CAIRO (voa-islam.com) - Wartawan Wael El-Ebrashi mengatakan bahwa hubungan antara Mesir dan Arab Saudi berada di puncak kejayaannya, dimasa pemerintahan almarhum Raja Abdullah Bin Abdulaziz.
Dalam acara TV Negara Mesir, dan berjudul ‘Mimpi’ yang disiarkan pada hari Minggu, pukul 22.00 malam, Al-Ebrashi melakukan diskusi melalui telepon dengan mantan Menteri Luar Negeri Mesir Mohamed El-Arabi.
Di mana Al-Ebrasi mengatakan Presiden Abdel Fatah Al-Sisi mengisyaratkan, dalam sambutannya kepada para komandan angkatan bersenjata, polisi dan tokoh masyarakat, bahwa mungkin ada perubahan dalam kebijakan Arab Saudi terhadap Mesir setelah Raja Salman Bin Abdulaziz naik tahta.
Al-Sisi menunjukkan kemungkinan Raja Salman tidak mendukung pada tingkat yang sama dengan pendahulunya Raja Abdullah terhadap Mesir.
Kerajaan Arab Saudi semasa Raja Abdullah secara total memberikan dukungan kepada Mesir, khususnya kepada Marsekal Abdul Fattah al-Sisi yang berhasil menggulingkan Presiden Mesir Mohamad Mursi.
Ini adalah pertanyaan yang sangat serius, karena Mesir secara ekonomi dan politik, banyak tergantung kepada Arab Saudi. Tanpa mendapatkan topangan dari Arab Saudi, maka Mesir tidak akan bisa berbuat apa-apa.
Sementara itu, Al-Ebrasi melakukan diskui dengan mantan Menteri Luar Negeri Mesir, Mohamed El-Arabi.
El-Ebrashi, menanyakan, “Apakah anda percaya ... bahwa sikap pemimpin Saudi yang baru mungkin kurang simpatik terhadap Mesir, dibandingkan dengan sikap pemimpin Saudi sebelumnya, yaitu Raja Abdullah?
Sekaang memang benar bahwa pemimpin Arab Saudi masih mengatakan secara eksplisit memberikan dukungan Mesir.
Namun, melihat pidato Presiden Abdul Fatah Al-Sisi yang mengisyarakatkan kebijakan Arab Saudi tidak seperti di masa Raja Abdullah, dan hal itu dapat menurunkan tingkat hubungan antara Arab Saudi dengan Mesir.
Selanjutnya, menurut El-Arabi, menegaskan bahwa terlalu premature (dini) menyimpulkan adanya perubahan tingkat hubungan antara Arab Saudi dengan Mesir, bersamaan dengan naiknya, Raja Salman bin Abdul Aziz.
Menurut el-Arabi dalam politik tidak bisa menilai keadaan dengan cepat, di mana perubahan internal di Arab Saudi baru berlangsung, dan sudah disimpulkan akan membawa perubahan, ujarnya.
Namun, memang tanda-tanda itu sudah nampak dengan perubahan yang terjadi di Arab Saudi sekarang ini. Tapi perubahan ini tidak dengan sangat cepat terhadap kebijakan luar negeri Arab Saudi setelah kematian Raja Abdullah. Sekarag Arab Saudi di bawah Salman lebih memprioritaskan internal kerajaan dan melakukan konsolidasi kekuasaannya.
Memang, yang sangat mengejutkan, Raja Salman hanya dalam waktu satu minggu melakukan perubahan yang sangat drastis terhadap pemerintahannya.
Di mana Salman mencopoti orang-orangnya Raja Abdullah, terutama di pos-pos yang sangat strategis, termasuk menteri pertahanan, kepala dewan keamanan nasional, intelijen, dan sejumlah pos lainnya, yang menjadi pusat kebijakan Raja Abdullah.
Tanda-tanda yang bisa menjadi isyarat, kedatangan Presiden Turki, Recep Tayyib Erdogan ke Riyadh dan membatalkan kunjungannya ke Somalia. Erdogan bersama pemimpin Qatar bertemu dengan Raja Salman saat usai pemakaman Raja Abdullah.
Dibagian lain, Presiden Mesir Abdul Fattah al-Sisi dan pemimpin Uni Emirat Arab, yang sangat membenci Ikhwan, tidak hadir di Saudi. Ini menjadi petuntuk akan terjadinya perubahan dukungan Arab Saudi kepada Mesir, dan perubahan kebijakan Arab Saudi terhadap dunia Arab.
Salman bukan hanya mencopoti pejabat penting di era Raja Abdullah, termasuk menteri agama dan wakaf Saudi, tapi Raja Salman mengeluarkan dana $ 223 miliar dollar yang diberikan kepada rakyatnya, yang diperuntkan bagi tunjangan gaji bagi para pensiunan, pelajar dan mahasiswa, dan memberikan subsidi kepada rakyat untuk gas, minyak, dan listrik.
Raja Salman bin Abdul Aziz membebaskan tahanan politik, yang sudah banyak dipenjarakan ketika Raja Abdullah berkuasa. Salman juga mengangkat sejumlah ulama yang ‘kritis’ semasa Abdullah. Bahkan, Salman di ‘bai’at’ di Ka’bah oleh Imam Masjidil Haram, sebagai pemimin baru Arab Saudi.
Raja Salman lebih mementingkan shalat Ashar di bandingkan harus meneruskan pembicaraan dengan Presiden Barack Obama. Padahal, Obama membawa rombongan 80 pemimpin politik, ekonomi, dan keamanan saat bertemu dengan Raja Salman.
Dalam rapat kabinet pertama, sesudah diangkat menjadi pemimpin Kerajaan Arab Saudi, Raja Salman menekankan pentingnya menjaga agama (Islam), dan rakyat Saudi. Sebuah perubahan yang bakal terjadi di Arab Saudi. Arab Saudi tetap menjadi faktor kunci bagia dunia Arab, karena Saudi, sebagai negara ‘petro dollar’, dan posisinya yang secara geopolitik sangat strategis.
Jika Arab Saudi dibawah Raja Salman, benar-benar lebih mencitai agamanya, dan menjadi penjaga ‘Dua Tempat Suci’ yaitu Makkah dan Madinah, niscaya dia tidak akan membiarkan Mesir terus melakukan kekerasan terhadap rakyatnya yang Muslim.
Dunia menanti perubahan kebijakan Salman atas dunia Arab yang porak-poranda, dan Arab Saudi memiliki andil, saat negeri itu dibawah Raja Abdullah. Wallahu’alam. mashadi1211@gmail