View Full Version
Rabu, 11 Jun 2014

Bangsa Indonesia Tidak Pernah Bisa Belajar Dari Masa Lalu

JAKARTA (voa-islam.com) - Sebuah pilihan strategi politik yang dirancang dengan membungkus calon presiden Jokowi sebagai tokoh yang 'jujur,sederhana dan merakyat'. Sebuah strategi pendekatan yang dipilih oleh 'Tim Pemenangan' Jokowi ini, tujuannya ingin mendekatkan Jokowi dengan mayoritas rakyat Indonesia.

Rakyat Indonesia yang berjumlah 250 juta, mayoritasnya adalah miskin, dan dengan pendapatan kurang dari $ 3 dollar setiap hari. Bahkan, di daerah-daerah yang jauh dari ibukota Jakarta, pendapatan rakyat jauh lebih kecil lagi. Angka absolut kemiskinan di Indonesia masih sangat tinggi, sebesar 60 juta penduduk.

Maka, langkah strategis dengan cara menampilkan sosok dan karakter, yang benar-benar sesuai dan cocok dengan kondisi mayoritas rakyat yang absolut miskin. Jokowi di tampilkan dengan idiom 'kejujuran, kesederhanaan, merakyat', sebagai bagian merebut simpati rakyat.

Sang tokoh 'Jokowi' juga disetting dengan setingan yang sesuai dengan agenda, yaitu bukan hanya penampilannya yang sederhana, tetapi Jokowi terus diarahkan mengunjungi ke daerah-daerah atau tempat-tempat yang menjadi konsentrasi orang-orang miskin.

Operator Jokowi adalah 'setan' merah yang kiri, yang berideolgo 'komunis', termasuk kaum phalangis (kristen), dan terus mengembuskan isu kerakyatan, sembari menghantam Prabowo dengan isu HAM. Semua itu agenda mereka, tujuannya menghancurkan Prabowo.

Dengan mendapatkan liputan media yang luas, dan berlangsung konstan terus-menerus, sehingga membentuk opini, pemikiran, persepsi, dan bahkan keyakinan rakyat tentang Jokowi sebagai tokoh yang benar-benar berpihak kepada rakyat.

Sekarang, di mana-mana terpampang baliho, poster, dan spanduk, tentang Jokowi sebagai tokoh yang : 'jujur, sederhana, dan merakyat'. Ada pula spanduk atau baliho yang berbunyi pemimpin ?dari rakyat untuk rakyat?. Sehingga, rakyat benar-benar terpengaruh, dan kemudian meyakini Jokowi sebagai tokoh yang jujur, sederhana, dan merakyat.

Gambaran ini terus digalang dengan masif di tengah-tengah rakyat oleh relawan Jokowi yang jumlahnya ribuan. Mereka memasuki kampung-kampung dan berbagai tempat dengan terus membuat pencitraan.

Ini hanya mengingatkan seperti sesudah Soeharto jatuh dan lengser dari kekuasaan. Bagaimana Mega digambarkan sebagai anti-tesa dari rezim Orde Baru. Mega dan PDIP mendapatkan covered (liputan) media massa yang sangat luas. Sosok Mega sebuah harapan baru bagi rakyat Indonesia yang sudah sangat muak dengan rezim Orde Baru. Dengan rekayasa yang sangat sistematis, di tahun l999, Mega-PDIP memenangkan pemilihan pertama di era Reformasi.

Seluruh rakyat menaruh harapan dan optimisme dengan lahirnya sosok baru, Mega. Rakyat sebagian menyambut dengan antusias dan optimis sebagai sebuah solusi bagi rakyat yang sudah terlalu lama menunggu datangnya sang ?Ratu Adil?, dan hidup rakyat digantungkan kepada Mega.

Tetapi, sesudah Mega berkuasa dan menjadi presiden, semua harapan dan mimpi rakyat, hanya ilusi belaka. Apa yang diharapkan dari ?Ratu Adil? itu, tidak pernah ada. Mega tidak pernah benar-benar menjadi pembela dan penyelamat 'wong cilik'. 'Wong Cilik' tetap tergeletak, dan tanpa ada yang membela.

Mega di hari ulang tahunnya, di Istana Tampak Siring, Bali, sambil menikmati indahnya malam, justru lupa terhadap rakyat miskin, dan julukan ?Ratu Adil? itu, pupus, bersamaan dengan keputusan Mega memberikan maaf kepada para obligor yang sudah ngemplang dana BLBI, Rp 650 triliun. Semua menjadi lupa. Rakyat juga lupa.

Di tahun 2014 ini, berlangsung pemilihan presiden, dan sejumlah orang mendadani sang tokoh 'Jokowi'. Dengan dandanan sebagai tokoh rakyat jelata dengan diberi aksesoris sebagai orang yang : 'jujur, sederhana dan merakyat'. Dengan dukungan media yang luas, sejak pemilukada di DKI, Jokowi berhasil meraih jabatan gubernur.

Sekarang sang tokoh 'jadi-jadian' ini disulap menjadi calon presiden oleh Mega dan PDIP. Rakyat yangsudah dicuci otaknya, dan dijejali dongeng dan mimpi tentang tokoh yang dianggap sebagai 'juru selamat' ini dengan bangga sebagai tokoh, bukan dari ketua umum partai, maju dalam pemilihan presiden.

Lalu, para pendukungnya memberikan, kata dengan 'pemimpin lahir dari rakyat dan untuk rakyat'. Rakyat sebagian yang memilih Jokowi telah memilih pemimpinnya. Mereka akan selalu menjadi korban. Rakyat tidak pernah bisa menentukan pilihan sendiri dengan jujur. Karena mereka sudah menjadi korban opini dan rekayasa yang sistematis oleh para pemilik modal yang ingin menjajah Republik Indonesia. Wallahu'alam.


latestnews

View Full Version