View Full Version
Selasa, 24 Dec 2013

Mengapa Golongan Kristen Selalu Mendapatkan Keistimewaan?

JAKARTA (voa-islam.com) - Mengapa golongan kristen selalu mendapatkan keistimewaan pemerintah? Mengapa setiap Natal pemerintah harus mengerahkan puluhan ribu polisi dan tentara menjaga gereja? Gereja disterilkan dari kemungkinan adanya bom, sebelum Natal.

Adakah memang benar-benar ada ancaman riil dari “teroris”? Mungkin ini juga hanyalah “isapan jempol” belaka aparat kepolisian dan keamanan agar pemerintah mengeluarkan anggaran pengamanan?

Bahkan, malam menjelang Natal, Gereja Immanuel mendapatkan kunjungan Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi), bersama Kapolda Metro Jaya Irjen Putut Eko Bayuseno dan Pangdam Jaya Mayjen Erwin Hudawi Lubis. Betapa penguasa di negeri ini,  begitu menaruh perhatian golongan Kristen. Sebaliknya, golongan Islam terus disudutkan dengn tudingan yang negatif, dan tidak jarang diberi lebel "teroris".

Sampai kapan ibadah golongan kristen ini mendapatkan keistimewaan begitu luar biasa dari pemerintah? Sebelumnya, Kapolri Jendral Sutarman melaporkan kepada Presiden SBY, kemungkinan adanya ancaman keamanan dari “teroris” menjelang perayaan Natal.

Kalau benar-benar ada, begitu dalamnya permusuhan antara kelompok-kelompok Islam yang sudah diberi lebel “teroris” terhadap golongan kristen. Mengapa begitu mendalamnya permusuhan kelompok-kelompok yang diberi lebel “teroris” itu terhadap golongan kristen?

Sekarang ini, kalau mau ditelusuri secara mendalam, akar persoalan yang timbul dimanapun, golongan kristen menjadi bagian dari kepentingan dan perpanjangan tangan kaum  kapitalis dan barat yang menjajah dan menguasai sumber daya alam dan bahkan kehidupan negara-negara Islam.

Di Indonesia sejak zaman “Reformasi” ini dengan liberalisasi di seluruh sektor kehidupan, bersamaan itu pula berlangsung kristenisasi yang sangat masif (massal). Karena, sektor ekonomi Indonesia dan media dikuasai kaum kapitalis, dan sekarang menjadi sarana menyebarkan agama kristen.

Tidak ada satupun rumah penduduk di Indonesia yang tidak luput dan kalis dari ancaman kristenisasi. Misalnya, menjelang “Natal dan Tahun Baru”, seluruh aktifitas ekonomi, semuanya menjadi sarana kristenisasi.

 Mall, hotel, plaza, kantor, dan bandara, tak ada yang luput dari ajang kristenisasi. Semuanya diarahkan dalam rangka Natal. Bahkan, para pegawai, pekerja, dan para menejer di perusahaan semuanya diarahkan dalam rangka Natal, sekalipun mereka Muslim, tidak peduli, karena mereka semua mengabdi kepada perusahaan milik orang-orang barat, notabene kristen.

Sekarang, di kamar-kamar tidur, ruangan, dan sudut-sudut setiap rumah Muslim, tak ada yang terbebas dari pengaruh kristen. Setiap malam kita disuguhi acara-acara misa kristen. Kondisi ini sudah  berlangsung bertahun-tahun. Akibatnya, kita menjadi “larut” dalam budaya trinitas kristen, dan tidak lagi memiliki ghirah, dan menjadi “permisif”, membolehkan yang sebenarnya berbeda dengan aqidah Muslim.

Dengan iming-iming dari setiap mall, plaza, dan toko yang menawarkan diskon, terkadang sampai 70 persen, Muslim berduyun-duyun pergi ke mall, plaza dan toko, membeli segala aneka kebutuhan sekunder, seperti baju, celana, dan sepatu, dan sebenarnya bukan menjadi kebutuhan. Uang habis hanya digunakan membeli barang-barang, dan sekilagus ikut merayakan Natal.

Semakin kuatnya penguasaaan ekonomi, dan bergantungnya sebuah negara terhadap kapitalisme barat, maka pengaruh kristen dan budaya barat akan semakin merasuk ke dalam sungsung Muslim, dan mengakibatkan mereka kehilangan nilai-nilai keislaman mereka. Islam akan  tercerabut dari dalam jiwa mereka.

Inilah akhir kehidupan Muslim yang sudah kalah oleh penjajahan kapitalis barat. Mereka hanya menjadi pengikut dan melakukan copypaste terhadap perilaku orang-orang barat, sembari terus mereguk budaya mereka yang sangat syirik itu. Tak ada kesadaran dari masyarakat Muslim, membetengi diri mereka.

Adakah setiap menjelang Natal dan Tahun Baru, kalangan Muslim membetengi diri mereka dengan cara tidak lagi pergi ke mall, plaza, dan toko-toko, serta menghentikan kebiasaan menonton tv dengan full day? Kalau tidak mampu,  sejatinya Muslim di Indonesia hanya akan tinggal nama belaka. Wallahu’alam.


latestnews

View Full Version