View Full Version
Senin, 28 Jan 2013

Rekayasa Perubahan Politik Menampilkan Tokoh Kejawen dan Kristen

Jakarta (voa-islam.com) Sebuah langkah strategis dilakukan dengan sangat hati-hati dan sistematis. Bagaimana agar sirkulasi (perubahan) politik di Indonesia ini tidak jatuh ke tangan kalangan Islam.

Dengan menggunakan istrumen (sarana) media-media kristen dan sekuler, dan lembaga-lembaga LSM, seperti lembaga jajak pendapat, yang kemudian mematikan semua tokoh dan partai (organisasi) Islam, dan bahkan digiring ke dalam ladang pembataian politik "The killing field".

Tentu media-media kristen dan sekuler, pertama yang dihancurkan karakter mereka, dan disudutkan dengan tuduhan, bahwa tokoh-tokoh Islam dan partai Islam (organisasi) itu, sangat busuk. Korup, maling, tukang tipu, dan tukang kawin.

Padahal, seluruh harta kekayaan, hasil korupsi dari kalangan tokoh Islam itu, yang menjadi pejabat dan pejabat publik, sejak zamannya Soekarno sampai sekarang,  tidak ada seujung kuku hitamnya, dibandingkan dengan yang dijarah para konglomerat Cina, yang mendapatkan fasilitas BLBI, yang jumlahnya lebih Rp 650 triliun. Sekarang tidak ada kabar beritanya. Kekayaan  yang mereka keruk dari Indonesia, mereka tanam dan simpan di Singapura.

Bahkan, pemerintah Indonesia masih  harus menanggung bunga utang BLBI, yang jumlahnya mencapai Rp60 triliun, yang setiap tahunnya harus dibayar melalui APBN. Rakyat harus terus-menerus menanggung bunga utang, sampai tahun 2030, dan nasib rakyat bertambah sengsara.

Sekarang ini, rekayasa itu dijalankan dengan cara tertutup, dan menggunakan media kristen dan sekuler, memblow up "kebusukan"  tokoh-tokoh Islam, dan dipaksa mereka agar berlaku menjadi tokoh-tokoh yang sekuler, dan tidak lagi memililki keberanian menyatakan dirinya sebagai Muslim. Ada perasaan "fears" (ketakutan) yang luar biasa, dan mereka harus mengatakan dengan sangat keras : Tidak Ada Negara Islam.

Rekasaya yang sekarang dijalankan tampilnya tokoh-tokoh yang sesuai dengan skenario dan blue print yang mereka ciptakan, yaitu munculnya tokoh nasional dan lokal, yang merupakan kuasi (campuran) antara penganut kejawen (klenik) dan kristen. Ini mirip awal pemerintahan Soeharto.

Soeharto  tokoh kejawen, dan pilarnya kekuasaannya terdiri tokoh-tokoh kristen. Mulai Jenderal Maraden Panggebean, Jenderal LB Moerdani, Laksamana Soedomo, Cosmas Batubara, Manihuruk, dan sejumlah tokoh lainnya.

Dengan kekuasaannya Soeharto selama 30 tahun, kalangan kristen berhasil melakukan konsolidasi, dan terutama kalangan Cina perantauan yang umumnya kristen, berhasil mengambil alih mayoritas asset ekonomi Indonesia.

Bahkan, sekarang mereka dengan kekuatan ekonominya sudah masuk dan merambah sampai ke kampung-kampung menghancurkan ekonomi kaum pribumi. Melalui Alfamart dan Indomart, semua pedagang pribumi bangkrut. Mulai dari hulu sampai hilir, ekonomi Indonesia sudah dikuasai oleh kekuatan Cina perantauan.

Para birokrat yang kejawen dan abangan itu, kemudian bersama dengan orang-orang cina kristen, sekarang terus berusaha melakukan konsolidasi, dan merengkuh kekuasaan. Mulai dari Jakarta.

Bagaimana rekayasa dijalankan secara sitematis. Jakarta merupakan barometer politik, dan akan mempunyai  dampak yang sangat strategis. Dengan berhasil melakukan rekayasa terhadap Jakarta, dan kekuasaan berada ditangan rezim kuasai "kejawen-kristen", otomatis akan seperti virus, dan akan berdampak secara nasional. 

Ini akan dilakukan dengan sangat sistematis. Di 2014, jangan ada tokoh Islam, yang dapat tampil ke permukaan, dan menjadi tokoh yang mendapatkan dukungan rakyat. Dan, semua yang berbau Islam harus bangkrut, dan tidak mendapatkan dukungan rakyat.

Maka, langkah-langkah yang dilakukan media kristen dan sekuler itu, menghancurkan karakter tokoh-tokoh Islam, dan memberikan stigma yang sangat busuk. Korup, maling, tukang tipu, tukang dusta, dan tukang kawin. Ini sangat mujarab untuk menghancurkan mereka. Opini digambarkan sedemikian rupa, bahwa rakyat sudah tidak lagi doyan dengan namanya berbau :"Islam".

Sementara itu, sebagai etalese Jakarta yang dikuasai kuasi kejawen-kristen (Jokowi-Ahok), mendapatkan sanjungan yang sangat luar biasa, seperti harian Kompas, tak henti-hentinya menyanjung Jokowi. Lembaga riset Kompas, menggambarkan populeritas Jokowi, berdasarkan survey, populeritasnya tetap tinggi, mencapai 89 persen, di mata rakyat, pasca banjir yang menenggelamkan Jakarta.

Jawa Baratpun sekarang diarahkan agar yang menang pasangan Oneng-Teten, sebagai tokoh  yang sangat pro-perubahan. Oneng-Teten dianggap seperti "dewa penyalamat", mirip di Jakarta pasangan Jokowi-Ahok.

Cara-cara media kristen dan sekuler terus melakukan rekayasa yang sangat sistematis, agar semua kekuatan yang tidak sejalan dengan rencana mereka, nantinya akan  habis. Di masa depan muncul kuasai rezim kejawen-kristen.

Media-media kristen dan sekuler akan selalu memberitakan begitu hebat tentang terorisme. Bahkan, menutup mata terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh polisi. Seperti terhadap sejumlah terduga teroris,  yang sebenarnya tidak memiliki bukti yang jelas. Tetapi mereka sudah dibunuh dengan sangat kejam.

Tetapi, tidak ada yang memberitakannya, dan justeru apa saja yang disampaikan oleh aparat kepolisian dianggap sesuatu yang benar belaka. Stigamatisasi berhasil sangat efektif. Tidak ada satupun kalangan ormas, partai, dan tokoh yang berbicara tentang pelanggaran atas tindakan aparat Densus 88 terhadap orang-orang yang menjadi terduga teroris.

Bandingkan, misalnya harian Kompas, selalu mengangkat kasus Semanggi 98, dan pembantaian PKI, sebagai pelanggaran HAM, tetapi tidak pernah mengangkat pembantaian umat Islam di Lampung, Priok, Haur Koneng, dan bahkan tindakan "Petrus" (penembakan misiterius), yang sangat luar biasa terhadap orang-orang Islam. Seakan kalau orang Islam yang dibunuh dan diberi lebel teroris itu sifatnya sudah "given" (dimaklumi). Tidak lagi perlu dipersoalkan.

Kasus Bupati Garut Aceng, begitu gegap gempita, seluruh media cetak dan elektronik, mengangkat dan memberitakan serta luar biasa. Seakan Bupati Garut Aceng, sebagai penjahat yang sangat biadab.

Padahal, banyak pejabat dan pejabat publik di negeri yang suka "nglonte" (melacur), menyimpan "gundik", tetapi tidak pernah ada media massa yang melakukan investigasi atas kejahatan mereka. Seakan-akan "nglonte" dan menyimpan "gundik" lebih bermoral, dibandingkan dengan kawin lagi. Sampai-sampai Aceng harus dilengserkan.

Ali Sadikin pernah bilang, kalau cukup makan "sate kambing", mengapa harus membeli "kambing". Maksudnya Ali Sadikin, kalau bisa "nglonte" dan menyimpan "gundik" mengapa harus kawin lagi alias poligami.

Tak kalah pentingnya,  Presiden SBY pun ikut memberikan komentar terhadap kasusnya Aceng. Inilah negeri yang sudah terbalik. Orang jahat menjadi pemimpin dan dikagumi, dipuja-puja, sementara orang-orang yang mau menegakkan Islam menjadi musuh negara. Wallahu'alam.

 


latestnews

View Full Version