View Full Version
Kamis, 20 Feb 2014

Mengapa Tri Rismaharini Harus Mundur Dari Jabatannya?

JAKARTA (voa-islam.com) - Kabar Walikota Surabaya Tri Rismaharini mundur semakin santer. Rismaharini mungkin tak tahan lagi menghadapi tekanan dari berbagai kepentingan bisnis dan politik, sehingga Walikota Surabaya, Tri Rismaharini seperti menanggung beban, sangat berat.

Kalangan pengusaha melakukan lobi yang  keras terhadap Risma, berkaitan dengan sejumlah proyek, yang nilainya triliun di kota Surabaya. Tentu, kalangan pengusaha yang  sudah memiliki kepentingan itu ingin bisnisnya berhasil, dan termasuk melakukan lobi kepada partai.

Tri Rismaharini benar-benar tulus mengabdikan dirinya bagi jutaan rakyat Surabaya. Perempuan yang paruh baya itu, memiliki mimpi dan obsesi ingin mengubah Surabaya. Bukan hanya secara pisik, seperti sekarang ini, di mana kota yang dahulunya semrawut dan sangat panas itu, sekarang terasa asri,  dan sejuk, banyak pohon, dan bersih. Perubahan itu dirasakan oleh jutaan rakyat Surbaya.

Tapi, Risma memiliki sisi kemanusiaan yang tidak dimiliki pemimpin Indonesia sekarang ini, rasa kecintaan dan kemanusiaan terhadap orang-orang yang “lemah”, dan bersikap tegas terhadap siapa saja yang menyimpang, dan tidak peduli dengan kehidupan pribadinya. Belum pernah ada seorang Walikota Surabaya, yang memiliki karakter dan akhlak seperti Risma, dan begitu peduli terhadap sesama.

Namun, diatas segalanya itu, yang mendasari sikap dan karakternya itu, berulangkali dikatakannya, “Saya takut di akhirat” nanti, ucapnya dengan nada yang lirih. Berapa tidak banyak pemimpin yang memiliki  sikap seperti itu? Masih mengingat hari esok, hari akhirat. Di mana kehidupan akan kekal selamanya. Itu modal yang dimiliki Tri Rismaharini. Itu pula yang membuatnya seperti “karang” ditengah badai. Tak bergeming.

Sikapnya keras. Cocok dengan karakter rakyat Surabaya, yang budayanya sangat keras, dan terus terang. Memang, menghadapi rakyat Surabaya yang “bonek” harus keras. Tidak perlu basa-basi. Terus terang, terbuka dan jujur. Semuanya dijalani dengan penuh tanggungjawab sebagai Walikota. Inilah yang membuatnya menjadi perempuan, posisinya sekarang menjadi tinggi. Bukan publisitas media.

Kerja keras, keyakinan, dan akhlak mulia, membuatnya bisa mengubah kota Surabaya. Rismaharini menjadi ‘tauladan’ bagi bawahannya, dan aparat atau birokrasi Surabaya.

Sayangnya, berbagai kepentingan bisnis dan politik, menggerogoti dirinya. Mestinya, Tri Rismaharini, tak perlu ragu atau goyah, menghadapi gerakan yang ingin melengserkannya, karena dia mendapatkan mandat dari rakyat. Rismaharini dipilih mayoritas rakyat Surabaya. Bukan dipilih oleh partai, atau para pelaku bisnis.

Sesuatu yang sangat menyentuh di episode acara “Mata Najwa”, 12 Februri lalu,  ketika dia menceritakan tentang kisah pelacur di Surabaya. Dengan kata yang terbata-bata, bagaimana dia sebagai perempuan mengungkapkan perasaannya, dan sangat menyentuh tentang usaha menutup semua lokalisasi pelacuran di kota ‘Buaya’ itu, termasuk komplek pelacuran terbesar di Asia Tenggara, Doly.

Risma, perempuan mulia, karena memiliki ‘niat dan tekad’ menutup tempat pelacuran, yang menjadi simbol pekerjaan yang hina. Tetapi, menghapus komplek pelacuran di Surabaya bukan suatu yang mudah, seperti membalikan tangan. Karena, pelacuran di Surabaya sudah berlangsung sejak zaman Belanda, dan melibatkan begitu banyak manusia, yang menggantungkan hidupnya di komplek pelacuran itu.

Episode di “Mata Najwa”, sampai kepada cerita Risma yang mengumpulkan para pelacur, dan dia tidak sanggup lagi mengungkapkan perasaannya, dan terdiam, sambil terus menyeka air matanya. “Saya nggak tega Mbak”, isak Walikota Surabaya di acara itu. Begitu luar biasanya jaringan mafia pelacuran di Surbaya. Bahkan, Risma mengatakan kalau harus mati, karena usaha itu, Risma ikhlas, dan sudah memberitahukan kepada anak-anak dan keluarganya.

Tentu, episode yang paling menggetirkan tentang cerita yang mengisahkan pelacur tua renta yang usianya sudah 60 tahun. Sesuatu yang sangat tidak terduga, ketika Najwa menanyakan, “60 tahun masih menjadi PSK, pelanggan dia siapa Bu?”. “Pelanggan pelacur tua itu, anak SD, SMP, uang seribu dua ribu di terima kok”, jawab Risma.

Betapa kota Surabaya yang sudah berubah asri itu, masih menyimpan kehidupan yang sangat menggetirkan, adanya pelacur yang sudah di usia 60 tahun. Risma peduli itu.

Di bagian lain, Ketua Ikatan Da'i Lokalisasi Majelis Ulama' Indonesia (IDIALMUI) Jawa Timur Sunarto, berharap wali kota Surabaya Tri Rismaharini tidak mundur dari jabatannya. Risma dianggap berjuang membuat Surabaya lebih baik dan perjuangannya belum selesai.

"Kami dari IDIAL sangat berharap ibu Risma tidak mundur, Surabaya masyanih butuh ibu," katanya kepada wartawan, Rabu 19 Februari 2014.

Ibu Tri Rismaharini jangan pergi. Betapapun menghadapi tekanan, apapun tekanan itu adanya. Sungguh sangat berarti bagi Surabaya, dan tauladan bagi siapapun yang sekarang ini berkuasa.

Risma memilikki sisi kemanusiaan yang sangat luar biasa terhadap mereka yang lemah, dan dalam posisi tidak berdaya menghadapi kehidupan. Rasa takutnya terhadap hari “hisab” di akhirat, tak banyak dimiliki oleh para pemimpin Indonesia. Di mana umumnya mereka memiliki sifat “aji mumpung”. Mumpung masih menjadi pejabat dan  hidup di dunia. Wallahu’alam.

 


latestnews

View Full Version