WASHINGTON (voa-islam.com) - Presiden AS Barack Obama merasa sangat prihatin dengan semakin meluasnya pengaruh al-Qaidah. Pengaruh al-Qaidah sebagai gerakan yang menyerukan jihad, menyebar dari Atlantik sampai Samudera Hindia.
Gerakan ini mengendalikan wilayah yang sangat luas, dan lebih banyak lagi pejuang yang bergabung, dan al-Qaidah semakin kuat daya tariknya. Sementara itu, berbagai prediksi pemerintahan Obama akan menghadapi kehancuran.
Presiden AS Barack Obama menghadapi kenyataan dan fakta, sesudah tiga tahun penarikan pasukan AS, Negara Islam Irak dan Syam (ISIS) telah menduduki dan menguasai kota-kota di Irak dan Suriah. Ini sebuah perkembangan yang sangat dramatik. Di mana AS tidak mampu menjaga dan melindungi para sekutunya di manapun secara permanen.
Hari-hari berikutnya Timur Tengah, dunia Arab, Afrika, dan Asia Selatan akan menghadapi ketidak stabilan, dan terus akan bergolak menemukan arah “equilibrium” (titik keseimbangan baru), dan ini akan berdarah-darah.
AS dan Obama seperti orang tua yang sudah “renta” tidak mampu lagi, berbuat apapun menghadapi situasi dan pergolakan yang terjadi di Timur Tengah, dunia Arab, Afrika, dan Asia Selatan sakrang ini.
Timur Tengah, Dunia Arab, dan Afrika, serta Asia Selatan dan Tengah, sedang menuju perubahan besar, dan AS tanpa bisa lagi mengelola perubahan yang terjadi, sesuai dengan skenario yang diinginkannya. Ini menunjukkan bahwa AS sudah “udzur”, dan energinya sudah habis, dan tidak dapat lagi mengantisipasi setiap perubahan dan gejolak yang ada.
AS dan Obama di menit-menit terakhir mengubah keputusannya, saat akan menyerang rezim Bashar al-Assad, yang sudah menggunakan senjata pemusnah massal (sarin), dan membunuhi ribuan rakyatnya sendiri.
Obama tidak memiliki keberanian dan sudah kehilangan karakter dasarnya sebagai “super power” yang ekspansif, hegemonik, dan unilateral (sepihak dalam setiap tindakanya). Gelar AS sebagai “super power” secara de facto sudah luruh dan sudah ditinggalkan, dan akhirnya AS hanya bisa mengekor kepada Rusia dan Vladimir Putin.
Terhadap Mesir menjadi lebih jelas lagi, Presiden Obama menjadi sangat ambigu (mendua), tidak memiliki sikap yang jelas. Membiarkan militer melakukan kudeta terhadap Presiden Mohammad Mursi, Juli lalu rahun lalu.
Obama menahan diri, dan tidak melakukan tekanan apapun terhadap Menteri Pertahanan Jenderal Abdel Fattah el-Sisi. Ribuan orang tewas di tangan al-Sissi, dan Mesir kembali jatuh ke dalam kegelapan.
Jika doktrin Obama ingin mengubah rezim-rezim di Timur Tengah mengikuti doktrin AS, pasca “perang dingin”, menuju kehidupan baru yang demokratis, justru itu tidak terjadi, maka sejatinya pengaruh AS sudah usai. AS sudah tidak memiliki pengaruh apapun di dunia sekarang ini.
Perubahan Sikap Obama
AS dan Obama melihat perubahan yang sangat luas di Timur Tengah, Afrika, dan Asia, dan kondisi yang dihadapi AS sekarang, dihadapkan sebuah pilihan, dan ini tidak mudah. Termasuk semakin kuatnya gerakan kelompok-kelompok jihad, yang digerakkan oleh al-Qaidah.
Apakah AS dan Obama harus menggerakan kembali mesin perangnya menghadapi ketidak stabilan global, dan semakin besarnya pengaruh al-Qaidah?
Obama mengakui bahwa AS menghadapi pilihan yang tidak sederhana, dan adanya kompleksitas geopolitik baru yang dihadapi Amerika Serikat saat ini. Kemampuan AS dan Rezim Washington, kembali seperti di era “perang dingin”, sudah lewat.
AS sudah seperti orang tua yang “jompo”, dan yang bisa dilakukannya hanyalah mengulurkan tangan dalam skala kecil. Seperti di Irak, saat pemerintahan Perdana Menteri Nuri al-Maliki, menghadapi kehancuran. Obama hanya bisa mengirimkan halikopter Apache, dan sejumlah senjata kepada sekutunya, Nuri al-Maliki.
AS membiarkan rezim-rezim yang menjadi sekutunya, menghadapi tingkat perubahan, termasuk pengaruh baru al-Qaidah. Di mana al-Qaidah sudah menjadi ancaman terhadap setiap kekuasaan di berbagai kawasan yang merupakan sekutunya.
Bahkan, menurut mantan Menteri Pertahanan AS Robert Gates, mengatakan bahwa AS menunjukkan tidak ada gairah atau keyakinan dalam perang di Afghanistan, bahkan sesudah mengirimkan puluhan ribu pasukan tambahan AS ke Afghanistan. Kekalahan AS dan Sekutu di Afghanistan, seperti bunyi “lonceng” kematian bagi raksasa yang sudah “jompo” AS.
AS dan Obama yang sudah memasuki periode kedua pemerintahannya, dan ingin lebh fokus kepada masalah domestik. Obama menghadapi utang luar negeri AS, yang tidak kecil, $ 16.8 triliun dollar! AS menghadapi defisit anggaran (APBN), sekitar $ 2 triliun dollar. AS menghadapi defisit perdagangan luar negerinya yang semakin membengkak.
Selebihnya, Obama menghadapi serangan yang menghancurkan dari Partai Republik dan Tea Party, dan terus berusaha menghancurkan segala rencananya, termasuk “Obama Care”.
Obama menyadari bahwa AS telah menghabiskan anggaran $ 5 triliun dollar, untuk perang melawan teroris, selama belasan tahun, sejak 9/11. AS terus mengeluarkan anggaran militer lebih besar, dibandingkan dengan pengeluaran militer gabungan dari bangsa-bangsa di dunia.
Industri intelijen juga tumbuh secara besar-besaran. Itu tergambar dari anggota NSA (National Security Agency) Robert Snowden, yang membelot ke Rusia dengan seabrek data intelijen AS. Tetapi, semua pengeluaran anggaran yang sangat besar dan peningkatan eskalasi operasi intelijen, yang tujuannya memerangi teroris dan al-Qaidah, justru kelompok dan kekuatan jihadis, semakin tumbuh subur di seluruh dunia.
Karena, solusi dan nilai-nilai yang ditawarkan oleh AS dan Obama kepada Timur Tengah, Dunia Arab, Afrika, dan kawasan Asia, tidak bisa menyelesaikan masalah apapun, dan inilah yang menjadi faktor tumbuhnya gerakan jihad.
AS dan Obama menyerukan kepada Timur Tengah, Dunia Arab, Afrika, dan Asia menuju sebuah nilai-nilai demokrasi, yang selama ini sebagai nilai-nilai supremasi Barat, tetapi tidak membawa manfaat apapun.
Sebagaimana, ketika tahun l999, FIS di Aljazair memenangkan pemilu, dan kemudian FIS digulingkan oleh rezim militer di negeri itu, dan justru Washington mendukung rezim militer Aljazair.
Peristiwa yang paling akhir, sama dialami Ikhwan dan Mursi, di mana junta militer Mesir, menghancurkan Ikhwan dan Mursi, yang sudah mengikuti jalan demokrasi, dan AS tidak berbuat apapun, dan sekarang mendukung Jendral Abdul Fattah al-Sissi, dan sikap dukungan itu ditujukan oleh Menteri Luar Negeri AS, John Kerry.
AS dan Obama gagal menekan rezim Zionis-Israel menerima konsep ‘dua negara’ atas konflik Palestina-Israel. Dan, membiarkan Netanyahu dan Avigdor Lieberman, terus membangun pemukiman baru bagi komunitas Yahudi di atas tanah milik warga Palestina yang didudukinya. Semua tawaran AS sudah basi. Tak berguna lagi.
Langkah yang paling fatal AS dan Obama melakukan kerjasama dengan rezim Syiah Iran, dan bertujuan melakukan penghancuran terhadap negara-negara Sunni, dan kelompop-kelompok jihadis Sunni.
Perang akan berkobar di mana-mana. Bukan hanya di Suriah, Irak, Yaman, dan Lebanon, tetapi akan berlangsung di mana-mana. Eskalasi perang terbuka akan menjadi semakin eksplosif, dan pilihan jihad yang tidak dapat dihentikan. Dampaknya akan mengancam kepentingan AS yang lebih luas di masa depan, di seluruh kawasan. Walllahu’alam.