Jakarta (voa-islam.com) Tokoh paling banyak diberitakan dan menjadi perdebatan di negeri ini adalah "Eyang Subur". Semua media, terutama media elektronik, tak habis-habis dan tanpa jeda mengangkat tentang Eyang Subur. Laki-laki tua yang beristeri delapan itu, sekarang menjadi pusat kontroversi.
Eyang Subur dihujat, dikritik, dan bahkan disumpahi. Tetapi tak sedikit pula pembelanya. Eyang Subur bukan sendiri. Memiliki pengikut. Kekayaannya menurut sejumlah orang mencapai ratusan miliar. Entah dari mana.
Pengikutnya atau orang yang datang ratusan. Berbagai kelas. Berbagai kalangan. Ada artis, selebriti, pejabat, pengusaha, dan politisi. Semuanya yang datang kepada Eyang Subur mengharapkan berkah.
Mereka yang datang kepada Eyang Subur dengan keyakinan. Bukan tidak dengan keyakinan dan harapan. Semua yang datang mula-mula dengan keyakinan. Mereka yakin Eyang Subur, seorang tokoh yang dapat memberikan keberkahan, terutama bagi kehidupan mereka.
Mereka yang datang itu, rata-rata bukan orang yang "bodoh", orang-orang yang berpendidikan dan mengerti. Mungkin diantara mereka yang datang memiliki problem kejiwaan, terutama terkait dengan keyakinan hidup mereka (aqidah/iman).
Sejatinya, orang-orang yang datang itu, mereka memiliki keinginan, ambisi, obsesi, dan cita-cita, tetapi mereka tidak memiliki jalan yang benar. Mereka terobsesi terhadap tokoh yang bernama, Eyang Subur.
Eyang Subur dianggap sebagai solusi bagi problem kehidupan mereka. Sekarang begitu banyak orang-orang diperkotaan didera dengan berbagai problem kehidupan yang tak habis-habis.
Lalu, mereka menemukan sosok sebagai solusi bagi keinginan, ambisi, obsesi, dan cita-citanya. Semua hanyalah terkait dengan kehidupan duniawi, yaitu nafsu perut dan farj (kemaluan).
Manusia itu semuanya tak terlepas dari nafsu perut dan farj. Nafsu perut dan farj itu selamanya menjadi problem bagi kehidupan seorang manusia. Selebriti, pejabat, artis, pengusaha, politisi, dan aktivis, semuanya memiliki problem dengan nafsu perut dan farj. Masalah itu dari waktu-waktu tak pernah selesai.(QS : Al-Imran : 14)
Maka, tidak sedikit orang-orang yang lari kepada orang "pinter" seperti Eyang Subur, sebagai katalisator terhadap problem yang mereka hadapi.
Mereka ingin karir dan jabatan tinggi, pergi ke Eyang Subur. Mereka ingin menjadi selibriti paling terkemuka, pergi ke Eyang Subur. Mereka yang ingin sukses usaha, pergi ke Eyang Subur. Mereka yang ingin mendapatkan jodoh pergi ke Eyang Subur. Mereka yang ingin menjadi politisi sukses, pergi ke Eyang Subur.
Tetapi, semuanya keinginan, ambisi, obsesi, dan cita-cita tak lebih hanya merupakan manifestasi dari nafsu perut dan farj. Bukan lainnya. Betapapun Eyang Subur itu sudah sangat tidak rasional.
Tetapi, banyak kalangan yang sudah terjerat dengan nafsu perut dan farj itu, akhirnya larinya ke Eyang Subur. Eyang Subur menjadi tokoh yang diikuti dan diyakini bisa memberikan segalanya. Karena itu, banyak kalangan yang berbondong-bondong bersedia menjadi murid Eyang Subur.
Tokoh model Eyang Subur itu begitu banyak di Indonesia. Eyang Subur bukan tunggal. Banyak sekali model tokoh seperti Eyang Subur, dan memiliki pengikut yang setia, dan bahkan menyakini tentang kelebihan dan keberkahan yang dimiliki oleh Eyang Subur.
Sehingga, begitu banyak orang yang bersedia menjadi pengikut dan menyerahkan diri mereka kepada tokoh "spiritual" yang sangat kontroversi itu. Mereka menjadikan Eyang Subur sebagai "nabi", yang sangat ditaati dan dipercaya perilakunya dan ucapannya.
Di hari ini, begitu banyak pula orang yang hidupnya bukan hanya digantungkan kepada Allah Azza Wa Jalla. Termasuk sekarang begitu banyak orang yang menjadikan kekuasaan dan sistem demokrasi itu sebagai "tuhan", dan mereka meyakini kekuasaan dan demokrasi dapat memberikan segalanya, terutama bagi kehidupan mereka.
Tokoh atau pemimpin partai politik, tak kalah kedudukan dengan Eyang Subur. Para pemimpin partai dan tokoh partai menjadi "kingmaker" (penentu), menentukan nasib mereka. Di mana para elite dan aktivis partai yang memiliki keinginan, ambisi, obsesi, dan cita-cita kekuasaan, maka menjadikan "partai" dan "demokrasi" bukan hanya sebagai wasail (sarana), tetapi sudah menjadi tujuan (ghoyah).
Karena dengan kekuasaan yang dimiliki itu, semua keinginan, ambisi, obsesi, dan cita-cita akan dapat diwujudkan, terutama yang terkait dengan nafsu perut dan farj, dan itu bentuk kenikmatan dunia.
Orang-orang menggunakan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya guna mewujudkan keinginan,ambisi, obsesi, dan cita-cita, maka dengan kekuasaan semuanya itu akan dapat memenuhi nafsu perut dan farj.
Bukan membela rakyat. Membela rakyat itu hanyalah bohong belaka. Tak ada satupun pembelaan terhadap rakyat yang mereka lakukan, ketika sudah berkuasa. Ketika mereka berkuasa, pertama-tama yang mereka lakukan memenuhi kebutuhan nafsu perut dan farj.
Memang, para pemimpin atau tokoh partai dengan cara dan gaya retorika yang mereka miliki dengan keahlian masing-masing bisa memilih diksi (kata) guna menyihir pengikutnya agar mendapatkan pengikut yang banyak. Dengan pengikut yang banyak itulah, mereka dapat memenuhi nafsu perut dan farj.
Mereka bisa mendapatkan jabatan, kekuasaan, pengaruh, harta, dan wanita. Segalanya hanya dapat dipenuhi dengan kekuasaan.
Seperti Soekarno yang begitu retoris, dan pidatonya selalu menggetarkan setiap orang yang mendengarkannya. Tetapi Soekarno, yang pandai memilih diksi (kata), yang bisa sangat menyihir pengikutnya dan rakyat itu, dan terkadang dapat membangkitkan semangat, tak lebih tokoh yang begitu dipenuhi oleh nafsu perut dan farj.
Begitu banyak isteri Soekarno. Termasuk penari nite club Jepang, yang dikenal dengan Dewi Soekaarno.
Apa yang membedakan antara Eyang Subur dengan tokoh partai politik? Tidak banyak. Antara Eyang Subur dengan tokoh atau pemimpin partai politik hampir mirip.
Eyang Subur didatangi orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia, dan kenikmatan. Orang yang datang kepada para pemimpin partai politik juga menginginkan kenikmatan duniawi. Guna memenuhi nafsu perut dan farjnya.
Orang yang datang kepada Eyang Subur datang berbagai kalangan dan profesi serta latar belakang, selibriti, artis, pejabat, pengusaha, dan tokoh politik.
Pemimpin partai juga didatangi para artis yang ingin mendapatkan kekuasasan atau jabatan. Pemimpin partai politik didatangi calon gubernur, calon bupati, calon direktur BUMN, calon presiden, calon wakil presiden, dan semuanya yang ingin mendapaktan kekuasaan dan kenikmatan dunia.
Meskipun, semuanya itu, tidak sesuai dengan nilai-nilai aqidah dan keimanan yang menjadi keyakinan setiap Muslim, yaitu al-Islam.
Bedanya Eyang Subur mungkin tidak secanggih dan sefasih dalam membaca al-Fathihah seperti para tokoh dan pemimpin partai politik, tidak seluas pengetahuannya, tidak sehebat retorikanya, tetapi hakekatnya sama, yaitu bertujuan ingin mendapatkan dan memenuhi nafsu perut dan farj.
Eyang Subur sudah mempraktekkannya dengan isterinya yang berjumlah delapan. Wallahu'alam.