View Full Version
Kamis, 25 Apr 2013

Berhentilah Mengejar Tahta, Harta, dan Wanita

Jakarta (voa-islam.com) Terkadang manusia tak  pernah mengerti dan memahami, bahwa kehidupan di dunia pasti akan berakhir. Siapapun dan apapun di dunia ini, pasti ada batas waktunya. Tidak ada yang kekal. Tidak ada yang abadi. Segalanya akan mencapai batas akhir.

Pengalaman sejarah kehidupan memberikan pelajaran yang sangat berharga. Bagi mereka yang bisa memahami dan mengerti tentang kehidupan. Banyak pelajaran yang sangat berharga, dan memberikan manfaat yang tidak ada bandingnya.

Jika seseorang dapat memetik pelajaran itu, maka diujung kehidupannya akan menjadi manusia yang mulia. Sebaliknya, manusia yang gagal dan tidak dapat mengambil pelajaran dari semua fenomena itu, nasibnya akan menjadi sangat nista dan hina.

Misalnya, orang yang memiliki obsesi dengan kehidupan duniawi, dan menjadikan kehidupan duniawi tanpa batas, dan puncak segala kehidupannya. Manusia itu menjadi sangat mencintai kekuasaan, harta, dan kenikmatan sek (farj).

Seluruh tujuan hidupnya hanya diarahkan  cintanya hanya kepada kekuasaan, harta, dan wanita, sebagai puncak tujuan hidupnya. Betapapun terkadang dibungkus dengan nilai-nilai agama.

Seluruh amalnya (bekerja) hanya diarahkan kepada mendapatkan kekuasaan,  harta, dan wanita. Orientasi hidupnya diarahkan kepada mencapai tujuan yang bersifat sementara, yaitu kekuasaan, harta dan wanita.

Trilogi (tahta, harta dan wanita) yang sangat menggoda dan selalu menjadi obsesi orang-orang yang tak bisa memahami dasar kehidupan yang paling mulia, selanjutnya akan terus didera oleh obsesi mendapatkan kekuasaan, harta, dan wanita. Mereka tak akan pernah mendapatkan kebahagiaan. Selamanya.

Tetapi, selamanya cinta kepada kekuasaan, harta, dan wanita, tak pernah bisa melahirkan harmoni. Justeru manusia akan terperosok ke lembah yang sangat kotor dan menjijikkan. Menjadi manusia yang paling hina dina. Tak akan pernah mendapatkan kemuliaan. Semua manusia yang terobsesi dengan cinta kekuasaan, harta dan wanita, pasti akhir perjalanan sejarah kehidupan akan menjadi sangat kelam.

Sekarang, ambilah contoh, yang paling absurd, yaitu Irjen Polisi Djoko Susilo, yang pernah memiliki jabatan dan kedudukan tinggi, dinilai cerdas, dan berdedikasi dalam kepolisian. Tetapi, ujung dari perjalanan hidupnya sangat mengenaskan. Ia tidak akan  pernah lupa sampai mati.

Kekuasaan, jabatan, harta dan wanita, menyebabkan Djoko Susilo menjadi manusia yang paling terpuruk, dan hina, dan tidak bermartabat. Obsesinya pupus, dan berakhir dengan sangat sedih. Harus dipenjara.

Kekuasaan yang digenggamnya tanggal. Hartanya semua  berpisah, dan tidak dapat menolongnya,serta tidak berguna sedikitpun. Bahkan, hartanya sekarang membebaninya, dan harus membuat penyesalan yang tanpa henti-henti. Sungguh sangat tragis.

Isteri-isterinya tak dapat dinikmatinya. Djoko  Susilo harus tinggal dalam penjara sendirian. Isterinya tentu tak  pernah mengerti bahwa suaminya akan bernasib seperti yang mereka lihat sekarang ini. Isterinya yang cantik, hanya bisa menatapnya dibalik  penjara. Sungguh sangat luar biasa pelajaran yang dapat dipetik dari Irjen Pol Djoko Susilo.

Seperti juga para  seleberitis yang sekarang berkiprah di dunia kekuasaan, yang bergelimang dengan harta. Ujuang sangat tragis. Mereka umumnya harus berpisah dengan keluarganya (suami/isterinya). Tidak sedikit diantara mereka yang bercerai. Tidak selamanya tahta, harta, dan  wanita, bisa membuat manusia menjadi mulia dan berbahagia.

Baginda Rasulullah Shallahu Alaihi Wassalam, ketika ditawari oleh Abu Sofyan, pembesar kaum Qurays, tentang kekuasaan, harta, dan wanita, tidak menjadi tertarik, dan tetap memilih kemuliaan Islam. Itulah pelajaran yang sangat berharga dari Ulul Azmi. Semoga. Wallahu'alam.


latestnews

View Full Version