View Full Version
Jakarta (voa-islam.com) Mega masih malu-malu mengungkapkan kartu “Jokowi” kepada publik, dan sekarang dia masih menunggu momentum yang tepat mengangkat kartu "Jokowi” itu.
Mega sangat berhitung, sebelum berani berspekulasi mengacungkan “Jokowi” sebagai simbol PDIP yang sudah berhasil menjadikan agenda “2014 DKI Jakarta Bebas Topeng Monyet", dan menggerus para gembel dari DKI Jakarta.
Bahkan, Mega yang sudah tidak malu lagi, sering “berduaan” dengan Jokowi, sekadar bertemu, atau saling tukar informasi. Seperti, ketika Megawati baru menjejakkan kaki dari kunjungan ke negeri Sakura, Jepang, langsung bertemu dengan “pujaannya” yaitu Jokowi.
Memang, Jokowi sangat penting dan spesial bagi Mega, karena Jokowilah yang dianggap dapat memuaskan dahaga kekuasaan yang masih menggayut di benaknya di tahun 2014 nanti. Megawati sangat berharap dengan memainkan kartu "Jokowi" itu, sehinggga dukungan terhadap PDIP di pemilu 2014, sangat membludak, dan PDIP menjadi kekuatan mayoritas di parlemen.
Walaupun, Mega dan Jokowi tetap hati-hati, tidak ingin seperti kelihatan kebelet, ingin menjadi presiden di tahun 2014 ini, tetapi sejatinya dua orang itu, Mega-Jokowi, tak dapat menyembunyikan ambisinya yang sejati itu.
Maka, melalui para pendukungnya Joko Widodo “Jokowi for Presiden 2014” kembali mencari dukungan. Bahkan, mereka tanpa malu dan ragu sedikitpun, mereka menggunakan atau memanfaatkan acara Presiden SBY.
Hari ini, SBY di lapangan silang Monas, membuka acara Pencanangan Gerakan Ekonomi Syariah. Hadir juga sejumlah menteri KIB II, Minggu, 17/11/2013. Acara hiburan hingga fun walk, meramaikan agenda car free day di bilangan Monas.
Relawan Jokowi yang menamakan diri Barisan Jokowi for Presiden 2014 ini, menggelar petisi tanda tangan. Petisi ini digelar tepat di sebelah acara Gerakan Ekonomi Syariah (Gres) yang akan dibuka oleh SBY.
Mereka memobolisisasi dukungan dengan berbagai cara lewat gerakan yang sangat sistematis. Lewat media, telivisi, media sosial, koran, majalah, dan segala yang ada, termasuk membuat survei abal-abal, dan perklenikan. Tujuannya rating si Jokowi melangit. Seakan-akan Jokowi tokoh yang memang mendapatkan dukungan rakyat luas.
Inilah tanda-tanda kehancuran Indonesia. Karena, kepemimpinan Indonesia mendatang produk rekayasa yang penuh muslihat. Seperti ketika di tahun 2014, saat media yang kecewa terhadap Mega, kemudian beralih mendukung SBY dengan berbagai yang mereka bangun. Sekarang terjadi anti klimak terhadap SBY, karena mungkin kurang memenuhi harapan kalangan sekuler, dan palangis-kristen yang ingin menggenggam Indonesia.
Relawan pendukung Jokowi sebenarnya sudah sering memanfaatkan momentum car free day ini. Dan kali ini, mereka menggelar petisi di dekat acara SBY yang juga ketua umum DPP Partai Demokrat. Sungguh sangat luar biasa para pejuang “bayaran” yang akan melakukan jibaku bagi “Jokowi for President 2014”, habis-habisan.
Sementara berbagai kalangan mulai skeptis dengan kemampuan kepemimpinan Jokowi yang sekarang dielu-elukan sebagai manusia "ajaib" yang datang dari langit. Kebijakan melakukan sterilasi terhadap jalur busway menuai berbagai kritikan. Karena, jalur busway itu, jalur yang selama ini digunakan oleh rakyat, dan kemudian dijadikan jalur busway.
Sejumlah pengamat transportasi, pengamat ekonomi, pengamat sosial, dan anggota DPR mengkritik kebijakan Jokowi, dan menimbulkan dampak ekonomi, sosial, dan psycholigis yang luar biasa. Waktu dan umur rakyat habis di jalan akibat kemacetan, dan menjadi tidak produktif. Inilah langkah "cespleng" si Jokowi mengurai kemacetan di Jakarta.
Namun alih-alih mengatasi kemacetan, Jokowi rupanya sambil menyelam minum air. Dia tetap menggunakan jimat andalannya, "blusukan" ke perkampungan warga. Aksi ini dilakukan, apalagi kalau bukan dalam rangka tebar pesona mencari simpati publik di Pilpres 2014.
Jokowi boleh saja membantahnya. Tetapi fakta berbicara lain. Aksi blusukannya terus melambungkan namanya di posisi teratas dalam setiap survei abal-abal capres 2014. Bahkan, kini penduduk Jokowi for Presiden 2014 terus bergerak mencari dukungan di sejumlah daerah
Kepemimpinan Jokowi sebagai kepala daerah barulah seumur jagung alias belum banyak bukti keberhasilannya. Kemacetan Jakarta salah satu permasalahan yang harus segera diatasi sepertinya akan ditinggalkannya lantaran dia 'tergiur' menjadi Presiden RI mendatang.
Maka, pantas kalau pengamat LIPI Siti Zuhro berpendapat bahwa upaya Jokowi mengatasi kemacetan maupun banjir tak semulus suksesnya dalam melakukan pencitraan dengan cara "blusukan" ke tengah-tengah warga Jakarta.
"Jokowi relatif memegang janjinya untuk "blusukan". Tapi perlu dicatat, Jokowi belum mampu mengatasi banjir dan macet," tandasnya. Itulah Jokowi, belum lagi menyelesaikan tugasnya selama lima tahun dia sudah kepincut jadi RI 1.
Sementara itu, berbagai hasil liputan di lapangan kalangan rakyat kecil, terutama pedagang kaki lima, dan para pekerja sektor informal di Jakarta merasakan pahitnya hidup di Jakarta, bersamaan dengan tampilnya si "Jokowi" yang baru satu tahun berkuasa di Jakarta. Mereka digusur dari tempat-tempat mengais rezeki, dan tempat baru justru membuat mati usaha mereka.
Belum lagi, para gembel yang digusur dari waduk Sunter, dan tempat-tempat yang mereka tempati selama ini. Tanpa ada kejelasan. Jokowi tidak memberikan solusi bagi kehidupan rakyat kecil, sekalipun Jokowi berasal dari PDIP yang mengklaim dirinya sebagai partai wong cilik, kenyataannya menjadi partainya "wong licik".
Adakah Jokowi nantinya akan dapat menggantikan "trah" keturunan Soekarno yang sekarang sudah mulai kehilangan pamor. Satu-satunya tokoh yang menjadi "trah" keturunan Soekarno yang masih manggung di atas pentas politik, tinggal Mega.
Mega mulai surut, Guntur Soekarno, Guruh, Sukma, nampaknya juga sudah ikut surut. PDIP dan "trah" keturunan Soekarno mulai surut. PDIP sedang menghadapi kevakuman kepemimpinan pasca Mega. Tak aneh kalau sekarang Jokowi ingin dipromosikan, sebagai tokoh baru di PDIP. Wallahu'alam.
View Full Version