Sarkozy yang menjadi pilar kekuatan konservatif Eropa tumbang. Kekalahan Sarkozy akan berdampak sangat negatif terhadap masa depan zona euro. Berdampak pula bagi masa depan kesatuan Uni Eropa.

Perancis merupakan pilar utama kekuatan mata uang zona euro. Kekalahan Sarkozy menjadi peringatan "warning" seluruh zona euro di Uni Eropa, bakal menghadapi krisis dan disintegrasi.

Sarkozy sangat konservatif, sangat anti imigran, terutama Muslim, dan diskriminatif, pendukung kekuatan lobbi Yahudi di Perancis,  dan menjadi pilar kekuatan Eropa yang memberikan dukungan politik terhadap Zionis-Israel.

Sarkozy bersama dengan Benyamin Netanyahu membangun poros Paris-Tel Aviv. Kekalahannya akan mengubah geopolitik dan ekonomi, yang sudah menjadi "blue print" bagi imperium Eropa, yang sangat ambisius.

Sarkozy gagal membawa Perancis menjadi "backbond" (tulang punggung) zona euro dan  Uni Eropa bersama dengan Kenselir Jerman Angela Merkel, yang juga  menjadi pendukung utama zona euro. Kekalahan Sarkozy menandakan seluruh rakyat Perancis menolak kebijakan dibidang ekonominya.

Kebijakan ekonomi Sarkozy yang terus melakukan pengetatan anggaran (APBN), dan meninggalkan subsidi bagi kalangan kelas buruh dan pekerja. Menyebabkan Sarkozy tidak populer di mata rakyatnya.

Sementara Sarkozy menggelontorkan miliaran dollar euro kepada negara-negara di zona euro yang bangkrut, akibat terkena krisis utang. Seluruh zona Eropa menghadapi malaise (kebangkrutan) yang mengancam masa depan mereka.

Dampaknya dalam pemilu kali ini Sarkozy kalah menghadapi tokoh Sosialis Francois Hollande. Kemenangan Hollande memberikan sinyal sangat jelas terjadinya pergeseran politik di Perancis. Di seluruh kekuatan sayap kiri dan sayap kanan dan kaum ultra nasionalis yang menentang Sarkozy menjadi fenomena baru.

Dalam pidato kemenangannya kepada pendukungnya, Hollande menyatakan kemenangannya merupakan awal baru bagi Eropa. Pemimpin Sosialis itu, juga berjanji menggenggam seluruh Perancis, dan mengubah seluruh kebijakan yang menjadi warisan Sarkozy.
 
"Banyak orang menunggu selama bertahun-tahun, dan waktu yang panjang bagi perubahan.  Perjuangan kaum muda yang  tidak pernah mengenal waktu menghadapi kekuatan konservatif .... Saya bangga mampu membawa harapan baru," kata Hollande di Tulle. "Malam ini, tidak ada dua bangsa Perancis .... Hanya ada satu bangsa Prancis. Hanya satu bangsa yang bersatu dengan nasib yang sama," kata Hollande.

Tingkat kesertaan pemilih Peracis  mencapai lebih dari 80 persen yang dihitung, dan Hollande medapat dukungan 51,2 persen, sementara Sarkozy hanya mendapat suara  48,8 persen. Jajak pendapat mengatakan Hollande memenangkan 51,9 persen suara, seperti yang disiarkan telivisi Perancis.

Kemenangan Hollande disambut dengan gempita oleh para pendukungnya  sepanjang  malam. Klakson mobil terus dibunyikan di sepanjang Champs-Elysees, Paris. "Ini merupakan sebuah pesta besar, dan penuh sukacita bagi banyak anak muda di seluruh Perancis," kata Presiden Gerakan Sosialis Muda, Thierry Marchak-Beck.

Hollande akan menjadi presiden pertama sayap kiri, sesudah Presiden Francois Mitterrand meninggalkan kantornya pada tahun 1995, sesudah tujuh belas tahun.

Pendulun kembali bergeser dari kaum Konservatif (kapitalis) kepada kalangan kiri (Sosalis), yang akan mengambil alih kekuasaan di Perancis. Kegagalan  kaum konservatif yang sangat tidak manusiawi itu, kemudian dimanfaatkan oleh kaum Sosialis dengan membawa isu yang lebih populis (merakyat). Seperti kesejahteraan  bagi kaum buruh, dan lapangan kerja baru bagi kelas pekerja menengah kebawah.

Tetapi, kaum Sosialis yang sekarang ini memenangkan pemilihan, tak akan bertahan lama, seperti Francois Mitterand, yang membawa bencana bagi rakyat Perancis, yang jatuh dalam kekacauan politik, akibat kegagalan ekonomi, dan berakibat yang sangat buruk bagi kehidupan rakyat di negeri mode itu.

Tak ada sistem bathil yang akan dapat memberikan solusi bagi masa depan Eropa, karena siklusnya dari sistem bathil (kapitalisme, sosialisme, dan nasionalisme)  berujung kepada kegagalan.

Eropa menghadapi masa depan yang suram, menghadapi "malaise" (kebangkrutan), yang sudah sistemik, karena yang menjadi landasan hidup negeri Eropa itu, ideologi (keyakinan) yang sudah usang, dan tidak akan mampu lagi menjadi solusi bagi kehidupan rakyatnya. Wallahu'alam.


latestnews

View Full Version