View Full Version
Senin, 18 Jun 2012

Militer Mesir Menciptakan Skenario Aljazair?

Jakarta (voa-islam.com) Mantan pemimpin FIS (Front Penyelamat Islam), memperingatkan bahwa militer Mesir akan menciptakan kemungkinan skenario Aljazair.  “Skenario Aljazair” itu sedang dipersiapkan dengan matang. Bersama dengan Amerika Serikat.

Militer Mesir  akan mengambil segala resiko, implikasi dari keputusan membatalkan hasil pemilu parlemen, dan mengumumkan secara sefihak kemenangan Marsekal Ahmade Shafiq sebagai calon presiden.

Mesir dengan “Skenario Aljazair” akan jatuh ke dalam situasi baru yang penuh dengan kekerasan. Bisa terjadi kekerasan berdarah akibat Dewan Agung Militer (SCAF), sebagai  yang berkuasa memerintahkan  Pengadilan membubarkan parlemen yang terpilih melalui pemilihan, termasuk membatalkan hasil pemilihan presiden.

Situasi Mesir ini, persis seperti yang terjadi di Aljazair di tahun l992. Di mana militer Aljazair memerintahkan pengadilan membubarkan parlemen,  dan diikuti dengan pembubaran FIS (Front Keselamatan Islam), sebagai pemenang mayoritas dalam pemilihan di Aljazair, ungkap seorang tokoh FIS, Minggu.

Kemudian, yang terjadi hampir satu dekade perang antara sipil dengan militer di Aljazair, yang membawa korban dalam jumlah yang sangat besar. Satu dekade rakyat Aljazair menyaksikan kebiadaban yang  luar biasa, dan kekerasan berdarah, di mana militer melakukan intervensi pada tahun 1992. Saat itu,  Presiden Aljazair Chadli Bendjedid membatalkan putaran kedua pemilihan setelah FIS (Front Keselamatan Islam) memenangkan putaran pertama.

Mantan pendiri FIS el-Hachemi Sahnouni menjelaskan  peristiwa di Mesir dalam beberapa hari terakhir itu,  "Secara ekplisit sebagai sebuah kudeta militer, dan yang bertentangan dengan keinginan rakyat, dan hanya akan membawa kejahatan yang sangat mengerikan dari apa  yang dijalankan oleh Dewan Militer”, ungkap Shanouni.

Sahnouni kepada Al Arabiya mengatakan, bahwa ia "khawatir bahwa negara Arab terbesar itu, mungkin jatuh ke dalam kekerasan seperti  dengan apa yang terjadi di Aljazair”, tambahnya.

"Jika ini yang  terjadi, itu akan menjadi bencana tidak hanya terhadap Mesir, tapi terhadap semua negara Arab”, ungkapnya.

Sahnouni menambahkan bahwa pembubaran  parlemen yang dimenangkan oleh Ikhwan dan kaum  Islamis  yang mendominasi parlemen Mesir adalah "mirip dengan apa yang terjadi di Aljazair pada tahun 1991."

Abdallah Djaballah, pendiri Front Keadilan dan Pembangunan, sementara itu mengatakan bahwa militer Mesir menerima instruksi dai "luar"  untuk menghentikan kaum Islamis  mengambil kekuasaan.

"Pembubaran Majelis Rendah Mesir, sangat jelas menunjukkan adanya kemauan yang kuat dari Dewan Militer dan kelompok individu yang berpengaruh, yang melaksanakan instruksi asing, yang tujuannya menghentikan Ikhwanul Muslimin, khususnya, dan revolusi Mesir, pada umumnya", tegas Djaballah.

Tapi,  Abu Jarra Sultani, pemimpin Gerakan Aljazair untuk Masyarakat Damai, mengesampingkan kemungkinan konfrontasi bersenjata antara Jamaah Ikhwanul Muslimin Mesir dengan militer yang berkuasa. "Selama lebih dari 80 tahun, Ikhwan menjadi korban kekerasan, dan saya tidak berpikir, Ikhwan akan menggunakan kekerasan. Hanya ada pertempuran politik, "kata pemimpin Ikhwanul Muslimin Aljazair”,  Sultani.

Sebelum mengumumkan kesertaaan dalam  pemilihan presiden, Gerakan Ikhwanul Muslim Mesir memperingatkan Maret 2012, bahwa negara itu bisa mengalami seperti “Skenario Aljazair”,  jika "kekuatan lain" mencoba "menghalangi kecenderungan Islam."

"Jika kecenderungan Islam mencoba menjadi lebih dominan dalam kekuasaan, dan  kita bisa menghadapi masalah besar," kata Mohammed el-Beltagi, pemimpin  Ikhwanul Muslimin, kepada media independen Mesir.

Tetapi, "Jika kekuatan asing berusaha menghalangi kecenderungan Islam, kita akan menghadapi masalah yang lebih besar lagi," tambah Beltagi.

Nampaknya, kekuatan luar dengan menggunakan militer Mesir, berusaha menghentikan kekuatan Ikhwan yang sekarang ini mendominasi parlemen, dan kemungkinan memenangkan pemilihan presiden. Ini sebagai langkah yang lumrah, di manapun kekuatan asing, Amerika Serikat dan Zionis Israel tidak ingin Mesir jatuh ke tangan kaum Islamis.

Militer sebagai penjaga garda terdepan kepentingan Barat dan Zionis, tidak akan pernah membiarkan setiap negara Muslim, jatuh ketangan kelompok Islamis, yang akan merugikan kepentingan dan masa depannya. Maka, militer kemungkinan melaksanakan "Skenario Aljazair", yang akan  dijalankan menghadapi Ikhwan di Mesir, yang harmpir mengambil alih di Mesir. Militer menjadi penghalang utama bagi tegaknya sistem Islam di negeri-negeri Muslim.

Menginginkan kekuasaan dengan jalan demokrasi sepertinya hanya menjadi sia-sia belaka, tatkala menghadapi militer yang menjadi kroni Barat, yang  pasti akan menggunakan kekuatan senjata, ketika mereka kalah melalui sistem pemilihan, seperti yang terjadi di Aljazair, dan kemungkinan Mesir.

Demokrasi itu hanya berlaku di negeri induknya, bukan di  negeri Muslim, dan Muslim sudah tidak semestinya hanya menjadikan demokrasi sebagai satu-satunya jalan dalam menegakkan Islam. Pasti akan dimanipulasi oleh penguasa militer yang menjadikan Amerika Serikat dan  Israel sebagai patronnya. Wallahu’alam.mi


latestnews

View Full Version