View Full Version
Kamis, 01 Aug 2013

Presiden Mursi Korban Kejahatan Negara Arab dan Israel

Jakarta (voa-islam.com) Sebuah fakta menunjukkan dari laporan berbagai media di Timur Tengah, yang sangat kompeten, serta penelusuran dalam bentuk "investigasi reports" dari sumber-sumber para pemain politik utama dan pusat-pusat politik di kawasan itu, memang menunjukkan Presiden Mursi menjadi korban para pemimpin Arab dan Teluk, yang dikendalikan oleh rezim Zionis-Israel yang dipimpin Benyamin Netanyahu.

Para raja, perdana menteri, presiden di kawasan Timur Tengah dan Teluk, menemukan kesamaan dengan rezim Zionis-Israel, yaitu adanya rasa takut yang sangat mendalam dengan tampilnya Presiden Mursi. Kenyataan itu tidak terlalu berlebihan.

Karena, hanya dalam waktu kurang satu tahun pemerintahannya, Mursi telah berhasil merumuskan sebuah konstitusi baru, yang menjadikan Syariah Islam sebagi sumber hukum tertinggi, dan disyahkan oleh rakyat melalui referendum.

Presiden Mursi telah pula melakukan reformasi dan mereposisi milter yang selama menjadi kekuatan utama dalam sistem politik di Mesir, dan kemudian dikadangkan masuk barak.

Para raja, perdana menteri, dan presiden di Timur Tengah, Teluk, Zionis-Israel, dan Amerika Serikat, berdasarkan laporan investagasi media, termasuk beberapa media di Barat,terbukti jutaan dolar Amerika Serikat digelontorkan kepada kelompok-kelompok oposisi Mesir. Mereka mengkampanyekan penggulingan terhadpa Presiden Mursi secara sistematis.

Langakh yang paling konkrit menjatuhkan Presiden Mursi, melaui "political isue", yang dikembangkan secara sistematis, yaitu tentang krisis ekonomi, dan kegagalan Mursi dalam menangani masalah ekonomi. Krisis ekonomi dan kegagalan dalam masalah ekonomi ini, terus dikempanyaken melalui media-media, termasuk media sosial yang tersebar, dan kemudian mempengaruhi opini rakyat Mesir.

Dipihak lain, kekuatan oposisi yang dipimpin Mohamad el-Baradei, kemudian mengkristalkan dan mengkonsolidasi kekuatan oposisi, dan membuat kekuatan yang diberi nama Front Penyalamat Nasional (FSN), yang menjadi payung gerakan kelompok dan kekuatan oposisi, dan mereka memobilisasi gerakan massa dengan demo-demo di seluruh Mesir.

Bahkan, kalangan oposisi yang dimotori oleh kalangan pemuda, terutama Gerakan 6 April, menyatakan akan mengumpulkan tanda tangan 20 juta rakyat Mesir. Sebenarnya, semua itu hanyalah "isapan jempol" belaka, dan bentuk opini, yang bertujuan melakukan pressure politik terhadap kekuatan Islam, khususnya Jamaah Ikhwanul Muslimin yang sudah menjadi "mainstream" dikalangan rakyat Mesir.

Langkah berikutnya, para pemimpin oposisi terus melakukan konsolidasi, dan melakukan lobi politik terhadap partai politik, tokoh, dan pemimpin utama Mesir, termasuk pemimpin al-Azhar Sheikh Ahmad Tayeb. Lobi ini membuahkan hasil, dan mereka kemudian melanjutkan dengan pertemuan dengan para pemimpin militer, termasuk dengan Jenderal Abdul Fattah al-Sissi. Menyusun sebuah skenario penggulingan Presiden Mursi.

Selanjutnya, berlangsung pematangan gerakan, antara tokoh kalangan oposisi, pemimpin negara-negara Arab, Israel, dan Washington, menentukan hari "H"nya untuk mengekskusi Mursi. 

Semua dimulai dengan gerakan massa, yang digerakkan oleh kalangan oposisi, berpusat di Tahrir Square, yang menjadi lambang revolusi Mesir, dan berlangsung beberapa hari, dan militer menjadi faktor penentu,dan mengekskusinya.

Di mana Menteri Pertahanan Mesir, Jenderal Abdul Fattah al-Sissi, kemudian memberikan ultimatum kepada Presiden Mursi dalam waktu 48 jam, harus bersedia memenuhi tuntutan oposisi mengundurkan diri dari kekuasaannya atau mempercepat pemilu.

Maka, 3 Juli menjadi hari bersejarah, di mana Presiden Mursi yang terpilih secara legal dan didukung rakyat Mesir (53 persen), kemudian digulingkan oleh kekuatan jalanan, dan dikudeta militer, dan dilanjutkan dengan dibatalkannya konstitusi Mesir, yang disyahkan melalui referendum yang didukung 63 persen rakyat Mesir.

Sebuah konspirasi yang tertata dan terjalin rapi, antara berbagai kepentingan, yang sejatinya mereka sama-sama merasa terancam dengan lahirny sebuah sistem pemerintahan Islam di bawah Presiden Mursi. Berbagai kepentingan yang ada tidak dapat menerima kehadiran Islam sebagai sistem kehidupan, dan tentu yang merasa paling terancam adalah Zionis-Israel.

Pernah pejabat Gedung Putih mengutuk Presiden Mursi, yang mengingatkan kepada rakyatnya, dan mengatakan hendaknya orang-orang tua di Mesir, selalu menanamkan  kepada anak-anak mereka, sejatinya Zionis-Israel menjadi abadi kaum muslimin.

Pantaslah Muris digulingkan oleh kekuatan konspirasi para raja, perdana menteri, presidin, di kawasan Timur Tengah, Teluk, dan Zionis-Israel, karena mereka sama-sama merasa  terancam dengan kehadiran Presiden Mursi di pentas politik di dunia Arab.

Dan, militer dimanapun, terutama di dunia ketiga dan dunia Islam, selalu menjadi kaki tangan dan alat kepentingan Barat dan Zionis-Israel, dan mereka akan berbuat apa saja, seperti yang dikehendaki oleh tuannya, sekalipun harus membunuh dan membantai saudaranya sendiri secara kejam dan biadab. Tidak menjadi masalah. Selama itu, bisa memuaskan dan menyenangkan tuannya.

Sekarang negara Zionis-Israel dan Netanyahu sebagai  fihak yang paling diuntungkan dengan perubahan politik di Mesir, di mana pemerintahan baru yang dipimpin Al-Adl Mansur, sebagai boneka, mirip dengan Mubarak, dan akan mematuhi dan Mesir tidak lagi menjadi ancaman bagi Zionis-Israel.

Karena, seperti pernah dikemukakan oleh mantan Menteri Pertahanan Amerika Serikat Leon Panetta, ketika bertemu dengan Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu, merubah posisinya, dan menerima perdamaian dengan Palestina. Menurut Panetta, bahwa Zionis Israel benar-benar terkepung, tidak ada lagi negara yang dapat melindunginya, pasca jatuhnya Mubarak.

Sekarang di Mesir lahir Mubarak baru yang akan memberikan jaminan politik dan keamanan kepada Zionis-Israel, dan ini merupakan kerjasama antara oposisi sekuler, negara-negara Arab, Zionis, dan Amerika Serikat. Mereka sementara dapat mememdamkan kehendak perubahan yang ada, yang akan mengeliminiasi Zionis-Israel.

Dibagian lain, pemerintahan ad-interim yang dipimpin Al-Adl Mansur, menegaskan akan menahan pemimpin Jamaah Ikhwan Mohamad Badie, dan wakilnya Khairat al-Satr, dan mengakhiri demonstrasi di jalan-jalan yang dilakukan oleh para pendukung Presiden Mursi, sekalipun dengan kekerasan. Wallahu'alam.

 

 

 

 


latestnews

View Full Version