View Full Version
Kamis, 05 Jun 2014

Jokowi Menelanjangi Dirinya di Depan Mata Rakyat Indonesia

JAKARTA (voa-islam.com) - Wawancara Jokowi dan Prabowo oleh televisi asing Bloomberg dan Channel News Asia, yang berdurasi dua setengah menit itu kalau dihitung Jokowi hanya tampil di setengah menitnya saja.

Tetapi, banyak kalayak yang penasaran ingin tahu isinya, saat mengklik link-nya " http://www.youtube.com watch?v=qdNmtYcaAzg&featu re=youtu.be", video itu sudah dihapus!

Dalam wawancara itu, menunjukkan kemampuan dan kualitas Jokowi yan g hanya bisa cengar-cengir, dan menjawab dengan : “I don’t think about that ..”.Sampai wartawati yang mewancarai Jokowi tidak dapat menahan tawanya, dan tertawa berderai melihat kemampuan Jokowi, menjawab pertanyaan yang disodorkannya.

Komen-komen yang ada, diantara dari seorang Guru Besar Ekonomi di Universitas Indonesia (UI), Taufik Baharuddin juga berpendapat bahwa dia tidak bisa mengukur kemampuan Jokowi untuk memimpin 250 juta rakyat Indonesia, ketika melihat wawancara itu.

Berbeda dengan Prabowo yang tampak fasih, bukan soal bahasa Inggrisnya, tetapi tentang apa yang akan dilakukannya bila dirinya nanti terpilih sebagai presiden RI. Video itu ditutup dengan sebuah kesimpulan yang tertulis di situ bahwa pemikiran Prabowo 100 tahun di depan dibanding Jokowi.

Sangat wajar kalau pendukung Jokowi jadi meradang karena video ini. Sekarang, rakyat Indonesia lebih bisa melihat ‘aslinya’ Jokowi, ketika mendengar dan melihat pidato calon presiden Joko Widodo selama dua kali dalam forum Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan menjadi perbincangan secara luas dikalangan masyarakat.

Kapasitas Jokowi sebagai capres pun dipertanyakan. Pidato Jokowi dalam acara deklarasi kampanye damai dan berintegritas yang digelar KPU pada Selasa (3/6/2014) malam menjadi perbincangan hangat di tengah-tengah masyarakat.

Sikap kaku dan kurang mengusai materi tampak menonjol dari pidato Jokowi. "Pidato Jokowi semalam sama sekali tidak mencerminkan sosok calon presiden. Bagaimana nanti kalau melakukan diplomasi dengan dunia internasional," kata Emha M salah satu profesional muda di Jakarta, Rabu (4/6/2014).

Kegusaran salah satu warga Jakarta tersebut memang dapat dimaklumi. Jika melihat pidato Jokowi di Hotel Bidakara yang ditayangkan secara langsung di beberapa stasiun televisi itu cukup kontras bila disandingkan dengan pidato Prabowo Subianto yang cenderung tenang dan tidak gugup.

Komentar senada juga muncul di Youtube yang ditulis Kansha Husnadia yang menuliskan "Saya sedih lihat wajah jokowi dan cara bicaranya. Tidak lebih baik dari siswa SMK saya yang belum lama ini ujian praktiknya berpidato," tulisnya mengomentari pidato Jokowi yang muncul di Youtube.

Banyak juga yang tetap mengapresiasi Jokowi, meski tidak terkait dengan pidatonya. Jokowi memiliki alibi atas pidatonya yang direspons negatif oleh banyak orang. Ia menampik bila pidato dalam acara deklarasi kampanye damai dan bermartabat disebut kaku. Menurut Jokowi, pidato dia serius.

Alasannya persoalan di lapangan yang belakangan terjadi cukup serius seperti intimidasi, kekerasan, dan kampanye hitam. "Saya harus serius dong. Saya nggak mau hal yang prinsip disampaikan secara santai, harus serius," kelit Jokowi. Bisa saja Jokowi berkelit.

Namun bila disandingkan dengan pidato Prabowo memang cukup kontras. Prabowo tampak menguasai aturan umum dalam pidato. Prabowo menyapa sejumlah pihak yang terkait dalam acara tersebut seperti dengan tertib menyapa Ketua Bawaslu, Ketua DKPP, Ketua KPU, Panglima TNI, Kapolri, Ketua DPR, pasangan capres/cawapres Jokowi-JK, Ketua Tim Pemenangan Prabowo-Hatta.

Pidato Jokowi mengulang kebiasaan barunya dengan membaca mukaddimah yang berisi pujian pada Allah SWT dan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW, tradisi lazim bagi masyarakat muslim.

Meski, di akhir pidato, Jokowi alpa dengan tidak melengkapi kalimat yang lazim dipakai seperti "Billahi Taufiiq wal hidayah" atau "wallahul muwafiq ilaa aqwatih thoriiq" lalu diikuti dengan ucapan salam.

Sedangkan Prabowo Subianto, berbeda dengan Jokowi, di forum resmi yang digelar KPU membiasakan mengucap salam secara lengkap dengan mengucap "assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh" diikuti salam "om swastiastu shanti om".

Salam Prabowo ini tampak memberi pesan nasionalisme dengan menyebut salam yang mencerminkan pluralitas Indonesia. Pidato Jokowi dalam dua kali kesempatan di forum KPU semakin menunjukkan bila ia memang tidak biasa melakukan orasi di depan publik.

Kendati demikian, Cawapres JK beralasan "Susah cari orang yang pintar bicara panjang, bisa kerja panjang. Kalau Jokowi bicara pendek bekerjanya panjang," bela JK di hadapan ratusan kiai dan ulama dalam acara silaturahmi ulama pesantren di Jakarta, Rabu (4/6/2014).

Kemampuan komunikasi publik bagi pemimpin selevel presiden semestinya menjadi faktor penting. Apalagi, Presiden tidak lagi mengurus urusan teknis. Kebijakan yang sifatnya makro, kerja diplomasi serta ucapannya yang mampu menggerakkan masyarakat menjadi salah satu kerja presiden.

Kerja bagi presiden tidak dapat dimaknai kerja di lapangan. Karena Presiden tidak mengurus hal teknis yang sifatnya mikro. Sungguh kasihan bangsa Indonesia melihat Jokowi dipaksakan oleh orang-orang yang sangat tidak bertanggungjawab, memaksa Jokowi menjadi calon presiden?

Ini akan menjadi preseden buruk bagi masa depan Indonesia, di mana para ‘cukong’ dengan menutup hati, telinga, dan mata, terus memaksa Jokowi berlaga di pilpres 2014. (afgh/dbs/voa-islam.com)

Berita Terkait :

Melawan Lupa (1): Kasus Talangsari, Jama'ah Islamiyah dan Komnas HAM 01 

Melawan Lupa (2): Beberapa Nama, Saksi Palsu dan Islah Talangsari

Melawan Lupa (3): 'License To Kill' Muslim Talangsari Lampung 1989

AM Hendropriono Dalang Pembunuhan Tragedi Munir, Talangsari, Lampung

Riyanto 'Talangsari': Komnas HAM & Kontras Lestarikan Citra Buruk Pada Islam

Innalillah, Jenderal-Jenderal Dalang Kerusuhan Mei 1998 Mendukung Jokowi


latestnews

View Full Version