View Full Version
Kamis, 05 Feb 2015

Nasib Ketua KPK Abraham Samad Berakhir Dengan Su'ul Khatimah?

JAKARTA (voa-islam.com) - Semua rakyat sangat kagum dan berharap atas keberanian Abraham Samad  selaku Ketua KPK memberangus para ‘maling berdasi’ di Indonesia. Dengan profil pribadinya dan aura wajahnya menunjukan memang sosok Abraham Samad memiliki keberanian.

Selama menjadi Ketua KPK entah sudah berapa banyak ‘maling berdasi’ di masukan ke dalam hotel prodeo alias penjara? Tidak sedikit. Para pejabat publik, anggota DPR, DPRD, Gubernur, Bupati, Walikota, dan Menteri semuanya digelandang oleh Abraham Samad, dan menjadi tersangka, kemudian dibui.

Puncaknya  Abraham Samad menjadikan tersangka Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar menjadi tersangka, dan sekarang harus mendekam di penjara seumur hidup, akibat suap yang diterimanya.

Ini benar-benar sangat luar biasa dan dramatis. Karena, langkah Abraham Samad itu, seperti membuka kotak pandora, betapa kejahatan korupsi di Indonesia itu, sudah menyentuh institusi yang paling ‘sempurna’ yaitu Mahkamah Konstitusi.

Betapa MK yang menjadi benteng terakhir bagi pencari keadilan yang sangat penting bagi Republik ini, ternyata bisa luluh lantak dengan hanya ‘uang’. Jadi kenyataannya di Indonesia ini, tak  ada yang bisa kalis atau selamat dengan ‘uang’ alias ‘rupiah’.

Mengapa di MK bisa terjadi transaksi diantara pencari keadilan dengan pemilik keadilan? Bagaimana bunyi ketukan palu itu, seirama dengan  besar kecilnya suap oleh pemilik palu MK. Abraham bisa menyeret dan menghukum ‘pedagang’ hukum seperti Akil Mochtar. Ini sebuah pelajaran yang sangat  berharga bagi siapapun.

Tentu reputasi dan integritas Abraham Samad selaku Ketua KPK sangat membesarkan hati dan memberi optimisme bagi rakyat dan bangsa Indonesia yang  ingin kehidupan bersih, dan tidak ada lagi ‘ruswah’. Selama puluhan tahun sejak Orde Baru, tidak ada tindakan yang memadai dijalankan pemerintah menghilangkan ‘ruswah’ atau korupsi.

Indonesia ibaratnya sudah tenggelam dalam ‘KKN’ (korupsi , kolusi dan nepotisme), tanpa ujung. Seperti bangsa Indonesia berada  dalam labirin yang gelap, dan tidak tahu jalan keluarnya.

Karena begitu sudah sangat membudayanya yang namanya : KORUPSI. Lebih-lebih yang terlibat dalam korupsi itu, para pemangku kekuasasan dan partai politik. Ini yang mengakibatkan hilangnya optimisme di Indonesia dalam pemberantasan korupsi.

Sekarang yang membuat lebih pesimis lagi, berawal dijadikan Komjen Budi Gunawan, sebagai tersangka oleh KPK, saat Budi Gunawan sudah ditetapkan sebagai calon Kapolri oleh Presiden Jokowi.

Tindakan Abraham yang berani menjadikan Budi Gunawan sebagai tersangka, dan penolakan Jokowi melantik Budi Gunawan yang sudah disyahkan dalam paripurna oleh DPR, kemudian menjadi persoalan yang serius dalam kehidupan politik nasional.

Dibagian lain, situasi politik semakin menghentak, saat PLT Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, memberikan testemoni (kesaksian) tentang adanya keinginan Abraham Samad mendampingi Jokowi sebagai wakil presiden.

Semua yang dibeberkan oleh Hasto itu, kiranya dapat menghancurkan integritas dan ‘trust’ (kepercayaan) publik terhadap Abraham Samad, yang begitu sangat berani menyeret para koruptor.

Hari-hari ini hanya sangat menyedihkan melihat Abraham Samad, dan jika kesaksian Hasto itu benar, maka boleh dibilang akhir perjalanan Abraham Samad bisa dikatakan dengan : ‘SU’UL KHATIMAH’.

Orang-orang yang pernah bersimpati dan berempati kepada Abraham Samad, hanya bisa mengelus dada dan bertanya-tanya. Mengapa Abraham Samad yang begitu jujur dan berani, dan menjadi penjaga hati-nurani bangsa Indonesia, khususnya menghadapi koruptor, justru berambisi ingin mendampingi Jokowi?

Padahal, Abraham Samad pasti tahu secara anatomis siapa Mega, PDIP, dan elite partai yang berlambang ‘Banteng Bermoncong Putih’ itu? Laporan yang dirilis KPK, bukankah menempatkan PDIP sebagai partai yang paling korup. Begitu banyak elite nya yang terlibat dalam korupsi?

Bagaimana Abraham  Samad akan membereskan kasus-kasus besar termasuk BLBI, Century, Transjakarta dan lainnya, bila Abraham Samad, memiliki ambisi terhadap kekuasaan? Padahal,  partai  yang akan menjadi tempat dia berlabuh, seperti PDIP, dan lainnya tidak bisa dilepaskan dari berbagai dugaan kasus korupsi?

Mengapa Abraham Samad memiliki  niat ingin menjadi pendamping Jokowi? Adakah niat Abraham Samad itu, kemudian melalui kekuasaan yang ada di tangannya akan membersihkan Indonesia dari korupsi? Adakah ini  bisa dilaksanakan oleh Abraham Samad? Dengan kondisi Indonesia yang ada seperti sekarang ini?

Hari-hari ini  menyakitkan bagi  Abraham Samad. Kesaksian PLT Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di depan Komisi III DPR, benar-benar menjadi mimpi ‘buruk’ bagi Abraham. Tidak dapat dihindari lagi, opini yang ada akan menggerus kepercayaan rakyat dan publik kepada Abraham.

Menurut Hasto yang menjelaskan di depan Komisi III DPR  itu, antara lain Abraham Samad melakukan pertemuan enam kali, dan berbeda-beda tempat. Diantaranya, di apartemen mewah, milik pengusaha kaya, di rumah mantan  Kepala BIN Jendral AM Hendropriyono, di rumah Rini Sumarno, dan sejumlah tempat lainnya.

Semua yang pernah menjadi tempat pertemuan akan dipanggil oleh Komisi III DPR sebagai saksi, dan ini akan menjadi panggung ‘menguliti’ integritas Abraham Samad yang selama ini dihargai dan dipercaya oleh publik. Semua peristiwa ini akan membalikan pendapat publik, bukan hanya kepada Abraham Samad, tapi juga kepada institusi KPK.

Bahkan, tentu yang paling getir, jika benar kesaksian PLT Sekjen PDIP, Hasto Kritiyanto, bahwa Abraham Samad menjanjikan ‘korting’ (pengurangan) hukuman bagi tokoh PDIP, Emis Moeis, bila Abraham dijadikan pendamping Jokowi.

Sekarang  semua harapan publik dan rakyat Indonesia akan menjadi pupus melihat komisioner KPK, ternyata mereka juga memililki ‘syahwat’ politik. Menceburkan diri dalam kubangan permainan politik, dan justru masuk partai yang sudah dikenal tokoh dan elitenya banyak yang korup. Sebuah malapetaka bagi masa depan Indonesia.

Bila boleh berandai-andai, tokoh seperti Abraham Samad itu, sebaiknya  dia tidak tergoda dengan bentuk kekuasaan apapun. Termasuk jabatan kekuasaan yang paling tinggi di ekskutif. Karena ini hanya akan menghancurkan integritas pribadinya. Semoga ini menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi siapapun. Wallahu’alam.

[email protected]

                                        


latestnews

View Full Version