View Full Version
Kamis, 22 May 2014

Koalisi Jokowi - Jusuf Kala, Koallisi NASAKOM?

JAKARTA (voa-islam.com) - Koalisi Jokowi-JK,Kolaisi Semangka,Koalisi 'NASAKOM'. Dr.Swarsono Saryadi, yang menjadi salah satu pengurus Yayasan al-Azhar, Jakarta, mengatakan, bahwa koalisi Jokowi-JK itu, disebutnya sebagai koalisi ‘NASAKOM’.

Koalisi Nasionalis, Agama, dan Komunis. Ini mengingatkan kembali ke masa Soekarno yang membangun poros ‘NASAKOM’, gabungan antara kekuatan yang berlatar belakang ideologi : ‘Nasionalis, Agama dan Komunis’.

Format koalisi yang dibangun PDIP sekarang ini, terdiri dari kalangan ‘Nasionalis, Agama, dan ‘Komunis’. Aliansi antara Nasionalis, Agama (PKB), dan Komunis. Di mana ‘Komunis’nya?

Di dalam PDIP itu sendiri. Di mana menurut seorang tokoh Taruna Nusantara, Alfian Tanjung, memiliki bukti-bukti yang cukup, bahwa di PDIP terdapat elemen-elemen yang masih mengagungkan ideologi ‘Komunis’.

Seperti Tjiptaning, yang pernah mengatakan, ‘Saya bangga menjadi anak PKI’. Menurut Alfian Tanjung, Tjiptaning dalam berbagai kesempatan, terus melakukan penggalangan kekuatan ‘komunis’.

Koalisi PDIP yang mengusungkan Jokowi – JK itu, memang menampakkan gambaran ‘NASAKOM’, seperti yang diucapkan oleh Dr.Swarsono. Di mana elemen ‘Nasionalis’ ada dalam PDIP, sedangkan elemen ‘Agama’ diwakili oleh PKB-Muhaimin Iskandar dan JK.

Sedangkan, ‘Komunis’nya diwakili Tjiptaning, dan unsur-unsur ‘kiri’ di dalam PDIP, seperti Budiman Sudjatmiko, yang pernah menjadi Ketua PRD (Partai Rakyat Demokratik). Jadi koalisi di dalam PDIP itu, ibaratnya seperti koalisi ‘SEMANGKA’ luarnya nampak ‘hijau’, di mana unsur luarnya ada dari kalangan Islam, seperti PKB dan Jusuf Kalla, yang berlatang belakang keluarga dari NU.

Tetapi, di dalamnya warnya ‘MERAH’, seperti yang sekarang ini sangat nampak dalam gerakan yang mereka lakukan. Atribut dan warna simbol PDIP, juga mencerminkan warna ‘KOM’ (Komunis), yang memilih warna ‘MERAH’.

Ini bukan hanya sekadar pilihan warna ‘MERAH’, semata, tetapi juga mencerminkan warna ideologi PDIP. Sekarang ditambah dengan masuknya kelompok Katolik dari Ordo Jesuit dan Theologi Pembebasan. Di mana Ordo Jesuit dan Theologi Pembebasan ini sangat militan, dan lahir di Amerika Latin, yang beradaptasi dengan ideologi ‘KIRI’.

Gereja Katolik ini, juga dipimpin oleh seorang Paus berasal dari Amerika Latin, yang sangat memperlihatkan ciri penganut ‘Theologi Pembebasan’. Hubungan lebih jauh, bisa disimak dengan masuknya Romo Benny Susetyo, seorang penganut ‘Theologi Pembebasan’ yang sekarang termasuk dalam ‘Tim Sukses’ Jokowi.

Bahkan, seorang Romo dari Gereja di Jawa Tengah, Romo Aloys Purnomo PR, menegaskan bahwa Jokowi itu mirip seperti Jesus, yang penuh perhatian orang lemah. Namun, semua bermuara kepada sebuah rekayasa ideologi, yang ber tujuan bagaimana membawa orang-orang atau rakyat yang ‘papa’ (miskin) kepada agama Katolik.

Dengan bungkus berpihak kepada orang-orang ‘papa’, diharapkan orang-orang ‘papa’ berpihak kepada mereka. Gerakan ‘Theologi Pembebasan’ yang sekarang berkembang pesat di seluruh dunia ketiga, di mana rakyatnya miskin, dan ditindas oleh kaum pemilik modal, maka semakin relevan, dan seakan Jokowi menjadi representasi (wakil) orang-orang ‘papa’, lemah, dan Jokowi seakan pula menjadi ‘nabi’ orang yang tertindas.

Ini sekarang ‘lakon’ yang dijalankan oleh Jokowi. Menjadi tokoh dari barisan ‘SEMANGKA’ yang ingin merengkuh kekuasaan. Tetapi, semua faktanya sangat palsu, dan tidak valid, ketika Megawati menjadi pemimpin dan presiden. Di mana Megawati tetap menjadi ‘komprador’ (sekutu) asing yang menggerogoti kekayaan Indonesia.

PDIP bukan hanya partai yang sangat ‘KORUP’ kuantitasnya mengalahkan Golkar, yang selama ini disebut sebagai ‘rajanya’ koruptor di Indonesia.

Tetapi, dikalahkan oleh PDIP, seperti yang dilaporkan oleh KPK, yang berdasarkan laporan KPK, antara tahun 2002-2013, PDIP menempati urutan pertama, kemudian, Golkar, dan Demokrat. Jadi, PDIP yang berwujud ‘SEMANGKA’ tidak dapat dinilai sebagai partainya ‘Wong Cilik’, yang benar-benar membela ‘Wong Cilik’, tetapi PDIP dan Mega hanyalah sebuah model dari kelompok politik dari ‘Nasionalis’ palsu.

Di mana ketika Megawati berkuasa , asset dan sumber daya alam Indonesia habis dijual oleh Mega. Termasuk Indosat, BCA yang assetnya Rp 60 triliun, di jual Michael Hartono pemilik rokok ‘JARUM’ hanya Rp 5 triliun!

Sekarang Mega dan PDIP menampilkan tokoh ‘dadakan’ bernama Jokowi yang disandingkan dengan Jusuf Kalla, yang mantan presiden dan Ketua Umum Golkar. Benar-benar sangat pragmatis, dan hanya menginginkan kekuasaan semata.

Koalisi yang menggotong Jokowi-JK itu, bukan hanya semata koalisi ‘SEMANGKA’, tetapi PDIP menjadi muara segala kekuatan ideologi yang sangat anti Islam. Sepanjang PDIP berpolitik sejak tahun l999, pasca ‘Reformasi’ belum pernah sekalipun, PDIP mengakomodasi kepentingan yang itu berhubungan dengan umat Islam.

PDIP selalu memusuhi golongan Islam. Itu fakta. Sekarang Mega dan PDIP menggandeng PKB dan Jusuf Kalla, ingin menutupi warna ‘MERAH’ PDIP dengan warna ‘HIJAU’ agar umat Islam mendukungnya.

Lihat gerakan mereka di bawah, kembali seperti tahun l999,  di mana dalam rangka memenangkan PDIP dan Mega, mereka membentuk posko-posko di setiap sudut daerah, dan melakukan 'gerpol' (gerilya politik) mempengaruhi rakyat, memenangkan Jokowi-JK. Ini mirip sebuah perang 'gerilya' alias 'perang kota' menghadapi lawan politik. Wallahu’alam.


latestnews

View Full Version