Jakarta (voa-islam.com) Tidak ada yang membandingi covered (liputan) terhadap sebuah peristiwa yang dapat menyamainya. Peristiwa hancurnya Gedung WTC, di Manhattan, New York, serangan Amerika Serikat Terhadap Afghanistan, dan Irak. Jatuhnya pesawat Sukhoi, dan banjir di DKI, semua dikalahkan oleh covered terhadap penangkapan dan penahanan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishak, dan sekarang dijebloskan oleh KPK kedalam tahanan militer Guntur.
Mungkin ini pertamanya dalam sajarah politik di Era Reformasi, seorang tokoh, pemimpin, simbol, dan ikon partai politik, yang awalnya menyandang sebagai partai dakwah, tertangkap oleh KPK dan dijebloskan ke dalam tahanan militer.
Mulanya, PKS menjadi partai dambaaan banyak anak muda, yang memiliki idealisme cita-cita ingin membangun negeri ini, serta berjuang dengan landasan prinsip dan nilai Islam.
Karena itu, PK yang berubah menjadi PKS yang memiliki jargon politik : "bersih, peduli, dan professional". Bagi kalangan kader PKS itu, penangkapan dan penahanan Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishak, bagaikan mimpi, dan sebuah kemustahilan, serta tidak dapat dipercaya.
Sesungguhnya, para pemimpin PKS menampilkan wajah "ganda" antara bagaimana mereka ketika harus berdahadapan di depan kadernya, dan bagaimana mereka harus menampilkan wajahnya di depan umum, ketika bermuamalah dengan orang lain. Ketika berhadapan dengan para kadernya, mereka nampak suci, dan selalu menekankan nilai-nilai Islam dan kebenaran, serta kebaikan. Tetapi, faktanya selalu penuh dengan paradok.
Kisah penangkapan dan penahanan Luthfi Hasan Ishak itu, bentuk refleksi dari wajah ganda para pemimpin PKS. Seakan tidak ada korelasi antara saat mereka bertemu dengan para kadernya, di sisi lainnya, dan saat mereka bermuamalah dengan orang lain.
Sejatinya, PKS merupakan represantasi dari Gerakan Ikhwan, yang memiliki manhaj (methode) gerakan yang sempurna, bersumber dari Al-Qur'an dan Sunnah, yang sudah dipraktekkan oleh para pendiri Gerakan Ikhwan di Mesir seperti Hasan al-Banna dan berkembang di seluruh dunia.
Gerakan Ikhwan melalui gerakan dakwahnya berhasil melakukan tranformasi perubahan yang sangat luas, di seluruh dunia. Termasuk yang sekarang terjadi di dunia Arab, dan sungguh sangat luar biasa.
Gerakan Ikhwan menjadi pelopor perubahan di setiap negara melalui gerakan dakwahnya yang "washat" (tengah-tengah) dan tidak "ghuluw" (berlebihan), dan menekankan aspek amal.
Dengan sepuluh prinsip yang ada dalam "Risalah Dakwah", yang ditulis oleh Hasan Al-Banna, generasi Ikhwan yang tumbuh, benar-benar mereka ini menjadi para mujahid dakwah yang kokoh, dan hidup di tengah-tengah masyarakat luas, dan beramal dengan ikhlas. Mereka berjuang menegakkan prinsip dan nilai Islam, dan terus mengamalkannya.
Generasi baru dalam Gerakan Ikhwan, selalu ditekankan sifat-sifat yang mulia, dan para pemimpinnya memberikan tauladan. Bukan hanya sekadar yang sifatnya teori, tetapi masing-masing memberikan tauladan secara total. Seperti yang telah ditunjukkan oleh Hasan Al-Banna yang dibunuh oleh penguasa Mesir. Mereka dididik berkorban (tadhiyah) dan ikhlas, serta hidup zuhud, dan wara', tidak memuja kehidupan dunia.
Hasan al-Banna menekankan pada tujuan dakwah, seperti di dalam "da'watuna" (dakwah kami), sesungguhnya dakwah Ikhwan itu, tidak ada sedikitpun mempunyai motif kepentingan dengan dunia.
Dakwah Ikhwan digambarkan oleh Hasan Al-Banna sebening cahaya, dan dan seputih sinar, tidak ada sedikitpun terselip dengan motif kepentingan-kepentingan duniawi. Semuanya dijalankan semata-mata atas dasar keinginan mendapatkan ridho dari Allah Rabbul Alamin.
Sampai-sampai Hasan Al-Banna memerintahkan kepada kadernya, yang berjuang bersama-sama dengan Ikhwan, agar keluar meninggalkan jamaah itu, bila mereka dalam bergabung dengan Ikhwan memiliki motif dan ambisi duniawi, dan kepentingan-kepentingan yang tidak selaras dengan tujuan dakwah Ikhwan.
Karena itu, dakwah Ikhwan, seperti yang diringkas oleh Hasan al-Banna seperti: "Allah Tujuan Kami (Allahu Ghoyatuna), Rasul Tauladan Kami (Ar-Rasul Qudwatuna), al-Qur'an undang-undang kami (al-Qur'an dusturuna), Jihad Jalan Hidup kami (al-jihad sabiluna), dan Mati Syahid Tujuan Tertinggi kami (al-mautu fi sabilillah asma amanina)".
Itulah prinsip-prinsip dasar dakwah Ikhwan yang ditegaskan Hasan al-Banna. Prinsip-prinsip itulah yang terus menjadi sumber motivasi dalam gerakan dakwah Ikhwan, dan membuat para pengikutnya selalu berkorban. Ikhwan menjadi lebih kuat dan solid, sepanjang sejarahnya, meskipun selalu ada perbedaan di dalam gerakannya.
Jamaah Ikhwan dengan gerakan dakwahnya yang hampir 100 tahun itu, berhasil mengantarkan perubahan di setiap negara, dan sekarang menjadi fenomena di dunia Arab, Afrika utara, dan di berbagai belahan dunia.
Ikhwan terlibat secara aktif dalam setiap perjuangan pembebasan. Termasuk di Palestina, Afghan, Irak, Lebanon, Afrika Utara, dan bahkan usaha-usaha Ikhwan yang gigih di Eropa, Amerika dan sejumlah negara lainnya.
Sekarang di Indonesia. Apa yang menjadi masalah, dan di mana letak persoalannya? Di mana terjadi perbedaan antara Gerakan Ikhwan di Mesir dan di Indonesia? Jika PKS ini menjadi represantasi Jamaah Ikhwan, tetapi justeru sangat berbeda corak gerakan dan implementasinya dalam amal.
Di Indonesia PKS yang nampak justru, sudah sangat menyimpang terkait dengan "ghoyah" (tujuan). Dalam aspek amal dan secara "i'tiqodi" sudah nampak pula menyimpang. Penyimpangan (inhirof) yang terjadi di dalam PKS, bukan hanya terkait dengan masalah-masalah amal semata, tetapi yang menyimpang sudah terkait dengan masalah yang paling pokok dan asas, terkait dengan iman dan aqidah, yang menjadi ruh dari gerakan mereka.
Sesungguhnya yang menjadi "wasail" (sarana) berubah menjadi "ghoyah" (tujuan). Partai, parlemen, kekuasaan, jabatan, harta kekayaan dan sarana-sarana lainnya, sekarang berubah menjadi "ghoyah".
Ditangkap dan ditahannya Luthfi Hasan Ishak oleh KPK, karena faktor utamanya, PKS telah mengubah prinsip dasar gerakan. Di mana "wasail" berubah menjadi "ghoyah".
Bahkan, sampai-sampai mengubah secara total ittijah (orientasi) dari gerakan mereka yang hanya menjadi "wasail" justeru menjadi tujuan "ghoyah". Karena, mereka sudah menuhankan kekuasaan, jabatan, harta kekayaan, perempuan, dan aksesoris dunia lainnya.
Lalu, para pemimpin PKS tidak lagi menjadi orang-orang yang meniru dan meneladani para salafush shalilh, yang hidup zuhud dan wara', tetapi menjadi barisan para pengikut "Qorun" dan "Bal'am".
Mereka menjadi para penikmat duniawi. Menjadikan duniawi sebagai sesembahan mereka yang baru. Bukan lagi Allah Rabbul 'Alamin.
Para elit PKS tidak lagi berwala' (memberikan loyalitas) kepada Allah dan Rasul, tetapi sebaliknya memberikan wala'nya kepada mereka yang terang-terangan memusuhi terhadap Allah dan Rasul.
Karena itu, PKS yang hakekatnya Jamaah Ikhwan itu, melakukan pengkhianatan terhadap manhaj dan tujuan gerakan itu sendiri. Seperti yang telah mereka lakukan saat mereka mendeklarasikan dirinya menjadi partai terbuka, di Hotel Rizt Carlton, Juni 2008.
Selanjutnya, PKS sebagai gerakan dakwah pemimpinnya tidak berani bersikap bara' (menolak) segala bentuk pelanggaran, penyimpangan, dan kemungkaran yang terjadi di tengah-tengah kehidupan, terutama oleh penguasa.
Bahkan, PKS memberikan dukungannya kepada penguasa yang terang-terangan melakukan pengingkaran terhadap al-haq (al-Islam), sampai hari ini. Semuanya sikap dan tindakan ini hanya diberi stempel dengan : "demi kemaslahatan dakwah".
Gerakan ini seperti yang terjadi di kalangan Yahudi, yang kemudian oleh Allah Ta'ala dikutuk, karena sikapnya yang menghalalkan yang diharamkan oleh Allah Ta'ala. Membenarkan segala yang dilarang oleh Allah Ta'ala.
Selama lebih satu dekade, tidak nampak yang sangat menonjolkan usaha-usaha yang dilakukan oleh PKS, khususnya dalam mengubah kehidupan umat dan bangsa ini. Justru masuk dalam lingkaran kekuasaan yang sangat merusak, dan menghancurkan kehidupan ini.
Sejatinya, jika kalangan internal bisa mengambi ibroh dari peristiwa yang dialami Luthfie Hasan Ishak, dan melakukan otokritik, dan membersihkan dari unsur-unsur yang sudah tidak lagi komit terhadap manhaj dan thoriqoh dakwah Ikhwan yang menjadi prinsip gerakannya, mungkin masih dapat berharap masa depan PKS, sebagai bentuk model gerakan Ikhwan di Indonesia.
Tetapi, justru yang ada sekarang ini, yang muncul sikap defensif dan apologi, seperti yang diperlihatkan oleh Hidayat Nurwahid. Umat menjadi sangat tidak simpati cara itu.
Seharusnya, di internal PKS melakukan penyidikan dan investigasi, mereka yang salah harus dikeluarkan dari PKS, siapapun. Tidak membiarkan kesalahan dan keadaan yang ada. Karena itu, hanya akan membawa kehancuran belaka. Siapapun tidak ada yang maksum, termasuk Hilmi Aminuddin yang menjadi tokoh sentral dalam PKS.
Mungkinkah kasus seperti Lutfhi Hasan Ishak ini sudah sangat sistemik di dalam organisasi gerakan PKS?
Kalau itu yang terjadi, dan tidak ada satupun yang berani melakukan koreksi, maka sesungguhnya gerakan dakwah yang kemudian berwajah PKS itu, nantinya akan terkubur seperti "Qorun", yang lupa dan ingkar atas segala nikmat yang diberikan oleh Allah Azza Wa jalla. Wallahu a'lam.