Jakarta (voa-islam.com) Pasukan yang setia kepada Presiden Suriah Bashar Assad berhasil merebut momentum 'kemenangan' dalam perang saudara di negara itu dalam beberapa pekan terakhir.
Pasukan yang setia kepada Bashar yang merasa penuh kemenangan itu, kemudian menancapkan bendera pemerintah Suriah dua-bintang di tengah bangunan yang sudah hancur dan menjadi puing–puing.
Meskipun kemarahan global atas penggunaan senjata kimia, pemerintah Assad berhasil mengeksploitasi perpecahan di kalangan oposisi, dan berkurangnya bantuan asing yang menyebabkan oposisi kehilangan dukungan yang signifikan. Semua terkait dengan hal yang sama yaitu, ketakutan luar biasa terhadap dengan kekuatan Mujahidin yang telah menjadi kekuatan utama pemberontakan melawan Bashar al-Assad .
Ketakutan Amerika Serikat, Rusia, China, Uni Eropa, Israel, dan Arab Saudi serta negara Teluk, terhadap masa depan Suriah akan jatuh ke tangan kekuatan Islam yang berafiliasi dengan al-Qaidah, membuat mereka semua membiarkan para pejuang Islam atau Mujahidin, dan terus melemahkan mereka, dan mengarahkan penyelesaian krisis di Suriah dengan perundingan damai, dan menutup peluang Suriah menjadi sebuah Imarah (Daulah Islam).
Kondisi dan situasi di Suriah ini, kemudian menjadi keuntungan yang memperkuat posisi pemerintah Bashar al-Assad dalam pembicaraan damai. Assad akan berusaha melakukan eksit (keluar dari kekuasaannya) dengan jaminan keamanan, dan mungkin masih tetap akses kekuasaan di Suriah.
Baik pemerintah Suriah dan oposisi mengatakan mereka siap menghadiri konferensi perdamaian yang diusulkan di Jenewa. AS dan Rusia berusaha bertemu mengarahkan jalannya konferensi yang membahas perdamaian di Suriah.
Meskipun masih belum jelas apakah pertemuan itu memang akan terjadi? Oposisi yang didukung Barat di pengasingan yang memiliki sedikit dukungan di antara pejuang di Suriah dan kontrol atas mereka , telah menetapkan beberapa kondisi untuk berpartisipasi di Jenewa. Mereka menuntut Assad tidak ikut dari pemerintahan transisi, tetapi gagasan ditolak bulat-bulat oleh Damaskus.
"Presiden Bashar Assad akan menuju tahap transisi apapun di Suriah, suka atau tidak", kata Omar Ossi, anggota parlemen Suriah, kepada The Associated Press, Minggu, 17/11/2013.
Jatuhnya kota Aleppo, kota terbesar kedua sesudah Damaskus, merupakan keuntungan bagi rezim Bashar al-Assad, sehingga memperkuat posisi Assad, dan semakin banyak kemajuan pemerintah, semakin mengabaikan tuntutan oposisi yang lemah.
"Assad ingin pergi ke Jenewa dengan posisi yang kuat",kata Hisyam Jaber , seorang pensiunan jenderal tentara Libanon yang mengepalai Middle East Center di Beirut berbasis Studi dan Penelitian Politik. "Dia mencoba hari demi hari untuk memenangkan di medan perang, dan ketika ia harus berunding di Jenewa”, ungkap Jaber.
Pemerintah Suriah mencapai kemenangan terbesarnya di pinggiran kota di selatan Damaskus, di mana pasukan militer yang didukung oleh kelompok Syiah Hizbullah Lebanon dan militan Syiah dari Irak telah mengusai lima kota sejak 11 Oktober.
Kemenangan pasukan Assad yang terbaru adalah jatuhnya Hejeira, di mana pasukan militer Suriah berhasil menyapu bersih kota itu, hanya beberapa hari setelah memenangkan perang di pinggiran kota yang berdekatan Sbeineh, Rabu lalu.
Di utara Suriah, pasukan Assad telah memenangkan dua kota bulan ini - Safira dan Tel Aran, tenggara kota Aleppo - dan telah merebut kembali sebuah pangkalan militer dekat bandara internasional Aleppo itu.
Aleppo, kota terbesar di negara itu dan bekas ibukota perdagangan dan ekonomi Suriah, merupakan hadiah utama dalam perang di Suriah. Pasukan Bashar Assad dan oposisi telah berjuang selama musim panas 2012, perang yang sangat dahsyat antara kubu oposisi dengan pasukan pemerintah meninggalkan banyak korban di reruntuhan kota itu.
Dengan kemenangan pemerintah mengubah pendulun konflik selama hampir tiga tahun terakhir, dan berbalik mendukung mendukung Assad saat ini .
Namun, kemajuan pemerintah sekitar Aleppo menghadapi kesulitan lebih besar menghadapi Mujahidin dan kekuatan oposisi, sejak Mujahidin dan opoisi di utara – di mana sebagian besar wilayah itu jatuh ke pejuang anti - Assad selama tahun.
Faktor kemenangan rezim Bashar al-Assad, akibat dilumpuhkan oleh pertikaian antara kekuatan yang memiliki hubungan dengan al- Qaida, yaitu Negara Islam di Irak, dan berlangsung konflik diantara para pejuang, serta melemahkan posisi mereka di utara. Pejuang dari kelompok Mujahidin yang sebagian besar dari mereka orang asing, berulang kali bentrok dengan brigade pejuang oposisi yang lebih moderat, mengibatkan puluhan orang tewas di kedua belah pihak .
Kelompok oposisi, khususnya kelompok Negara Islam, faksi utama Mujahidin telah terlibat dalam konflik sangat keras dengan kelompok pejuang minoritas Kurdi di Suriah yang memiliki kekuatan yang besar di timur laut dan bagian dari provinsi Aleppo.
Faktor konflik internal inilah yang melemahkan kekuatan oposisi dan menggerogoti upaya menggulingkan Assad. Mereka juga telah memberikan celah bagi pemimpin Suriah mengeksploitasi perpecahan itu.
"Konflik antara kami sendiri mengakibatkan timbulnya kerusakan", ujar Abu Thabet , komandan Batalyon Pedang Aleppo, melalui telepon. "Enam bulan lalu, pasukan rezim Bashar al-Assad, selalu defensif, dan kami menyerang terlebih dahulu. Sekarang, setelah kami bertikai, kemudian Bashar selalu menyerang dahulu. Mereka menyerang, dan kami membela diri ", Abu Thabet berbicara kepada wartawan di perbatasan Turki.
Sebagaian kalangan oposisi agak frustrasi dengan keputusan Presiden AS Barack Obama dengan mencari jalan diplomatik melucuti senjata kimia Damaskus.Serangan AS itu dihindari berkat usulah Rusia yang akan menghancurkan senjata kimia Suriah pada pertengahan 2014.
Banyak oposisi telah mengharapakn intervensi militer Amerika - bahkan jika dalam skala terbatas seklipun - akan membantu oposisi, tetapi Barack Obama membatalkannya. Banyak pejuang oposisi melihat kesepakatan diplomatik, sebagai memberikan lampu hijau kepada Assad terus membunuh rakyat dengan senjata konvensional.
Sementara itu, aliran senjata dan amunisi dari perbatasan di Turki melambat menjadi tetesan, dan oposisi mengatakan Ankara semakin khawatir tentang peran penting dan bangkitnya kekuatan militan Islam yang akan menjadi ancaman regional di masa depan. Bahkan, Arab Saudipun ikut menggembosi Mujahidin yang bertempur di medan laga Suriah.
“Dukungan dari dewan militer Aleppo dan sekitarnya berhenti sepenuhnya”, kata Abu Thabet , mengacu kepada sumber yang mengkoordinasikan aliran senjata dari Turki ke batalyon oposisi di medan perang.
Semua merasa kawatir dan takut dengan bangkitnya kekuatan islam yang sekarang menjadi sebuah fenomena baru di seluruh dunia Arab. Mereka mengambil langkah yang sangat dramatik dengan mengumumkan perang terhadap toghut, tanpa mengenal dampak dan akibatnya.
Namun, perpecahan dan kurangnya keikhlasan telah memperlambat kemenangan dan pertolongan Allah Azza Wa Jalla.
Di tengah perpecahan kalangan Mujahidin sebuah langkah menyatukan telah dilakukan oleh pemimpin Al-Qaidah Ayman al-Zawahiri, melalui komunikasi dengan tokoh-tokoh Mujahidin. Ah/ff