Jakarta (voa-islam) Sebuah pertemuan yang dihadiri para wartawan Muslim dari berbagai media di Jakarta, penulis, hanya bisa tersenyum kecil, ketika seorang wartawan, mengatakan, "Dia itu dulu pendiri partai dakwah", ucap teman wartawan. Wartawan-wartawan yang ada di sekelilingnya tertawa lebar.
Tak lama, seorang wartawan lainnya, yang masih berkumpul itu, mengungkapkan, maksud partai dakwah itu diplesetkan dengan : "mendadak mewah". Sungguh getir penulis mendengar ungkapan teman wartawan itu.
Tentu, yang dimaksudkan teman wartawan itu, memang ada kebenarannya yang sangat faktual, kalau melihat fenomena dan pemandangan yang ada, dan sangat jamak, di mana para pemimpin partai, atau elite partai yang hanya dalam hitungan waktu yang sangat singkat kehidupan pribadinya sudah : "mendadak mewah", menurut pandangan para wartawan.
Wartawan manusia yang sangat "well inform". Karena informasi setiap saat hari mengalir dari berbagai sumber, yang jumlahnya jutaan. Wartawan setiap hari berhubungan dengan beragam informasi. Apalagi Indonesia negara yang benar-benar bebas. Tidak ada lagi filter informasi. Semuanya mengalir seperti aliran sungai yang deras. Tak ada lagi yang dapat ditutupi. Seperti hidup di rumah kaca. Setiap hari berita itu terus mengalir.
Mungkin ada benarnya apa yang dikatakan seorang wartawan yang dengan nada sedikit "sinisme", tentang terminologi partai dakwah, yang tidak lagi dikaitkan dengan mengajak kepada kebaikan dan kebenaran (amar ma'ruf nahi munkar). Kemudian, dikaitkan dengan kehidupan pribadi para pemimpin dan elite partai yang memiliki gaya hidup (life style), yang sangat berlebihan (isyraf).
Mulai dari model rumah mereka, kendaraan pribadi mereka, kebiasaan makan dan minum mereka. Termasuk aksesoris yang mereka gunakan. Semuanya sangat luar biasa. Tidak masuk nalar.
Mereka hidup dengan rumah mewah, memiliki apartemen, vila, dan rumah dibukit-bukit, serta mereka menikmatinya. Setiap akhir pekan mereka bisa berlibur. Mereka membangun kehidupan yang sangat eksklusif. Tidak ada korelasi antara pemimpin partai dengan anggotanya atau rakyat yang dijanjikan akan diperjuangkan nasibnya.
Ada pemimpin partai "dakwah" yang menggunakan jam tangan rolex yang harganya Rp 90 juta, sampai yang harganya Rp 400 juta. Tapi, mereka menganggap itu sekadar sebagai aksesoris belaka.Bukan kemewahan. Mereka tidak lagi merasa risih, dan ada "guilty feeling" (merasa bersalah). Mereka tetap nyaman dengan kehidupan yang serba wah itu.
Mereka bisa melakukan plesiran ke berbagai negara di luar negeri dengan biaya APBN. Anak dan isterinya bisa ikut berlibur dengan biaya APBN. Semuanya bisa dinikmati dengan biaya negara. Karena mereka wakil rakyat dan pemimpin partai, yang akan memperjuangkan nasib rakyat kecil. Itulah kilah mereka. Tidak ada sedikitpun malu tentang kehidupan yang mereka jalani.
Maka cobalah kunjungi satu-persatu rumah dan tempat tinggal para pemimpin partai itu. Pasti akan mengetahui kehidupan para pemimpin dan elite partai "dakwah" itu. Mereka benar-benar seperti dalam keajaiban. Mereka benar-benar mengalami perubahan hidup yang sangat spektakuler. Teori "quantum" (lompatan) itu benar-benar terjadi. Perubahan yang sangat drastis. Ini tidak bisa dilogikakan dengan "commonsense" alias akal sehat.
Bagaimana para pemimpin dan elite partai yang hanya beberapa tahun, tidak sampai satu dekade, mereka sudah menjadi "milyader", dan dengan jumlah kekayaan yang sangat fantastis. Perhatikan setiap laporan harta kekayaan kepada KPK, para pemimpin dan elite partai, pasti laporan kekayaan mengalami peningkatan yang sangat luar biasa. Dalam waktu relatif singkat.
Padahal, sebelum menjadi pemimpin dan elite partai, mereka itu orang-orang yang hidupnya sangat susah. Mereka tinggal di rumah kontrakan, yang terdiri dari rumah bilik, tanpa ubin. Mereka bekerja serabutan, tak ada pekerjaan yang jelas. Pokoknya mereka orang yang susah hidupnya. Modal mereka hanya bisa "ngomong" dan "oportunisme" alias keahlian dalam "menjilat", dan menjual nilai-nilai ideologi yang menjadi keyakinan mereka, dan mereka menukarnya dengan jabatan kekuasaan.
Tetapi, yang dulunya miskin itu, lupa diri, ketika mendapatkan kesempatan berkuasa. Ada yang dulunya hidupnya sangat susah, dan harus mendapatkan bantuan dari teman-temannya. Ketika mendapatkan kesempatan menjadi pejabat, membangun rumah miliaran rupiah, membeli villa, dan setiap hari main golf dengan relasi-relasinya yang baru, dan semuanya yang mendatangkan uang. Sehingga, hanya dalam waktu singkat kehidupannya berubah, dan benar- benar seperti keajaiban.
Sebagaimana setiap pejabat dan pejabat publik harus melaporkan harta kekayaan kepada KPK. Mereka memang melaporkan harta kekayaan kepada KPK. Semuanya kalau kita perhatikan kekayaan para pemimpin dan elite partai "dakwah" itu, mengalami kenaikan berlipat-lipat.
Sayangnya semua harta kekayaan yang bertambah dengan sangat cepat itu, tak pernah di klarifikasi oleh KPK dari asal muasalnya. Bagaimana seandainya para pemimpin dan elit partai itu, diminta membuktikan asal-muasal kekayaannya dengan sistem terbalik? Pasti penjara akan penuh sesak dengan para pemimpin dan elite partai "dakwah".
Bangsa Indonesia sejak tahun 2009 hingga kini, setiap hari hanya disuguhi berita-berita yang terkait dengan skandal korupsi. Seperti sudah tak ada lagi berita di media, kecuali isinya hanya korupsi.
Seorang pemimpin yang sudah disebutkan oleh temannya sendiri, ikut terlibat korupsi dalam berbagai proyek, tetapi dengan sangat gamblang, dan tegas, mengatakan, "Saya tidak makan uang serupiahpun", ujarnya di depan para wartawan.
Tak tanggung-tanggung pemimpin itu, berani bersumpah kalau mengambil uang, dirinya supaya digantung di Monas. Sungguh sebuah drama kebohongan yang sangat luar biasa.
Ada pengakuan seorang pengurus partai dan menjadi anggota Banggar, yang dengan sangat terang, menceritakan tentang perilaku para ketua Banggar, dan berani mengubah kesepakatan di Banggar, nilai proyek yang diperuntukkan 324 daerah, dan kemudian di sunat 126 daerah, tetapi anehnya nilai angka anggarannya tidak berubah tetap Rp 7,7 triliun. Seorang anggota Banggar itu konon mengaku pimpinan DPR itu, mendapatkan Rp. 300 miliar.
Sekarang keluarga dari pemimpin dan elite partai "dakwah" sudah ikut berbisnis dan main proyek. Isteri dan anak-anak mereka sudah ikut menjadi "broker" di mana departemen itu, dikuasi oleh sebuah partai politik. Anak atau isterinya berkolaborasi dengan sejumlah pengusaha, dan kemudian mereka mendapatkan proyek atau memenangkan proyek, hanya karena orang tuanya menjadi pemimpin atau elite partai.
Ada pula pemimpih dan elite partai yang duduk disebuah komisi hukum, yang sampai berani mendatangi Mahkamah Agung, dan sejumlah pejabat di daerah, yang ujungnya menolak keputusan Mahkamah Agung, yang menyetujui agar pengadilan pejabat itu, berlangsung di daerah di mana peristiwa itu terjadi dipindahkan ke Jakarta.
Sementara itu, KPK meminta pengadilan pejabat itu dipindah ke Jakarta. Karena, pengadilan di daerah sangat lemah, dan dikawatirkan akan bebas. Tetapi, elite partai itu ngotot, melakukan intervensi, dan pengadilan mantan pejabat tetap di daerah. Lalu, ada apa dengan elite partai yang tetap menginginkan pengadilan itu berlangsung di daerah?
Sampai-sampai anggaran KPK nyaris tidak dicairkan. Karena diboikot oleh komisi di DPR, yang terkait dengan hukum. Sehingga, rencana KPK membangun gedung sendiri menjadi terhambat.
Proses mengkerdilkan KPK, terus berjalan, yang itu semua merupakan skenario dari para pemimpin dan eltie partai "dakwah". Mereka tidak ingin terganggu dengan keberadaan KPK. Mereka ingin segera KPK itu dimatikan. Tidak ada lagi "monster" bagi para pemimpin dan elite partai "dakwah".
Tapi, tentu kita masih memiliki hiburan, yang dapat melepaskan kekecewaan demi kekecewaan yang ada. Mari kita menengok ke Mesir.
Mesir baru usai menyelenggarakan pemilihan presiden. Sebelumnya pemilihan anggota perlemen. Kedua pemilihan itu dimenangkan oleh Jamaah Ikhwan. Jamaah Ikhwan menguasai mayoritas parlemen, dan Mohammed Mursy terpilih menjadi presiden, serta mengalahkan Marsekal Ahmed Shafiq.
Mohammed Mursy anak petani yang sangat bersahaja. Sebagasi anggota Ikhwan, Mursy keluar masuk penjara. Sekolahnya sampai mencapai PhD di sebuah universitas terkemuka di Amerika Serikat, dan bahkan bekerja di NASA, sebagai peneliti. Sangat luar biasa. Tetapi, tetap saja bersahaja hidupnya. Tidak banyak perubahan.
Mursy, isterinya, dan kelima anaknya, hafal al-Qur'an. Anaknya yang tertua, Ahmed, sampai sekarang tetap di Saudi Arabia, tidak mau pulang, dan bekerja sebagai dokter urulogy. Ahmed hanya mengatakan biarkan ayahku menjadi presiden, aku hanya mendoakkan semoga amanah, ucapnya.
Isteri Mursy, Naqlaa Mahmoud, tidak mau dipanggil sebagai Ibu Negara "Madame", atau dengan julukan sebagai "First Lady". Nagla hanya minta dipanggil dengan panggilan "Umm Ahmed", titik. Naglaa tetap menggunakan jilbab yang panjang menjuntai. Tidak dikecilkan atau dipendekan.
Nagla ingin tetap hidup bersama dengan rakyat Mesir, tanpa ada perbedaan. Dua orang anaknya yang sudah beranjak dewasa, ikut berjuang di Tahrir Square, dan ditahan.
Ketika Mursy terpilih menjadi presiden, menyampaikan pidato, dan mendapatkan sambutan hangat dari seluruh pemimpin, dan rakyat Mesir, serta mereka menilai Mursy sebagai negarawan. Para pemimpin dunia memberikan apresiasi dan perhatian terhadap pemimpin Mesir yang baru, Mohammed Mursy.
Bandingkan, kalau melihat Indonesia dengan para pemimpin dan elite politiknya. Adakah yang dapat diharapkan dari mereka menjadi harapan masa depan? Dapatkah mereka menjadi antitesa dari keadaan yang kita hadapi sekarang ini? Sungguh prihatin kita.
Bakal calon pemimpin Indonesia yang ada itu, diantaranya seperti Mega, Puan Maharani, Prabowo, Hatta Rajasa, Aburizal Bakrie, Suryapaloh, Wiranto, Ani Yudhoyono, dan entah siapa lagi? Indonesia sungguh bangsa yang malang, mengalami kondisi yang sangat menyedihkan. Tidak memiliki alternatif pemimpin yang dapat menjadi penyelamat.
Mesir rakyatnya berjuang dengan bimbingan para pemimpin dan elite partai yang bukan dari partai "dakwah". Tetapi, Mesir dipimpin oleh elit partai yang benar-benar tulus (ikhlas), tidak memiliki kepentingan pribadi. Mereka hanya ingin membela rakyatnya.
Makanya, ketika Mursy terpilih menjadi prisiden, ia langsung mengundurkan diri dari Ketua Partai Kebebasan dan Keadilan. Mursy menjadi pemimpin seluruh rakyat Mesir. Mursy menjadi antitesa dari rezim Mubarak. Sangat luar biasa. Wallahu'alam.