Begitu gempitanya sekarang serangan yang ditujukan kepada umat Islam, yang terkait dengan keyakinan mereka. Agar melepaskan keyakinan mereka. Memilih pemimpin jangan dikaitkan dengan agama. Umat Islam diminta agar tidak mengkaitkan masalah politik dengan agama.
Umat Islam agar melepaskan soal politik dengan agama. Muncul penelanjangan terhadap umat Islam dan tokoh-tokohnya, terkait dengan pernyataan dari Oma Irama, yang menegaskan, "Jangan Memilih Cina Kafir".
Pernyataan Oma itu, membuat respon dari kalangan para pendukung Jokowi-Ahok, meluap bagaikan air bah. Media massa berada dibelakang Jokowi-Ahok. Mereka sangat tersentak dengan pernyataan Oma itu. Seakan mereka tidak dapat menerima dengan pernyataan Oma, yang tak lain, hanya mengutip sebuah ayat al-Qur'an belaka.
Sekarang para pendukung Jokowi-Ahok dengan begitu sangat luar biasa melakukan pembelaan. Terkait dengan pernyataan dari Oma, yang melarang umat Islam memilih pemimpin kafir. Tidak memilih tokoh yang tidak seiman dan seaqidah. Ini dianggap sebagai sebuah kampanye SARA.
Masalahnya salahkah Oma menyampaikan seruan kepada umat Islam tidak memilih pemimpin seaqidah dan seiman? Apakah tindakan Oma itu sebagai kampanye SARA? Apakah yang dilakukan Oma itu, sebagai sebuah kejahatan?
Kalangan pendukung Jokowi-Ahok yang mengatakan merasa sangat anti terhadap kampanye SARA, dan melihat justeru para tokoh Islam dan sebagaian pemimpin Islam, itu tidak layak, dan bahkan banyak diantara mereka yang melakukan tindakan tidak patut, seperti korupsi dan mencuri uang negara dan lainnya. Mereka begitu vokalnya di telivisi melakukan pembelaan terhadap Jokowi-Ahok.
Di negara Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, dalam kehidupan ini, segalanya tidak dapat dilepaskan dengan Islam, sebagai statusnya. Tetapi, mereka yang sudah mendapatkan status beragama Islam, apakah mereka sudah mempraktekan dan mengamalkan ajaran Islam secara sempurna? Apakah mereka yang disebut sebagai penganut Islam sudah mengamalkan ajaran agamanya? Tidak berbuat jahat? Banyak di negeri ini yang beragama Islam, hanya sebagai status, tanpa mengamalkan ajarannya.
Sama halnya, kalau Rabbi, Pastur, Pendeta, Bikshu, Polisi, Tentara, Presiden, melakukan kejahatan, dapatkah mereka yang menjadi tertuduh itu agamanya, lembaganya, pangkatnya atau perbuatannya? Bukan orangnya atau pelakunya?
Di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, maka tak bisa dilepaskan individu itu dengan status agamanya. Pelacur, kalau ditanya agamanya pasti, mengaku agamanya Islam. Tukang copet, yang tertangkap, kalau ditanya agamanya, pasti mengaku agamanya Islam. Maling dan rampok, kalau ditanya agamanya, pasti mengaku agamanya Islam. Tukang mabok, peminum yang melakukan kejahatan, kalau ditanya agamanya pasti mangaku Islam. Koruptor, kalau ditanya agamanya, pasti mengaku agamanya Islam.
Lalu. Orang cina yang gemar menyogok dan menyuap, dan menjadikan sogok dan suap sebagai bagian dari pola bisnis mereka. Apakah kalau membicarakan karakter orang cina yang gemar menyogok dan menyuap itu SARA?
Selanjutnya, apakah kalau membicarakan orang cina yang membuat pabrik narkoba, dan memperdagangkan, menyelundupkan narkoba, lewat bandara, pelabuhan yang dalam jumlah serta skalanya sangat besar, itu SARA? Apakah kalau membicarakan tempat-tempat hiburan dan maksiat di berbagai tempat di Jakarta yang menjadi peredaran narkoba, dan tempat-tempat lainnya, yang umumnya dimiliki orang cina, itu termasuk SARA? Di Malaysia orang yang tertangkap membawa "dadah", satu gram saja sudah digantung. Tapi, di Indonesia, mereka memiliki narkoba dalam skala besar, bisa bebas, dan hanya dihukum beberapa tahun, serta bisa keluar dari penjara.
Bagaimana para pengusaha cina yang lari ke luar negeri dengan membawa hasil curiannya dari Indonesia ke luar negeri? Termasuk kasus BLBI?
Mereka menghabiskan uang negara yang tidak sedikit, di mana pemerintah di era Soeharto mengeluarkan dana talangan bagi bank-bank yang terkena krisis, dan jumlahnya mencapai Rp 650 triliun. Sebagian di markup. Sekarang mereka lari keluar negeri, yang sudah menerima dana BLBI. Salah satu diantaranya Syamsul Nursalim. Apakah kalau mengatakan Syamsul Nursalim sebagai penjahat itu, sebagai SARA? Apakah kalau membicarakan kasus Century yang melibatkan tokohnya Robert Tantular itu SARA? Apakah kalau membicarakan Eddy Tansil yang membawa kabur keluar negeri uang triliun itu juga SARA? Apakah Tati Murdaya Poo yang sudah tersangka oleh KPK, karena diduga menyogok seorang bupati, itu SARA?
Para "taipan" (konglomerat) cina yang mengawali usahanya di Indonesia, dan sesudah mereka menjadi "taipan", kebanyakan mereka menyimpan harta kekayaannya di luar negeri, mereka ibaratnya seperti parasit. Sementara itu, para pribumi menjadi "jembel".
Liem Sioe Liong dan lain-lainnya, mulai-mulai berusaha di Indonesia, dan menjadi "taipan" dengan dukungan kekuasaan Jenderal Soeharto. Tetapi, sesudah menjadi "taipan", lari ke Singapura. Banyak Liem-Liem lainnya. Berapa asset yang berasal dari Indonesia yang sekarang mangkal di Singapura? Apakah kalau membicarakan soal ini termasuk SARA?
Kemudian, Soekarno beragama Islam, Soeharto beragama Islam, Abdurrahman Wahid beragama Islam, Megawati beragama Islam, dan SBY beragama Islam. Dapatkah mereka menjadi representasi (mewakili) Islam? Para menteri, gubernur, anggota DPR, bupati, dan Walikota, mayoritas beragama Islam. Dapatkah mereka diklaim sebagai representasi Islam?
Sekarang, seperti menjadi alergi, ketika Oma mengatakan jangan memilih pemimpin kafir, dan tidak seiman dan seaqidah. Hanya boleh berbicara visi dan program.
Adakah Soekarno tidak memiliki visi dan program? Apakah Soeharto tidak mimilik visi dan program? Soeharto memiliki visi dan program. Dijabarkan dalam Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun). Abdurrahman Wahid, memiliki visi dan program. Megawati memiliki visi dan program. SBY memiliki visi dan program.
Tetapi semuanya hanya berakhir dengan bencana. Pemerintahan Soekarno berakhir dengan bencana. Di mana terjadi pemberontakan PKI, tahun l965. Soeharto pemerintahannya berakhir dengan bencana. Dengan krisis ekonomi yang membuat kehidupan rakyat porak poranda. Megawati berakhir dengan bencana. Asset negara habis dijual. Abdurrahman Wahid. Negara menjadi amboradul. Kacau balau. SBY korupsi beranak pinak. Kehidupan semakin sengsara.
Lalu. Mengapa tidak boleh berbicara agama (Islam)? Semua hanya boleh berbicara tentang visi dan program. Tetapi semuanya berujung dengan kegagalan. Seakan ketika Oma berbicara tentang agamanya, sebagai sebuah kejahatan. Program apa yang akan dibawa Jokowi untuk Jakarta? Seakan Jokowi menjadi "dewa" penyelamat Jakarta? Solo yang menjadi atelese politik Jokowi, seakan-akan sebuah keajaiban yang akan mengubah Jakarta.
Orang Islam dan pribumi mau dijadikan budak dan kuli di negeri sendiri, sebelum mereka menjadi budak alias jongos, maka yang mereka lakukan dengan cara menelanjangi iman dan aqidah mereka. Dengan membayar para vokalis, dan berbicara di media-media, yang mengaku-ngaku Muslim dengan cara menalanjangi orang Islam, dan dengan stigma yang negatif.
Prolognya (permulaannya) di pemilukada DKI, sebelum pemilihan pemilu dan pemilihan presiden di tahun 2014 nanti. Karena, DKI menjadi barometer politik nasional. Menguasai DKi Jakarta berati menguasai Indonesia. Bagaimana melumpuhkan secara total orang-orang yang masih beriman dan beraqidah di DKi Jakarta ini. Jakarta menjadi pusat ekonomi dan politik. Sebanyak 80 persen, uang beredar di Jakarta. Keputusan politik di Jakrta. Jadi menguasai Jakarta berarti menggenggam Indonesia.
Muslim kalau sudah tidak memiliki iman dan aqidah, maka mereka dengan mudah menjadi budak dan jongos orang-orang kafir. Karena, mereka dengan mudah dibayar dan dibeli dengan uang, sekalipun mereka akan menjadi manusia yang paling hina dimuka bumi ini. Wallahu'alam.