Perjuangan menegakkan dienul haq yang diberikan Allah Azza Wa Jalla tidak terkait dengan waktu.
Perjuangan mengajak umat manusia beriman, dan hanya menjadikan Rabb sebagai satu-satunya Dzat, yang berhak disembah dan diibadahi, tidak bisa diukur dengan terwujudnya kekuasaan semata.
Perjuangan mengajak umat manusia agar ta'at, tunduk, patuh, dan merasa hina dihadapan Rabbul Alamin, hanya bisa dilakukan orang-orang yang ikhlas dan sabar.
Allah Rabbul Alamin menciptakan umat manusia, hanya satu tujuannya, yaitu agar manusia beribadah kepada Rabbnya semata. Tidak kepada selain-Nya.
Setiap kali umat manusia menyimpang, dan menyekutukannya, maka manusia akan menjadi sampah sejarah. Tidak akan pernah dapat menjalani kehidupan, seperti yang diinginkan Sang Pencipta. Menyekutukan Rabbul Alamin, termasuk perilaku yang menyimpang, dan dosa besar.
Sesungguhnya, Allah Rabbul Alamin selalu menciptakan utusan-Nya, para rasul dan nabi, tujuannya hanya agar mengajak manusia menyembah kepada Rabbul Alamin, dan menjauhi thogut.
Tidak ada gunanya manusia, beribadah, tunduk patuh, taat kepada Rabb, tetapi menjadi sekutu thogut. Menjadi pembela thogut. Sikap sebagai mukmin yang takut kepada Rabbul Alamin, pasti akan selalu baro', membenci kepada thogut. Tidak mungkin akan berkompromi, bermualah dengan thogut. Apalagi bersekutu.
Sifat dan karakter para rasul dan anbiya seperti itu. Tidak ada para rasul dan anbiya, yang mengajak beriman umat kepada Allah Azza Wa Jalla, kemudian mengajak pula umat mengabdi dan menyembah serta menjadi abdi para thogut.
Thogut menjadi musuh abadi para mukmin, dan para kekasih Allah Azza Wa Jalla. Setiap kali mukmin berpaling dari pertolongan dan menjadikan para thogut menjadi penolongnya, maka manusia akan menjadi hina.
Menegakkan agama Allah Rabbul Alamin, tidak selalul berkorelasi dengan hasil dan kekuasaan. Perjuangan menegakkan agama Allah Rabbul Alamin itu, hanyalah bagian dari ketundukkan dan ketaatan seorang makhluk, yang sudah begitu banyak diberikan kenikmatan oleh Rabbul Alamin, dan semuanya itu, hanyalah bagian dari bentuk syukur.
Perjuangan yang panjang seorang hamba itu, hanyalah sebagai wujud ridhonya atas syariah-Nya. Tidak ada hal lain, yang dibutuhkan manusia, saat ia menyatakan ridha dan syukurnya terhadap semua bentuk anugerah, yang berupa pemberian Rabbul Alamin kepadanya, termasuk adanya alam semesta.
Karena itu, begitu panjang perjuangan dari Nabiullah Nuh alaihissalam, yang berdakwah dan mengajak kaumnya, selama 950 tahun, agar mereka beriman. Tetapi, kaumnya menolak ajakan Nabiullah Nuh Alaihissaslam. Sampai akhirnya datangnya pembalasan dari Rabbul Alamin, berupa tsunami, yang menghanyutkan seluruh kaumnya.
Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam, ketika awal berdakwah di kalangan kafir Qurays di Makkah, pernah diajak berkompromi, dan diberikan iming-iming tentang kehidupan dunia.
Segala kenikmatan dunia, berupa kekuasaan, pangkat, harta, dan wanita akan diberikan oleh kafir Qurays, jika Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam, mau berkompromi, dan meninggalkan dakwahnya. Tetapi, Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam, memilih mendakwahkan agama Allahl, tanpa bersedia berkompromi dengan apapun, dan tawaran apapun dari kafir Qurays.
Itulah sikap yang benar dari mukmin. Tidak pernah mau menukar ketaatan, ketundukkan, dan kecintaannya terhadap Allah Azza Wa Jalla. Semua kehidupan dunia itu, bukanlah tujuan hidup mereka. Tidak ada artinya dibandingkan sifat rahman dan rahim dari Allah Azza Wa Jalla, yang begitu agung, dibandingkan dengan kehidupan dunia.
Tidak ada artinya kenikmatan dunia dibandingkan dengan janji yang sangat agung dari Allah Azza Wa Jalla, kelak sesudah seorang mukmin, meninggalkan dunia yang fana, dan mendapatkan jaza' (balasan) berupa surga-Nya.
Orang-orang mukmin yang imannya benar, tidak berlari-lari mengejar kenikmatan dunia. Orang-orang mukmin yang imannya benar, tidak mengejar kekuasaan, jabatan, harta, dan aksesoris dunia, yang sangat fana.
Tetapi, orang-orang mukmin, yang imannya benar, selalu menggunakan hidupnya hanya dalam rangka taat, tunduk, patuh, dan menggunakan seluruh hidupnya beribadah kepada Rabbnya. Orang-orang mukmin tidak pernah silau, walau sekejappun terhadap kemegahan dunia.
Justeru orang-orang mukmin akan berlari sekencang-kencangnya menuju maghfirah-Nya (ampunan-Nya), dan yang akan dijanjikan surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Adakah balasan yang melebihi balasan yang akan diberikan oleh Allah Azza Wa Jalla?
Tidak ada makhluk, dan siapapun yang dapat menyamai Rabbul Alamin, ketika memberikan balasan kepada manusia, khususnya kepada mukmin.
Manusia-manusia modern yang hanya menyembah materi hari ini, sudah menjadi bangkrut dan tersungkur, dan hina. Mereka tak pernah menemukan keindahan hidup. Mereka tak pernah menemukan kebahagiaan sejati. Mereka tak pernah menemukan kedamaian sejati. Mereka tak pernah mendapat ketenangan hidup. Sepanjang kehidupan selalu dipenuhi dengan galau, risau, dan kegelisahan. Ketidak pastian. Ketakutan akan hari depannya.
Betapa manusia modern sekarang, terutama di Barat, sekarang memilih jalan kematian dengan bunuh diri. Mereka berbondong menuju kematian dengan jalan bunuh diri. Mereka berputus asa. Seperti menghadapi akhir kehidupan, ketika mereka tak menemukan lagi, kebahagiaan materi. Sungguh nista hidup mereka. Seluruh dunia Barat yang hidup rakyatnya, tidak lagi mengenal Rabb, dan hanya menjadikan materi sebagai sesembahan mereka, maka mereka menghadapi tragedi kehidupan.
Di Yunani, Spanyol, dan Italia, serta negara-negara Barat lainnya, setiap hari, kehidupan hanya dikejutkan oleh orang-orang yang bunuh diri. Ketika krisis ekonomi menghampiri mereka, maka mereka memilih jalan bunuh diri. Mereka tidak lagi mampu bertahan menghadapi krisis. Mereka tak mampu lagi menggunakan akalnya, yang selama ini dikenal manusia Barat, sebagai manusia yang paling rasional. Rasionalitas mereka menjadi tak berguna menghadapi krisis, krisis kehidupan dunia materialisme.
Orang-orang mukmin tak akan pernah merasa putus atas rahmat dari Allah Azza Wa Jalla. Tak akan pernah berputus asa dalam kehidupan. Betapapun beratnya fitnah, ancaman, dan siksaan, yang mereka hadapi. Semuanya dihadapi dengan ikhlas dan sabar. Sampai datangnya janji Allah Rabbul Alamin. Kehidupan tak lama. Kehidupan di akhirat bersifa kekal.
Janji Allah Rabbul Alamin selalu benar. Tak ada yang diingkarinya. Karena itu, menegakkan agama Allah dan Risalah-Nya, harus menjadi keyakinan, dan terpetari dalam dada. Ketika meninggalkannya, dan hanya karena, aksesoris kehidupan dunia, maka itu hanya membuat rugi bagi orang-orang mukmin.
Abu Bakar As-Shiddiq saat menjelang ajalnya, menangis sampai-sampai Shahabat Ibnu Mas'ud ra, berkata, "Wahai Amirul Mukminin apa yang engkau tangisi?", tanyanya lirih. "Aku mengingat akan peninggalan hartaku", ucapnya. Padahal, ketika Abu Bakar meninggal, menurut Aisyah, Abu Bakar hanya meningglkan baju jubah, karpet yang digunakan menerima tamu, dan seekor bhigol (keledai), yang diserahkan kepada Umar ibn Khattab, yang selanjutnya diserahkan kepada baithul mal.
Janganlah aksesoris kehidupan dunia menjadikan mukmin lupa, dan meninggalkan kewajibannya kepada Allah Azza Wa Jalla, semua bentuk kenikmatan dunia itu, akan berakhir, dan tak ada artinya, serta saat mati semua kenikmatan dunia itu, pasti ditinggalkannya. Wallahu'lam.mi