JAKARTA (voa-islam.com) - Amin Rais mengatakan, bahwa bangsa yang tidak berani mengatakan ‘La’ (tidak) kepada kezaliman akan hancur. Kalimat tauhid “La ilaaha illa Lallah”, maknanya tidak ada ‘tuhan’ yang layak disembah (diibadahi), ditaati, dan dipuji, selain hanya Allah semata.
Manusia tidak layak disembah, ditaati, dan dipuji oleh sesama manusia. Kalimat tauhid, “La ilaaha illah Lallah”, adalah penolakan atas segala bentuk 'ilah-ilah' (tuhan-tuhan), apapun wujudnya termasuk manusia. Hakikatnya, kalimat tauhid “La ilaaha illah Lallah”, kalimat yang membebaskan perbudakan manusia atas manusia lainnya.
Amin Rais, memberikan contoh, bagaimana bangsa Mesir, ketika berada di bawah kekuasaan Fir’aun yang sangat zalim. Firaun memperbudak bangsanya dengan sangat kejam, bahkan semua anak laki-laki yang lahir, dibunuh. Di Mesir tidak boleh lahir bayi laki-laki. Karena, dikawatirkan akan menganggu dan menjadi ancaman kekuasaannya.
Kekuasaan Fir’aun di topang oleh beberapa tokoh, diantara ada Hamam (ulama), dan Qorun pengusaha. Hamam dan Qorun menjadi penopang kekuasaan Fir’aun. Qorun dahulunya seorang ulama (yahudi). Sangat tamak. Berdoa’a minta kaya, dan dikabulkan menjadi orang yang sangat kaya. Sampai dalam hikayah, kunci gudangnya, sampai harus dipikul oleh beberapa orang. Tapi Qorun sesudah kaya lupa, dan tidak lagi ingat Allah, serta sombong.
Menurut Amin Rais, tokoh seperti Fir’aun yang sudah sangat berkuasa, kemudian menjadi sombong dan takabur, dan bertindak sangat zalim. Fir’aun sampai menyebuti dirinya dengan ‘Ana Rabbukum A’la’ (SayaTuhan Maha Tinggi). Dengan kekuasaan yang ada ditangannya dan luar biasa itu, Fir’aun berani menyebut dirinya sebagai sebagai ‘Ana Rabukumul A’la’.
Datanglah, Musa alaihisalam, dia seorang bayi laki-laki, yang dipungut oleh istri, Fir’aun, dan ketika dewasa menghimpun kekuatan orang-orang yang lemah (Yahudi), yang ditindas oleh Fir’aun. Musa menyelamatkan kaumnya menghadapi kekejian Fir’aun, dan diberikan mukjizat, berupa tongkat.
Dengan tongkatnya Musa menyelamatkan kaumnya, pergi ke Palestina menyeberangi laut Merah, dan ketika Musa memukulkan tongkatnya, laut Merah terbelah. Musa bersama dengan kaumnya selamat menyeberangi laut Merah. Padahal, kaum Nabi Musa sudah putus asa, ketakutan menghadapi bala tentara Fir’aun.
Ketika Fir’aun dan balatentaranya mengejar Musa dan kaumnya, tiba-tiba laut itu menutup, dan menenggelamkan Fir’aun serta balatentaranya. Fir’aun dan belatentaranya punah, akibat kesombonganya.
Menurut Amin Rais, sesudah Musa berhasil menyelamatkan kaumnya itu, kembali kaumnya Musa melakukan penyimpangan. Di mana kaumnya Nabi Musa yang sudah tiba di Palestina itu, menyembah patung sapi emas. Samiri salah satu tokoh dalam kaum Musa itu, mengumpulkan barang-barang yang dibawa lari oleh kaum Nabi Musa, kemudian dibuatnya patung Sapi, dan menjadi sesembahan mereka.
Kaum Nabi Musa tidak lagi menyembah Allah, tapi menyembah patung ‘Sapi’. Ini hanyalah penggambaran selamanya, orientasi orang Yahudi itu, adalah meterialisme. Materialisme yang menjadi tujuan dari kaum Yahudi.
Mengapa Allah mengutuk dan menyuruh memerangi orang kafir musyrik (yahudi dan nasrani), Karena mereka itu, mengatakan Uzair dan Isa sebagai anak tuhan. Peradaban Judeo-Christian yang melahirkan materialisme itu, sekarang menjadi ancaman umat manusia. Sama seperti kaumnya Musa yang menyembah patung Sapi.
Amin Rais, menegaskan, bahwa bagaimana sekarang ini, kekuatan Judeo-Christian (Yahudi dan Nasrani), memecah belah, menghancur-leburkan negara-negara Islam secara terbuka. Amin Rais, menggambarkan perang yang terjadi di Irak, Suriah, Afghanistan, Yaman, Libya, Sudan Selatan, termasuk Mesir, semuanya bagian dari strategi golongan Yahudi dan Nasrani. Mereka berjuang menghancurkan negara-negara Islam.
Amin Rais, menambahkan termasuk terhadap Indonesia menjadi bagian rencana mereka untuk dihancurkan dan dikuasai. Di mana Indonesia negara yang secara geopolitik sangat strategis, memiliki kekayaan alam yang sangat luar biasa, dan jumlah penduduknya 250 juta, merupakan negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia.
Menurut Amin Rais, sekalipun cara yang dilakukan terhadap Indonesia tidak seperti terhadap negara Arab, tapi Indonesia akan menuju ke sana, dan akan dijadikan wilayah jajahan. Indonesia tidak akan dibiarkan menjadi negara yang maju, berdaulat secara ekonomi dan politik.
Dibagian lain, menurut Amin Rais, lahirnya kepemimpin baru di Indonesia, yaitu Jokowi, tidak terlepas dari campur tangan dari strategis kekuatan ‘Judeo-Christian’, yang berusaha menjadikan Indonesia sebagai jajahan, dan nantinya tidak membahayakan serta menjadi ancaman bagi masa depan mereka.
Memang, perlahan-lahan nampak dengan jelas, polarisasi dalam pilpres yang lalu. Antara Jokowi dan Prabowo. Polarisasi ini akan terus mengkristal. Bukan semata-mata hanya polarisasi antara Jokowi dan Prabowo. Polarisasi itu, sudah menyangkut masalah ideologi ‘agama’. Ini bisa dilhat dan ditebak antara yang menjadi pendukung Jokowi dan Prabowo.
Bahkan, Amin Rais mengatakan, para penyokong Jokowi itu, disebutnya, diantaranya ‘PKI malam’, 'PKI siang’, anak PKI, PNI ASU (Ali Sastroamidjojo dan Surachman), yang berhaluan kiri (komunis), kelompok sekuler, kalangan konglomerat Cina, dan Kristen-Katolik.
Maka, menurut Amin Rais, bangsa ini harus berani mengatakan ‘La’ (tidak), jika tidak akan hancur. Bangsa yang tidak berani mengatakan tidak kepada penguasa yang lalim, pasti akan hancur. Tidak ada bangsa yang bisa selamat, ketika tidak berani mengatakan ‘La’, melawan kelaliman penguasa, bisa selamat.
Amin Rais, berani mengatakan ‘La’ terhadap Soeharto, saat dia masih berkuasa. Bahkan, saat-saat yang sangat kritis di era Orde Baru, Amin Rais berani mengatakan ‘La’, di rumah DR.Anwar Haryono.
Di mana di rumah DR.Anwar Haryono, berlangsung pertemuan tokoh-tokoh Islam, yang disebut ‘9 Wali’, dan mereka menginginkan agar Amin Rais, melakukan rekonsiliasi dengan Soeharto, karena Soeharto menurut '9 Wali' sudah cenderung kepada Islam. Tapi tokoh Reformasi itu, berani mengatakan ‘La’.
Amin Rais menjadi mata dan hati bangsa Indonesia, dan tetap akan mengatakan kebenaran, walaupun dia hanya seorang diri. Saat semua orang memuja-muji Jokowi, dan menghadiri pelantikannya, justru Amin Rais tetap berada di Yogya, dan tidak ikut memberikan puji-pujian kepada Jokowi. Semoga Amin Rais tetap menjadi hati-nurani bangsa. Wallahu’alam.