View Full Version
Rabu, 13 Feb 2013

SBY : Menyelamatkan Kapal Mau Karam

Jakarta (voa-islam.com) Presiden SBY sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, seperti ingin menyelamatkan kapal yang mau karam. SBY  dengan sisa-sisa tenaganya ingin berusaha menjadi nakhoda kapal yang sudah oleng akibat kapal Partai Demokrat nyaris tenggelam dihamtam badai korupsi.

Kapal Partai Demokrat yang lahir di era Reformasi itu, nyaris tenggelam ke dasar laut, tak mungkin lagi dapat diselamatkan. Dengan hampir seluruh deretan tokohnya terlibat korupsi. Maka, sesungguhnya usaha-usaha Presiden SBY, menyelamatkan Partai Demokrat, usaha yang sia-sia belaka.

Tampilnya Presiden SBY hanyalah membuat situasi menjadi semakin ruwet. Presiden SBY sudah mendahului keputusan KPK, yang belum secara formal menjadikan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sebagai tersangka dalam kasus Hambalang.

Hanya berbekal informasi tentang infomasi dari internal KPK yang bocor tentang adanya "sprindik" (surat perintah penyidikan), lalu SBY mengumpulkan seluruh Pengurus DPD Demokrat seluruh Indonesia, kemudian membuat fakta integritas yang ditandatangani seluruh DPD Partai Demokrat.

Sejatinya ini langkah yang sangat rumit, dan menambah konflik. Seandainya SBY bersabar dan tidak memiliki kepentingan lagi, mengingat SBY sudah tidak mungkin lagi tampil di tahun 2014, situasi politik di internal Partai Demokrat relatif akan lebih tenang, dan tidak bertambah bergejolak.

Dengan mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat sekarang, terjadi dualisme, antara Presiden SBY sebagai kepala pemerintahan dan sebagai ketua partai. Dualisme ini sepatutnya harus dihindari. Karena lahirnya berbagi penyimpangan termasuk "abuse of power" (penyalah gunaan kekuasaan), tidak lain karena terjadinya dualisme. Antara ekskutif, kepala pemerintahan, dan sebagai pejabat partai.

"Abuse of power" di era demokrasi ini, sudah menjadi epidemi di seluruh lapisan struktur negara. Hampir seluruh partai politik dan para tokohnya yang ikut terlibat dalam pemerintahan, kemudian tidak mampu menjalankan tugasnya dan kewajibannya.

Hampir seluruh partai politik sekarang ini, melakukan tindakan "abuse of power". Tidak ada satupun komitmen partai politik yang diwujudkan di dalam pemerintahan, yaitu menciptakan "good governance" (pemerintahan yang bersih). Mereka tidak dapat menjadi tauladan, berbuat kebijakan bagi kepentingan rakyat, saat mereka memegang kekuasaan.

Rezim yang lahir sesudah Orde Baru, akhirnya terjebak lagi kepada pola pemerintahan lama. Justeru sekarang lebih massive (luas), dan terstruktur. Karena,  kepentingan semua partai politik masuk di semua level dan lini pemerintah, dan mereka melakukan penguasaan setiap lembaga dan departemen, serta instansi, tidak dalam rangka menciptakan "good governance", tetapi mereka menjarah dan merampok negara secara telanjang.

Bagaimana Presiden SBY dan Partai Demokrat yang seslama ini penuh dengan retorika, dan janji ingin menciptakan pemerintahan "bersih", justeru Partai Demokrat, sebagian tokohnya menjadi orang-orang  yang  terlibat dalam berbagai kasus korupsi. Pemerintahan dan Partai Demokrat yang dipimpin SBY, tidak dapat menjadi tauladan yang sempurna.

Janji pembaharuan dalam kehidupan yang didengungkan menjadi suara yang hampa, dan tanpa makna.

"Katakan Tidak Kepada Korupsi" hanyalah iklan yang sifatnya klise. Tidak dibuktikan dengan tindakan yang konkrit dan riil.

Mestinya Presiden SBY memolopori pemberantasan korupsi dengan tingkat hukuman yang maksimum. Nyatanya tidak. Buktinya konkritnya hukuman yang dijatuhkan kepada Angelina Sondakh hanya dihukum 4,5 tahun.

Belum lagi, kisah yang tidak sedap, tentang kasus pajak, yang dikaitkan dengan keluarga Presiden SBY, yang dilansir TVOne tadi malam, sungguh menjadi persoalan yang sangat serius.

Di mana tidak sepatutnya para pemimpin dan keluarganya yang harus menjadi tauladan melakukan tindakan yang tidak patut. Semuanya ini hanya menambah tingkat ketidak kepercayaan masyarakat terhadap Partai Demokrat.

Perpecahan yang lebih dalam pasti akan terjadi di internal Partai Demokrat, pasca pengambil alihan oleh Presiden SBY. Karena, Ketua Umum Anas Urbaningrum, memiliki pengikut yang tidak sedikit, khususnya di daerah. Anas Urbaningrum yang mantan Ketua Umum HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) itu, mendapatkan dukungan di daerah yang cukup kuat. Nampaknya melakukan perlawanan terhadap penggulingan dirinya.

Partai Demokrat di hantam badai krisis yang hebat, bukan hanya korupsi semata, tetapi partai itu sekarang menghadapi krisis yeng lebih peka, konflik di internal mereka. Antara kelompoknya Anas dan Presiden SBY. Posisi Presiden SBY tidak terlalu kuat dukungannya, apalagi secara matematis, Presiden SBY peranannya sudah akan habis, bersamaan dengan masa akhir jabatannya.

Nampaknya, Presiden SBY yang sudah habis masa jabatannya di 2014 nanti, terus berusaha menyelamatkan kapal Partai Demokrat, yang nyaris karam, dan Presiden SBY perlu adanya kekuatan partai yang dapat menjaganya secara "aman", pasca pemerintahannya nanti. Wallahu'alam.


latestnews

View Full Version