Jakarta (voa-islam.com) Ketika tahun 1990 an berkeliling Sumatera, di bulan Ramadhan, memang terasa sedih. Perjalanan mulai dari Lampung, Palembang, Jambi, Pekanbaru, Medan, Padang, dan turun ke Bengkulu. Tak sampai ke Aceh. Karena, ketika sampai di Medan, sudah menjelang Idul Fitri. Kembali ke Jakarta. Sesampai di pelabuhan Bakahueni sudah terdengar suara takbir. Sangat mengharukan. Sepanjang perjalanan itu dalam keadaan berpuasa.
Ketika itu, kehidupan Muslim di Sumatera, memang belum begitu nampak, dan tidak seperti di Jakarta. Sepi. Masih di awal Ramadhan, Masjid Raya Jambi, yang ikut shalat tarawih, tidak sampai dua shaf. Masjid yang begitu besar dan megah itu, terasa lengang. Tidak begitu nampak kehidupan Islam. Suasana begitu senyap. Aktivitas kegiatan keIslaman tak begitu terasa.
Begitu pula sesampai di Bengkulu, menyusuri pantai menuju Liwa, sudah menjelang shubuh. Berhenti. Masuk ke sebuah masjid, melaksanakan shalat shubuh. Saat sudah waktu shubuh, penulis mengumandangkan adzan, usai adzan mengucapkan puji-pujian kepada Allah Rabbul Alamin, tetapi sudah lama puji-pujian, tak nampak ada orang yang datang. Sesudah itu baru datang seorang kakek, yang sudah tua, dan dibantu dengan tongkat, datang ke masjid. Penulis bersama dengan tiga teman dan seorang penduduk yang datang, kemudian melaksanakan shalat shubuh. Padahal, masjid itu dikelilingi rumah penduduk yang cukup padat.
Kalau mengingat masa lalu itu, memang teras begitu getir, bagaimana melihat Sumatera, di mana dulu awal mula masuk Islam di wilayah itu, tetapi Islam seperti mati suri. Tak ada tanda-tanda kehidupan. Tak ada tanda-tanda penduduk di wilayah sebagai pemeluk Islam. Karena tak ada yang menyambut Islam, sebagai din. Diantaranya, shalat tak nampak di masjid-masjid, di saat bulan Ramadhan. Masjid sebagai rumah Allah, tak ada yang mengunjungi, dan hanya sebuah bangunan mati.
Tetapi, di tahun 2012 ini, penulis berkunjung kembali ke Sumatera. Meskipun, hanya mengunjungi dua kota, Palembang dan Bengkulu. Tetapi, rasa-rasa mewakili kehidupan rakyat di Sumatera, terutama bagaimana kehidupan keIslaman mereka sekarang ini. Sungguh mengharukan dan begitu indah, terasa di bulan Ramadhan ini, ada kehidupan. Terasa ada denyut kehidupan Islam, bersamaan dengan kesadaran pemahaman Muslim di wilayah itu.
Masjid, mushola, dan rumah-rumah, terasa denyut kehidupan di bulan Ramadhan ini. Tidak seperti di tahun l990 an. Di mana kehidupan Muslim terasa sepi dari aktivitas Islam. Sekarang sungguh berbeda dengan sebelumnya.
Sampai pertengahan Ramadhan ini, masjid dan mushola masih penuh jamaahnya. Sekalipun berkurang. Tidak sama sekali habis. Masjid-masjid besar jamaahnya masih tetap banyak, dan mereka tekun beribadah. Melaksanakan shalat tarawih, berdzikir, dan membaca al-Qur'an. Saat shalat Shubuh, jamaahnya juga masih tetap banyak. Tidak berkurang. Seperti semua Muslim di kawasan Sumatera sudah mulai tumbuh kembali kesadaran agamanya.
Tentu, selain di malam hari, saat menjelang shalat Tarawih, menjelang datangnya maghrib, saat berbuka puasa (shaum), begitu nampak sangat ramai dan penuh dengan kegembiraan, para Muslim menyambut datangnya berbuka. Di jalan-jalan raya dan kampung-kampung, di kota Palembang, Bengkulu, Lubuk Linggau, Curup, dan Kapahiang, sangat tampak, bagaimana penduduk menyambut datangnya berbuka.
Ada sesuatu yang baru di bagian-bagian kota-kota besar di Sumatera sekarang, terutama Muslim di kawasan itu, mereka nampak seperti kembali kepada Islam. Shalat tarawih, sesuai shalat isya', kemudian dilanjutkan dengan tausiah (ceramah) tentang nilai-nilai Islam, dan berlangsung di hampi semua masjid di wilayah itu. Bahkan, di saat usai shalat Shubuh, berlangsung pula untaian tausiah (ceramah) yang disampaikan para mubaligh. Inilah yang terjadi di Sumatera, yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Perlahan-lahan kehidupan Muslim di Sumatera, mulai nampak kembali kepada Islam, dan menghidupkan kembali Islam di ranah yang sangat luas dan panjang itu. Gambaran yang sangat memberikan optimisme bagi masa depan Islam di Sumatera.
Sepanjang daratan Sumatera itu, berserah Kesultanan Islam, sejak mulai dari Pasai (Aceh), sampai ke wilayang yang paling bawah Lampung. Sumatera di pimpin oleh para Sultan, yang mereka melaksanakan tradisi nilai-nilai Islam. Syariah Islam tegak dalam periode yang sangat panjang. Berakhir saat datangnya penjajah. Kemudian, mengganti syariah Islam itu dengan hukum positif, dan menghidupkan tradisi-tradisi jahiliyah.
Di Sumatera peluang bagi tegaknya Islam sangat besar. Karena Muslim di Sumatera memiliki akar sejarah yang panjang dalam kehidupan mereka. Karena itu, seperti di Sumatera Barat, yang sangat dikenal yaitu, "Adat bersendi syarak, dan syarak bersendi kitabullah", itu sudah tertanam beratus tahun.
Bagaimana para ulama yang murni, berhasil mengalahkan kaum adat yang didukung para penjajah. Kemudian, adat yang ada itu, harus dikembalikan kepada syara'. Artinya, tidak boleh ada adat, yang bertentangan dengan syariah.
Sekarang orang-orang Sumatera Barat (Padang), yang sangat terkenal itu, sudah diaspora (menyebar), ke berbagai wilayah di Indonesia. Di Sumatera, seperti di Pakanbaru, Jambi, Bengkulu, Lampung, dan Bahkan di Medan, mereka hidup berkembang. Mereka suku yang ulet dalam berdagang, dan mereka pula yang menghidupan Islam di berbagai daerah. Ulama-ulama mereka dikenal dengan sangat baik, sebagai orang-orang yang mengembangkan Islam.
Ketika itu, Buya Hamka, Buya Sutan Mansur, Buya Ahmad, Buya Datuk Palimo Kayo, Mohamad Natsir, dan sejumlah ulama lainnya, mereka ulama-ulama yang mengajarkan Islam dan mendakwahkan Islam. Hal itu, sangat nampak dengan jelas, di kota-kota Sumatera sekarang ini, tak terlepas dari peranan para ulama dan aktivis, yang mereka berasal dari Sumatera Barat.
Sungguh indah di bulan Ramadhan ini, Islam nampak semarak di kota-kota wilayah Sumatera, di tengah-tengah ancaman jahiliyah yang semakin keras ingin menghancurkan Islam. Inilah yang harus menjadi kesadaran kolektif Muslim di mana saja.
Orang-orang Minang (Padang), sebagai sebuah entitas, mereka bekerja, berdagang, dan sebagian diantara mereka ada yang tetap berdakwah. Meninggikan agama Allah. Di mana mereka berada. Wallahu'alam.