View Full Version
Rabu, 05 Dec 2012

Dari Korlantas, Terus Gubernur Akpol, dan Berakhir di Guntur

Jakarta (voa-islam.com) Dalam Al-Qur'an, ada ayat yang menegaskan, barangsiapa berbuat jahat, maka kejahatan itu akan kembali kepada dirinya sendiri, dan barangsiapa berbuat kebajikan, maka kebajikan itu akan kembali kepada dirinya sendiri".

Jika di dunia tidak mendapatkan keadilan, maka diakhirat akan mendapatkan keadilan. Allah Rabbul Alamin, pasti akan mengganjar, setiap orang sesuai dengan amal yang dilalukan di dunia. Berbuat jahat sebijih jarah, pasti akan diganjar, dan berbuat kebajikan sebijih jarahpun, pasti akan menambah beratnya mizan (timbangan) bagi seorang hamba.

Tetapi, kejahatan dan kebajikan yang dilakukan oleh manusia, tidak sampai menunggu harus diakhirat. Kejahatan dan kebijakan yang dilakukannya selama di dunia, pasti akan mendapatkan balasan, sesuai dengan yang dilakukannya. Tidak ada kejahatan maupun kebajikan yang tidak mendapatkan balasan. Semuanya pasti mendapatkan balasan.

Manusia sering lupa. Mengikuti hawa nafsunya. Tidak memperdulikan lagi, norma agama, dan terus melakukan segala sesuatu sesuai dengan hawa nafsunya. Seakan tidak ada lagi yang bakal menghentikan perbuatannya itu. Mereka tidak peduli. Tidak memikirkan akhir dari segala  yang diperbuatnya. Seringkali manusia hanya bisa menyesal, sesudah segalanya menjadi tidak berguna lagi.

Selama ini, polisi seperti negara dalam negara, dan tidak mudah menyidik, apalagi sampai menahan, dan mengadili  para jenderal. Betapa alotnya kasus Simulator SIM, yang melibatkan Inspektur Djoko Susilo, dan tarik ulur antara Polri dan KPK, sampai mengharuskan Presiden SBY turun tangan, dan meminta supaya Polri menyerahkan kasus Djoko Susilo kepada KPK.

Inilah sekarang yang dialami oleh tokoh polisi, yang bernama Isnpektur Jenderal Djoko Susilo. Dinilai memiliki karir yang cemerlang, cerdas, kreatif, dan ide-idenya bagus, ketika menjalankan tugasnya sebagai polisi.

Tokoh itu karirnya di polisi terus melesat, meninggalkan temannya seangkatannya, dan bahkan konon berpeluang menjadi kepala polisi (Kapolri) di masa mendatang. Sungguh luar biasa tokoh polisi ini, yang sekarang harus meringkuk di sebuah rumah tahanan militer yang sangat menakutkan bernama : Guntur.

Guntur di era Soeharto menjadi tempat yang sangat mengerikan bagi para aktivis, dan juga para anggota militer yang melakukan pelanggaran disiplin. Tempat tahanan ini sangat dikenal oleh kalangan aktivis yang pernah merasakan getirnya rumah tanahan militer Guntur itu. Di depan rumah tahanan itu, ada sebuah kolam lumpur, yang sering kali menjadi tempat "hukuman", yang tidak tertulis.

KPK tidak tanggung-tanggung, menjebloskan terhadap mantan Kepala Korps Lalu Lintas, dan Gubernur Akademi Kepolisian RI, yaitu Inspektur Jenderal Djoko Susilo di rumah tanahanan Guntur.

Tindakan KPK ini sangat berserjarah. Di mana Djoko Susilo menjadi orang di jajaran kepolisian yang berpangkat jenderal  polisi aktif, yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penahanan Djoko juga dianggap sebagai pintu masuk bagi KPK dalam membongkar praktik yang ada di tubuh korps Bhayangkara itu.

KPK berobsesi ingin membongkar segala carut-marut dikalangan kepolisian yang menjadi penegak hukum, yang sekarang ini dililit korupsi. Seharusnya kepolisian sebagai institusi penegak hukum menjadi tauladan. Tidak justeru memberikan gambaran buruk, dan terlibat dalam tindak korupsi, yang sangat sangat menghancurkan negara. Jika semua penegak hukum sudah masuk dalam kubangan korupsi, lalu bagaimana masa depan Indonesia?

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane, mengatakan, "Inilah pertama kalinya KPK menahan jenderal polisi aktif yang menunjukkan KPK semakin serius tangani dugaan kasus korupsi di kepolisian," kata Neta, Senin.

Neta menjelaskan, sebelumnya KPK memang sempat menahan mantan Kapolri Jenderal (Pol) Rusdihardjo atas kasus dugaan korupsi pada tahun 2008. Tetapi, saat itu statusnya sebagai Duta Besar RI untuk Malaysia. "Sehingga penahanan yang menunjukkan keberanian KPK ini mau tidak mau akan membuat jenderal-jenderal lain ketar-ketir," ucapnya.

Kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulator surat izin mengemudi (SIM) yang dituduhkan kepada Djoko juga dianggap akan melibatkan para jenderal berbintang lainnya. Penahanan Djoko bisa saja menjadi pintu masuk KPK mengungkap praktik korupsi di tubuh Polri.

"Bukan mustahil jenderal-jenderal lain akan diperilksa setelah Djoko Susilo dan bisa saja Djoko Susilo akan buka suara meski saya lihat tipikal Djoko selama ini cenderung melokalisir kasus. Tapi, kalau merasa ditekan, merasa institusinya tidak membela, bukan mustahil dia menyeret jenderal lain," ujar Neta.

Selain itu, Neta melihat penahanan Djoko di Rumah Tahanan Guntur juga menjadi pukulan telak bagi Polri, karena rutan itu milik militer meski ada beberapa bagian yang dikelola KPK untuk tahanan korupsi. Secara psikologis, kata Neta, KPK ingin menunjukkan bahwa mereka tidak takut kepada Polri.

Dalam kasus dugaan korupsi simulator SIM, Djoko diduga bersama-sama melakukan penyalahgunaan wewenang yang mengakibatkan kerugian negara atau menguntungkan pihak lain.

Selain Djoko, KPK menetapkan tiga tersangka lainnya, yakni mantan Wakil Kepala Korlantas Brigadir Jenderal (Pol) Didik Purnomo serta dua pihak rekanan, yaitu Budi Susanto dan Sukotjo S Bambang. Kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan lebih dari  Rp 100 miliar.

KPK yang sekarang menjadi harapan publik menghadapi berbagai serangan langsung, termasuk usaha-usaha pelemahan yang dilakukan oleh DPR, yang ingin mempreteli kewenangan KPK. KPK sudah berbuat, meskipun belum maksimal. Tetapi, KPK sudah dapat menyelamatkan uang negara Rp 36,7 triliun. Ini tidak sedikit. Wallahu'alam.


latestnews

View Full Version