JAKARTA (voa-islam.com) - Di mana hati nurani mereka? Masihkah mereka memiliki hati nurani? Mengapa mereka tak pernah terbetik dan terganggu hati nurani mereka, saat jutaan Muslim meregang nyawa.
Setiap hari Muslim harus menghadapi kematian di tangan mereka yang sekarang meneriakkan solidaritas atas kematian wartawan dan kartunis Charlie Hebdo?
Masyarakat dunia mengutuk serangan atas media Charlie Hebdo yang sudah menghina Nabi Shallahu alaihi wassalam. Tapi siapa yang ikut berbaris di barisan paling depan, saat aksi ‘march’ di Paris, dan melakukan gerakan solidaritas atas Charlie Hebdo?
Mengapa mereka bisa bergandengan tangan dengan ‘Hitler’ abad ini, yaitu Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu? Siapa Benyamin Netanyahu? Ini benar-benar sangat absurd dan tidak masuk akal. Mereka yang masih mengaku beradab bisa bergandengan tangan dengan pembunuh biadab yang sudah membunuh puluhan ribu Muslim Palestina.
Para pemimpin dunia yang ikut dalam pawai di Paris, bergandengan tangan, mengumandangkan toleransi, kebebasan, persamaan, dan bahkan kemanusiaan. Ini benar-benar sebuah episode kemanufikan yang sangat telanjang.
Mereka tidak pernah toleran terhadap Muslim. Mereka tidak pernah memberi kebebasan terhadap Muslim. Mereka tidak pernah memberi persamaan terhadap Muslim. Mereka tidak memiliki sedikitpun rasa kemanusiaan terhadap Muslim. Barat kumpulan manusia yang tidak pernah toleran, memberi kebebasan, memberi persamaan, dan tidak memiliki rasa kemanusiaan terhadap Muslim.
Mestinya setiap warga Muslim yang sudah lahir di Eropa mendapatkan hak-hak dasar mereka. Apapun bentuknya. Di Eropa berlaku berbagai sikap dan kebijakan diskriminatif terhadap Muslim. Sampai terhadap hal-hal yang sangat mendasar, yaitu terkait dengan masalah keyakinan agama.
Muslimah di Eropa tidak dapat bebas melaksanakan hak-hak dasarnya, khususnya terhadap agamanya (al-Islam). Hampir semua negara Eropa, tidak membolehkan Muslimah menggunakan ‘niqab’ (cadar). Karena dianggap bertentangan dengan budaya mereka yagn sekuler.
Bukan hanya soal ‘niqab’, sampai menyangkut soal pekerjaan. Tetap saja Muslim yang sudah lahir di daratan Eropa, mereka mendapatkan perlakuan yang diskriminatif.
Eropa yang budayanya sudah menua dan uzur itu, sekarang ini mereka takut dengan Muslim yang tumbuh pesat didaratan Eropa. Padahal, kehancuran masyarakat Eropa, bukan karena serangan ‘teroris’, tapi kehancuran mereka karena factor budaya mereka sendiri.
Budaya materliasme yang sangat mengagungkan benda telah menyeret kehidupan mereka kepada atheisme. Eropa tanpa ‘Tuhan’. Agama Kristen sudah tidak lagi bisa memuaskan dahaga rohani mereka. Perlahan-lahan Eropa berubah menuju destruksi yang bersifat massal.
Mereka membuat mesin pembunuh sendiri, dan diratifikasi oleh parlemen mereka sendiri.
Parlemen negara-Parlemen Uni Eropa, diantaranya negara-negara besar, seperti Perancis, Inggris, Jerman, Belanda, Itali dan sejumlah negara lainnya, meratifikasi undangn-undang yang membolehkan perkawinan antar jenis. Inilah malapetaka bagi masa depan Uni Eropa. Bukan teroris Muslim.
Karena dampaknya dengan keputusan setiap negara Uni Eropa meratifikasi undang-undang perkawinan antar jenis itu, secara perlahan-lahan masyarakat Eropa akan punah secara alamiah. Sekarang sudah berdampak dengan stagnasi ekonomi Eropa, akibat populasi ‘manula’ jumlahnya sudah mencapai 65 persen. Orang Eropa yang berumur jumlahnya sudah mayoritas.
Maka tak perlu mereka membuat aksi solidaritas terhadap peristiwa serangan terhadap Charlie Hebdo. Karena secara alamiah masyarakat Eropa pasti akan punah dengan budaya materliasme yang mereka anut. Kebebasan yang mereka yakini sebagai ‘agama’ telah menjadi mesin pembunuh bagi kehidupan mereka.
Betapa mereka yang sudah hidup dengan dogma materialism itu, tak pernah tersentuh dengan kondisi yang dialami Muslim dunia Islam.
Di mana setiap hari Muslim mengerang menuju kematian akibat mesin pembunuh yang mereka ciptakan. Sekarang mereka gunakan membunuh di Suriah, Irak, Palestina, Afghanistan, Somalia, dan berbagai negara Muslim di dunia.
Maka, seorang ulama Turki dengan sangat jelas, memberikan pernyataan, bahwa dunia diam tentang pembunuhan jutaan Muslim di berbagai negara, ujar Mehmet Gormez, ulama Istambul, Selasa, 14/1/2015.
Budaya materliasme yang sudah menghunjam di setiap bathin penduduk Eropa, tidak pernah bisa merasakan penderitaan dan kenistapaan Muslim yang sekarang menjadi korban kejahatan mereka. Sungguh sangat luar biasa.
"Di satu sisi, sekitar 12 juta Muslim telah dibantai secara kejam di dunia Islam dalam 10 tahun terakhir, dan di sisi lain, 12 orang dibunuh di Paris pekan lalu," kata Gormez.
Tapi, 12 orang wartawan dan kartunis Charlie Hebdo telah menggerakkan masyarakat Eropa. Tapi, jutaan Muslim dibantai secara kejam oleh pasukan Sekutu yang dipimpin AS dan Eropa, tapi semua diam.
“Kami melihat para pemimpin dunia yang tidak berbicara tentang pembunuhan jutaan Muslim, saat mereka melakukan aksi solidaritas terhadap pembunuhan hanya 12 orang”, tambahnya.
"Kematian manusia adalah kematian manusia," kata Gormez. "Tidak ada perbedaan dalam pembunuhan, baik di Damaskus, Baghdad atau Paris”, tegas Gomez.
Jika dunia tidak bereaksi terhadap semua pembunuhan dan pembantaian dengan cara yang sama, tanpa memandang agama atau negara, maka seluruh umat manusia akan hancur, tutup Gormez. Sungguh dunia akan hancur bersamaan materiliasme dan kebebasan yang tanpa arah. Wallahu’alam.