Jakarta (voa-islam.com) Memang tak layak membandingkan antara SBY dengan Jokowi. SBY menjadi kepala negara alias Presiden Indonesia. Sedangkan Jokowi menjadi Gubernur DKI. SBY badannya tinggi besar. Jokowi kurus tinggi. SBY berdarah tentara, sedangkan Jokowi orang sipil. SBY bergelar doktor, sedangkan Jokowi hanya sarjana. SBY berasal dari Pacitan, sementara itu, Jokowi "wong" Solo.
Tetapi, keduanya memiliki hampir kesamaan, ketika menapaki kekuasaannya, diawali sebuah populeritas, dan dukungan sebagian rakyat, serta dukungan media. Media-media kristen dan sekuler yang menjadi corong kepentingan Zionis, merekayasa naiknya SBY. Opini dibangun sedemikian rupa, dan menjadi sarana menciptakan antagonisme. SBY hampir menjadi sebuah antitesa dari kepemimpinan Mega.
SBY dengan dukungan 65 persen pemilih, yang sebenarnya masih menjadi teka-teki kemenangannya. Karena, Mega menganggap terjadi kecurangan dan manipulasi dalam pilpres. Tetapi, semuanya berakhir, dan SBY naik menjadi Presiden, dan menapaki kekuasaannya. SBY memulai kekuasaannya dengan mandat, dan mengelola negara dan pemerintahan. Sampai hari ini.
Tetapi, SBY yang menggantikan Mega itu, hanya beberapa bulan usai pelantikannya di bulan Oktober, dan dengan wajah yang sumingrah, kemudian di bulan Desember, harus menghadapi suatu peristiwa yang maha dahsyat. Belum pernah terjadi sebelumnya. Sebuah peristiwa yang sangat dramatis, dan penuh dengan duka. Belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah Republik. Peristiwa yang sangat menghentakkan kesadaran. Yaitu terjadi : "tsunami" di Aceh.
Aceh luluh lantak. Kota Banda Aceh benar-benar hancur. Bangunan yang tersisa dan selamat dari tsunami hanyalah Masjid Baiturrahman Banda Aceh, yang masih tegak, dan selamat dari amukan tsunami. Mayat berserakan di seluruh kota yang diterjang tsunami. Begitu lama para relawan FPI mengumpulkan mayat-mayat yang mencapai ratusan ribu. Sungguh peristiwa sangat menyedihkan dan penuh dengan duka.
Itulah peristiwa yang mengawali pemerintahan Presiden SBY, ketika ia menapaki kekuasaan. Sampai hari ini tidak pernah berhenti musibah terus silih berganti sepanjang pemerintahan Presiden SBY. Peristiwa alam tak pernah berhenti. Sepertinya, kehadiran Presiden SBY itu ditolak oleh alam.Sepertinya alam tak mau menerimanya.
Bayangkan, mulai dari banjir bandang, tanah longsor, gunung meletus, gempa, sampai musibah pesawat jatuh, kapal tenggelam, kereta api tabrakan, bus tabrakan, bendungan jebol yang menghancurkan. Perang antar kampung dan suku, dan perang antar agama. Terus-menerus berlangsung sepanjang pemerintahan SBY. Tanpa jeda. Pemerintahan SBY seperti membuat rakyat ini, tak pernah merasakan ketenteraman dan kedamaian. Kekacauan demi-demi kekacauan tak henti-henti.
Peristiwa-peristiwa lainnya yang ikut menyertai Presiden SBY, konflik dan kekacauan diinternal partai koalisi (pendukung), hancurnya partai-partai politik, akibat mega korupsi yang sangat hebat. Di mulai dari Partai Demokrat. Partai Demokrat yang menjadi soko guru pemerintahan SBY, hancur, luluh lantak, seperti terkena tsunami.
Hancurnya pemerintahan SBY, di mulai dari akibat korupsi. Konflik internal partai, konflik antar partai, dan semuanya disudahi oleh gemuruhnya teriakkan dari tokoh Partai Demokrat, yang meniupkan sangsakala yang membawa kematian, dan diteriakkan oleh Bendaraha Umum Partai Demokrat, yaitu Nazaruddin. Teriakkan sangsakala Nazaruddin itu, mempreteli bangunan Partai Demokrat, satu-satu.
Memang, SBY mengawali ritus pemerintahan dengan ikut merayakan Natal di wilayah Indonesia bagian Timur. Tak lama disusul gempa yang hebat di pantai Jayapura. Semua berakibat hancurnya kehidupan. Sejak itu, terus beruntun adanya amukan alam. Termasuk tak lama sesudah Natal, di bulan Desember 2004, terjadi tsunami. Karena orang-orang merayakan Natal di Pantai Banda Aceh, dan disertai pesta.
Di dalam surah Mariam ayat 90, betapa Allah Rabbul Alami sangat murka, digambarkan sampai-sampai langit pecah, dan bumi menggelegak, ketika ada yang mengatakan Isa anak Tuhan. Peristiwa ini benar-benar terjadi. Mengatakan Tuhan mempunyai anak, dan membuat Allah Rabbul Alamin, murka seperti digambarkan dalam surah Mariam.
Di DKI Jakarta, Jokowi, mendapat "covered" media-media kristen dan sekuler, dan dapat menapulasi rakyat begitu hebat. Sampai rakyat harus menjatuhkan pilihannya kepada Jokowi dan Ahok. Jokowi dan Ahok begitu populer. Seakan-akan menjadi tempat bergantung bagi rakyat. Seperti Jokowi sudah menjadi "segala-galanya" (ala kulli syain qodir). Orang-orang kecil sangat berharap kepada Jokowi, dan yang sudah berhasil dipoles habis oleh media massa.
Tetapi, sejatinya yang mendukung Jokowi tidak banyak, dan mayoritas. Karena Golput di DKI mencapai 40 persen. Jadi tak perlu berbangga dengan Jokowi dan Ahok, atas kemenangannya. Karena masih ada Golput dan yang memilih Foke.
Menjelang tanggal 1 Januari Bunderan HI (Hotel Indonesia), dipenuhi oleh ratusan ribu manusia. Sermua berkumpul di Bunderan HI. Menyambut pergantian tahun 2012 masehi ke 2013 masehi. Begitu luar biasa. Pesta kembang, dan pesta musik digelar semalam suntuk.
Media seperti Kompas menjuluki sebagai "Pesta Rakyat". "Pesta Rakyat" yang penuh dengan kemaksiatan dan hura-hura. Para pekerja kebersihan, usai pesta menyambut tahun baru, menemukan berserakan kondom, dan disampaikan kepada seorang wartawan. Benar-benar kehancuran Jakarta, hanya dalam waktu semalam. Laki-perempuan, tua muda, tumplek di arena Jalan Thamrin, Sudirman, Bunderan HI, dan Ancol. Semuanya hanya mengumbar hawa nafsu.
Kemudian, tanggal 17 Januari 2013, seluruh Jakarta luluh-lantak oleh banjir. Bunderan HI yang ketika menjelang tahun baru masehi itu, dipenuhi oleh ratusan ribu manusia, berubah menjadi lautan. Kantor dan plaza di sepanjang Jalan Thamrin dan Sudirman, terutama Thamrin menjadi lautan, dan dipenuhi lumpur. Akibat Latuharhary tanggulnya jebol.
Entah berapa triliun kerugian akibat banjir di DKI Jakarta, Tangerang, Bekasi, dan Bogor. Semua hancur dan luluh lantak. Orang-orang kaya yang berduwit, sekarang hanya bisa termenung, dan terutama kalangan ekspatriat dari kalangan keturunan Cina, mungkin mereka berpikir akan hengkang dari Jakrata, karena menganggap masa depannya suram. Di mana Pluit yang menjadi tempat mangkalnya orang keturunan Cina, hancur. Ratusan mobil mewah teronggok oleh lumpur.
Itulah pengalaman antara SBY dan Jokowi, keduanya mengawali kekuasaannya dengan mendapatkan azab dari Allah Rabbul Alamin, karena kemusyrikan yang dilakukannya. Seperti halnya yang dialami Dahlan lskan yang memandikan mobil ferarinya dengan kembang penuh kemusyrikan di Solo, kemudian menabrak tebing hancur di Magetan, Jawa Timur.
Bangsa ini selalu mendapatkan pemimpin yang salah. Mula-mula dielukan sebagai pemimpin yang sangat hebat. Seperti Jokowi yang diangkat menjadi Walikota terbaik nomor 3 di dunia. Sekarang harus menghadapi kenyataan pahit.Sepahit-pahitnya.
Memimpin Jakarta tidak seperti memimpin Solo, yang luasnya tidak seberapa. Jakarta dengan penduduknya 15 juta tidak dapat hanya diharapkan kepada tokoh jadi-jadian yang merupakan hasil rekaan media massa belaka.
Inilah kenyataan pahit yang dihadapi rakyat DKI Jakarta yang sudah menggantungkan hidupnya kepada Jokowi dan Ahok, atau bangsa Indonesia yang mula-mula menggantungkan hidup kepada SBY, bukan kepada Sang Pencipta.
Rakyat yang memilih SBY dan Jokowi, ketika pemilu, sekarang mereka panen penderitaan. Wallahu'alam.