Voa-Islam.com - Partai Demokrat yang baru seumur jagung itu, secara alamiah akan gulung tikar. Tak mampu mempertahankan diri menghadapi tantangan kekuasaan. Kekuasaan yang digenggamnya, tidak membuat berkah bagi rakyat. Justeru membuat malapetaka bagi rakyat. Kekuasaan yang digenggam Partai Demokat itu, hanya menyisakan masa depan Indonesia yang buram.
Ada dua indikator yang menunjukkan “The rulling party” (Partai Berkuasa) itu, terus merosot populeritasnya di mata rakyat. Tokoh yang menjadi “Icon” Partai Demokrat, Presiden SBY di mata rakyat jugat terus merosot. Partai Demokrat dan SBY, keduanya di mata rakyat tidak lagi populer. Antara Partai Demokrat dan SBY tidak dapat dipisahkan.
Polling-polling lembaga-lembaga survey tidak menunjukkan gambaran yang menggembirakan terhadap Partai Demokrat. Tingkat dukungan rakyat dan persepsi rakyat terhadap “The rulling party”, terus menurun. Inilah yang membuat para pemimpin yang berlambang mobil Mercy itu, nampaknya menjadi galau. Mereka mencoba melihat kondisi internal partai dengan penuh kekawatiran.
Lantas Presiden SBY mengumpulkan 33 Ketua DPD Partai Demokrat di seluruh Indonesia di Puri Cikeas. Kemungkinan Presiden SBY berusaha menyelamatkan Partai Demokrat yang menghadapi “tsunami” politik, selama hampir setahun ini. Terutama masalah-masalah yang kian menghempaskan Partai Demokrat, yang terus dihadapkan masalah busuk di negeri ini, yaitu : “Korupsi”.
“Korupsi” berjamaah terjadi dilingkaran elite Partai Demokrat. Masalah korupsi sepertinya akan menjadi tanda “lonceng” kematian Partai Demokrat. Karena, yang diduga terlibat dalam korupsi, begitu luas, dan hampir sebagian besar elite pimpinan partai.
Tersangka “mega” korupsi mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Mohammad Nazaruddin, yang sudah di vonis oleh Pengadilan Tipikor, dan dihukum hanya 4 tahun itu, membuat Partai Demokrat, seperti sudah mengalami “koma”, dan membuat rakyat semakin muak.
Nazaruddin dengan sangat gamblang menceritakan yang menjadi hasil jarahannya itu, secara rinci di depan Pengadilan Tipikor. Kemana uang yang dijarah itu mengalir? Semuanya diceritakan oleh Nazaruddin dengan sangat jelas.
Nazaruddin menyebutkan siapa saja yang menerima uang dari proyek Hambalang? Nazaruddin menyebutkan uang itu diberikan kepada Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, Andi Malangranggeng, Angelina Sondakh, dan termasuk ke Banggar DPR. Begitu luasnya dampak dari korupsi, dan adanya “abuse of power” , penyalah gunaan kekuasaan.
Pertanyaannya. Apakah Presiden SBY, yang menjadi “Icon” Partai Demokrat itu, berani melakukan tindakan drastis, mengganti seluruh elite Partai Demokrat, yang terlibat dalam korupsi? Ini yang menjadi persoalan yang sangat serius. Apakah persoalan korupsi yang sekarang terjadi dikalangan elite Partai Demokkat ini hanya “by accident” atau “by design”?
Sebaliknya, jika korupsi yang sekarang dialami elite Partai Demokrat itu, “by design”, maka itu menjadi sebuah policy. Artinya, ada unsur kesengajaan dengan menggunakan kekuasaan yang ada, dan digunakn untuk mendapatkan uang, yang kemudian digunakan kepentingan partai dan elite partai.
Faktnya, yang diduga terlibat dalam korupsi itu, tokoh-tokoh puncak Partai, dan bahkan uang hasil korupsi itupun, konon sebagian digunakan membiaya Kongres dan memenangkan Anas Urbaningrum.
Sesungguhnya, mengapa kejatuhan Soeharto tidak dapat menjadi “ibrah” (pelajaran), bagi partai-partai politik yang lahir sesudah reformasi? Tetapi, faktanya mereka mengulangi kembali sejarah Orde Baru, yang dipimpin oleh Soeharto, yang sarat dengan KKN (Korupsi, kolusi dan nepotisme). Mengapa rezim baru yang dibawah SBY ini, seakan menjadi “copypaste” dari rezim lama Soeharto?
Indonesia tak bisa menjadi bangsa yang maju, jika terus digerogoti penyakit akut, yang bernama korupsi. Seakan korupsi sudah tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan bangsa Indonesia.
Presiden Soeharto yang turun akibat digerogoti penyakit KKN, dan menyisakan kondisi bangsa Indonesia yang sangat sulit, dan bahkan menjadi terbelakang, tetapi sekarang rezim-rezim baru, penganti Soeharto, tidak menunjukkan sikap yang berbeda dengan rezim Soeharto. Rezim baru yang menggantikan, tak kalah korupnya dibandingkan dengan Soeharto. Inilah yang mengakibatkan rakyat sengsara.
Tetapi, rakyat pun tidak dapat mengambil pelajaran berharga dari sejarah,yang sudah pernah ada. Dari rezim-rezim yang terdahulu, yang pernah berkuasa, seakan tidak mereka fahami. Mereka seperti orang yang terkena sakit lupa ingatan, dan sangat mudah melupakan apa yang sudah pernah mereka alami. Mereka ikut kembali terlibat dalam pesta sesat yang bernama : "demokrasi dan pemilu".
Memang partai-partai dengan demokrasi tidak mungkin bakal dapat menyelamatkan bangsa Indonesia dengan model pemimpin yang tamak dan korup seperti sekarang ini. Mereka tidak memiliki moralitas agama yang kokoh, dan hanya berlindung dan menggunakan paradigma sistem yang bathil, hanya untuk mengeruk kekayaan negara, bagi partai dan pribadi elitenya.
Bayangkan ada partai yang baru lahir, yang merupakan pecahan dari Golkar, Nasdem menawarkan bagi calon anggota legislatif partai itu, dan dengan biaya Rp 5 – Rp 10 miliar, tiap calon. Apakah partai model seperti ini, kemudian dapat diharapkan akan dapat menyelesaikan masalah bangsa? Apakah nantinya anggota legislatif dari Nasdem, dijamin tidak menjalankan politik uang, dan tidak KKN?
Antony Gidden yang pernah menjadi mentor Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, memberikan nasehat, semakin berkuasa seorang, hendaknya melakukan “diet” secara ketat. Mungkin bahasa agamanya “zuhud”. Tidak tamak dan rakus. Jika ingin selamat kekuasaannya. Tidak apa saja dimakan.
Analogi manusia yang tamak dan rakus, memakan apa saja, ibaratnya akan terkena penyakit kolesterol, diabet, darah tinggi, dan kemudian terkena stroke, serta menjadi lumpuh seumur hidup. Tetapi, kekuasaan selalu membuat terlena bagi orang-orang yang berkuasa. Wallahu’alam.