View Full Version
Senin, 04 Aug 2014

Mengapa Negara-Negara Amerika Latin Lebih Membela Gaza?

RIYAD (voa-islam.com) - Sesudah jatuh korban lebih dari 2.000 tewas, dan 9.500 luka, akibat agresi Zionis-Israel terhadap Gaza, dan agresi itu sudah hampir satu bulan, baru keluar basa-basi Raja Arab Saudi, Abdullah, mengkritik terhadap Zionis-Israel, Sabtu, 2/8/2014.

Para pemimpin Arab, seperti Mesir, Arab Saudi, Uni Emirat dan negara Arab lainnya, mereka seperti 'batu' tak tergerak sedikitpun melihat begitu banyak kematian dan kehancuran di Gaza. Para pemimpin Arab seperti hatinya, pendengarannya, penglihatannya (matanya), sudah benar-benar tertutup, mati, dan tak sedikitpun tergerak melihat kondisi kemanusiaan yang ada di Gaza. 

Bahkan, sebaliknya dari berbagai informasi yang ada, menunjukkan agresi militer Zionis-Israel ke Gaza, merupakan konspirasi negara-negara  Arab, Amerika Serikat, dan Zionis-Israel, bertujuan menghancurkan kekuatan militer Hamas, karena sudah dipandang menjadi ancaman negara-negara Arab sekelilingnya, termasuk Zionis-Israel. Maka, sikap para pemimpin Arab berdiam diri, melihat Gaza dilumat oleh mesin perang Zionis-Israel. 

Sikap dan respon para pemimpin negara-negara Arab tak nampak berpihak kepada rakyat Gaza. Secara terang-terangan mereka menginginkan perlucutan kekuatan militer (de-militerisasi) Hamas, seperti yang diinginkan oleh Mesir dan Arab Saudi, dan itu sudah menjadi bertambah jelas dengan resolusi DK PBB, di mana Gaza harus dibersihkan dari kekuatan militer manapun, khususnya Hamas.

Secara kolektif, kegagalan Liga Arab mengadakan pertemuan puncak membahas krisis di  Gaza, ini hanya menggambarkan para pemimpin Arab terlibat langsung dalam agresi militer oleh Zionis-Israel terhadap Gaza. Para pemimpin Arab berdampingan dengan Zionis-Israel melumat Hamas yang sudah diblokade sejak tahun 2006.

Kelambanan anggotanya tidak lain adalah pengkhianatan perjanjian mereka dibidang pertahanan bersama yang berbunyi, antara lain, "Para pihak  negara mempertimbangkan (tindakan) menghadapi agresi bersenjata yang dilakukan terhadap salah satu atau lebih dari mereka, dan angkatan bersenjata negara-negara Liga Arab, harus diarahkan menghadapi ancaman mereka".

Dimana para penandatangan yang berjanji bahwa, "sesuai dengan hak membela diri, secara individu dan kolektif, mereka bisa melakukan tindakan menghadapi agresi dari luar, dan segera mengambil tindakan secara individu dan kolektif, semua langkah yang tersedia, termasuk penggunaan kekuatan militer.

Bagaimana dengan agresi Zionis-Israel terhadap Gaza? Tapi, para pemimpin yang tergabung dalam Liga Arab,  tidak berbuat apa-apa, dan tetap diam.

Meskipun, bangsa  Palestina tidak pernah berharap tindakan militer dari Liga Arab, sebagai organisasi regional yang sudah jompo, tak usah dikatakan seharusnya ada respons yang tepat, mengingat skala kejahatan Zionis-Israel yang dilakukan di Gaza sudah sangat luar biasa.

Misalnya, tidak ada satupun memiliki keberanian  melakukan tindakan yang mengancam para pendukung Zionis-Israel, sepert melakukan embargo minyak terhadap negara-negara pendukung Israel. Raja al-Faisal, pernah melakukan embargo terhadap  para pendukung Israel, di tahun l973. Bahkan, Amerika menghadapi krisis ekonomi, akibat embargo minyak Arab Saudi. Sekarang Arab Saudi?

Memang, tidak mungkin melakukan embargo tehadap pendukung Zionis, karena para pemimpin Arab, sudah menjadi kaki tangan Zionis. Dalam kasus Arab Saudi, justru sekarang berada di belakang invasi militer Israel terhadap Gaza. 

Seandainya Arab Saudi, Raja Abdullah, tidak mampu melakukan tindakan embargo minyak seperti tahun l973, maka Raja Abdullah bisa dengan mudah memerintahkan Presiden Mesir Abdul Fattah Al-Sisi membuka blokade Gaza, dan memungkinkan rakyat Gaza hidup normal. Warga yang terluka bisa diselamatkan nyawanya. Sayangnya, Riyadh tidak melakukan apapun bagi rakyat Gaza yang sudah sekarat.

Tidak mengherankan,  Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu dan para pembantunya terus tertawa terbahak-bahak dengan adanya aliansi strategis Zionis-Israel dengan negara Arab "moderat"  dalam perang melawan "terorisme".

Terorisme yang sudah dilekatkan kepada Hamas itu, sebuah sukses Zionis-Israel memisahkan para pemimpin Arab dengan bangsa Palestina. Sehingga, Zionis-Israel dapat bertindak brutal dan kejam, dan  bertindak apapun atas bangsa Palestina, semua atas izin para pemimpin Arab.

Setelah Zionis-Israel mengalami kegagalan melakukan kampanye militer serta perang, dan tidak berhasil mengubah opini publik secara global, Israel mengklaim bahwa mereka sedang memerangi Hamas, yang Amerika Serikat dan Uni Eropa sebagai organisasi teroris. 

Pendekatan Zionis-Israel yang ingin mencuci otak masyarakat dunia, tak berhasil, bahkan negara-negara Amerika Latin,  di mana lima negara - Brazil, Chili, Ekuador, El Salvador dan Peru - menarik duta besar mereka dari Israel. Begitu luar biasa tindakan yang diambil oleh negara-negara Amerika Latin.

Padahal, mereka bukan saudara atau satu ras dengan bangsa Palestina. Mereka tidak memiliki ikatan emosional dengan bangsa Palestina, tetapi mereka memiliki keprihatinan yang mendalam terhdap bangsa Palestina, di Gaza.

Sejak serangan Zionis-Israel atas Gaza tahun 2008/2009, sebelumnya  dua negara, Venezuela dan Bolivia, memutuskan hubungan diplomatik dengan Zionis-Israel. Sebuah tanggapan negara Amerika Latin bahwa tindakan agresi militer Zionis yang menjadikan warga sipil menjadi sasaran, tidak dapat dibenarkan dan sebagai sebuah kejahatan.

Bukan pertama kalinya isolasi dan status pengucilan Israel, yang diputuskan pada 23 Juli, ketika 29 anggota Dewan HAM PBB, yang akan menyelidiki serangan terhadap Gaza sebagai tindak kejahatan kemanusiaan. Hanya satu negara, Amerika Serikat, memilih menentang resolusi itu.

ICC (pengadilan kejahatan internasional), berhak mengadili para pejabat Israel atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, dan prosesnya tidak sulit.

Sayangnya, kurangnya kemauan dari para pemimpin Arab dan Otoritas Palestina-Ramallah, menyebabkan semua menghadapi jalan buntu. Rakyat Palestina menjadi korban konspirasi dan persongkoloan para pemimpin Arab, dan mereka  sengaja ingin memusnahkan Hamas dan bangsa Palestina, membiarkan mereka diperbudak oleh Zionis. Inilah moralitas para pemimpin Arab.

Sebaliknya, negara-negara Amerika Latin, di mana para pemimpin politiknya, memiliki komitmen dan bertanggung jawab kepada rakyatnya, mereka membela bangsa Palestina, khususnya rakyat Gaza yang sekarang dihancurkan oleh Zionis-Israel. Mereka lebih memiliki hati nurani, memiliki keprihatinan atas nasib bangsa Palestina.

Sebaliknya, para pemimpin Arab terus diam, seperti 'batu', tak tergerak melihat tragedi kemanusiaan yang sangat dahsyat di Gaza. Hal ini tidak mengherankan bahwa selama enam dekade terakhir, negara-negara yang tergabung dalam  Liga Arab, dan anggotanya gagal mendukung rakyat Palestina, dan mereka ikut bertanggungjawab atas banyaknya kematian di Gaza. Wallahu'alam.

*mashadi


latestnews

View Full Version